Sedang Membaca
Ketika Seorang Profesor Asal Jerman Meramal Gus Dur
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Ketika Seorang Profesor Asal Jerman Meramal Gus Dur

Apalagi beliau adalah ketua komisi disertasi saya, di samping ketua grup diskusi di mana saya jadi anggotanya. Tak pelak, Prof. Henningsen hampir tiap hari mendengar omongan dan atau kabar tentang Indonesia yang saat itu juga sedang mulai bergejolak dengan wacana dan gerakan-gerakan mendobrak rezim Orde Baru. Nama tokoh seperti Gus Dur tentu juga beliau tahu, sama dengan nama Kim De Yung, Lech Walesa, dan Vaclav Havel (dengan yang disebut terakhir ini, Prof. Henningsen kenal secara pribadi).

Dari informasi yang diperoleh dari saya dan media massa, Professor asal Jerman ini menyimpulkan bahwa Gus Dur memiliki kemiripan yang sangat banyak dengan Vaclav Havel (belakangan Gus Dur memang akrab juga dengan Presiden Ceko tersebut). Bagi Manfred, Havel dan Gus Dur adalah saudara seperjuangan dalam menegakkan demokrasi melalui advokasi HAM dan pluralisme serta pemberdayaan civil society. Dan saya juga ikut percaya karena bacaan saya terhadap karya-karya Havel dan tokoh-tokoh prodemokrasi di Cekoslowakia, Polandia, Rumania, dll. memang seperti itu. Bukan kebetulan, bahkan, kalau statemen Fordem yang dibacakan pada launchingnya di Megamendung, memuat kata-kata dan kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh Forum 77 (Forum yang didirikan oleh Havel, dkk). Juga bukan kebetulan kalau Gus Dur mempopulerkan istilah yang dilontarkan oleh Havel dkk tentang upaya rezim Totaliter yang mencoba melakukan perubahan dengan nama “demokrasi seolah-olah’ ( an “as if democracy”).

Baca juga:  Kompleksitas Pribadi Gus Dur, Antara Kehendak dan Determisme Lingkungan

Tapi saya sangat terkejut ketika malam itu, di sebuah restoran Vietnam sederhana, Prof Henningsen bilang pada Gus Dur, yang duduk persis didepannya sambil minum kopi Vietnam : “Mr. Wahid, you will be the President of your country.” (Pak Wahid, sampeyan akan jadi presiden negara sampeyan). Di sebelah Manfred ada Neil Abercrombie, sohib kentalnya. Neil, begitu panggilannya, mengangguk setuju karena telah mengenal kiprah Gus Dur dari saya dan Manfred juga. Waktu itu Neil masih sebagai aktifis plitik di Hawaii dan baru beberapa tahun lulus dari Universitas Hawaii, P.hD dalam ilmu politik.

Reaksi saya dan Gus Dur hampir sama seingat saya, yaitu tertawa terbahak-bahak. Gus Dur lalu mengatakan terimakasih atas komplimen Manfred, dan minta dukungannya semoga perjuangan demokratisasi di Indonesia terus berjalan. Saya sendiri bilang “Manfred, you must be joking. Suharto and the generals are still quite strong.” (Manfred, sampeyan pasti becanda aja, wong Pak Harto dan para Jenderal sangat kuat).

Tapi apa kata Prof. Henningsen menjawab saya?

No, no, no. Mohammed. I couldn’t be more serious than that.” Kata beliau sambil memandang saya. “You just wait and see. It happens everywhere.” (Tidak, tidak, tidak, Muhammad. Saya tidak bisa lebih serius dari itu. Kau tunggu dan lihat saja. Ini terjadi dimana-mana kok).

Neil juga menambahi “Yes, Mohammed, why not. We’re not a bunch of clairvoyances, here. It’s a trend in the world over.” (Ya, Muhammad, kenapa tidak? Kan kita-kita ini bukan segerombolan cenayang. Itu kan kecenderungan di seluruh dunia).

Baca juga:  Humor Gus Dur: Kiai yang Tak Mampu Bayar Eternit

Tentu saja saya hanya menganggap prediksi Prof Henningsen sebagai analisa, sementara itu Gus Dur sendiri juga diam saja tidak pernah mengulang-ulang ucapan tersebut setahu saya. Sampai saya selesai sekolah di Hawaii (1995), saya sering berdebat dengan Professor Henningsen tentang Gus Dur dan kariernya, karena beliau selalu bertahan dengan apa yang diucapkannya di resto Vietnam malam itu. Saya sendiri tetap tidak yakin karena konstelasi perpolitikan Indonesia yang sangat kompleks dan Manfred (yang bukan ahli Indonesia) jelas tidak paham.

Makanya ketika Gus Dur benar-benar terpilih jadi Presiden pada 1999, saya langsung ingat percakapan di restoran Vietnam pada sebuah malam di musim panas 1994 itu. Saat saya ingatkan, Gus Dur cuma menjawab: “Iya, ya, Kang… Inget saya, hebat profesor sampeyan itu.” Apakah itu sebuah ramalan atau permonisi Manfred? Entahlah. Yang pasti saya menjadi saksi bahwa ada seorang akademisi yang sangat rasional dan tak memiliki kepentingan apapun, kecuali ingin melihat demokrasi berkembang di negeri kita, ternyata memiliki pandangan yang begitu tepat terhadap Gus Dur 5 tahun sebelum beliau jadi Presiden dan ngotot dengan prediksinya!.

(Sayang sekali, rencana Gus Dur dan saya untuk mengundang Prof. Henningsen untuk berceramah di Jakarta mengenai demokrasi dan civil society tetap tinggal rencana sampai Gus Dur lengser. Tapi sang Professor tetap telaten mengikuti perkembangan salah satu mahasiswanya di Indonesia sampai kini…)

Baca juga:  Mengenal Baharthah: Sang Saudagar Kitab

Ketika saya diangkat sebagai Menteri di Kabinet Gus Dur, saya pun sempat menelepon Manfred dan minta pendapatnya. Saya minta pertimbangan apakah saya harus meninggalkan karier sebagai ilmuwan di LIPI dan menerjuni politik masuk Kabinet Gus Dur.

Beliau mengatakan “You take it, because you are now in the middle of a very interesting and crucial time in the hstory of your country.” (Ambil saja tawaran Gus Dur, karena kamu sekarang sedang berada di tengah-tengah saat yang paling penting dan menarik dalam sejarah negerimu).

Menyesalkah saya meninggalkan kesenyapan dan kedamaian menara gading dan berganti bergelimang dengan kebisingan dan kebalauan politik? Saya hanya ingat kata Gus Dur mengutip JFK bahwa tidak ada kiprah di dunia yang lebih mulia dibanding kiprah dalam politik, karena hasilnya akan dikenang dan dinikmati oleh banyak sekali orang dan menembus ruang dan waktu. Tentu saja kiprah politik di sini adalah kprah politik sebagaimana dijalankan secara konsisten oleh Gus Dur: politik untuk rakyat, dan politik yang berlandaskan akhlak. (RM)

(Sumber: Buku Gus Durku Gus Dur Anda Gus Dur Kita, Penulis Muhammad AS Hikam, Penerbit Yrama Widya, 2013)

Katalog Buku Alif.ID
Halaman: 1 2
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top