Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Habib Abdurrahman Al-Habsyi: Kita Selalu Dipantau Allah

Img 20211012 Wa0015

Ketua Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi menjelaskan nilai-nilai muraqabah, yakni perasaan bahwa Allah senantiasa memantau gerak-gerik hamba-Nya.

“Kita secara sadar dan tahu pasti bahwa Allah setiap saat memantau gerak-gerik, tingkah laku, dan perilaku kita,” kata Habib Abdurrahman dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), pada Kamis (7/10/2021) lalu.

Terkait nilai-nilai muraqabah itu, lanjutnya, Allah menegaskan dalam surat Al-Ahzab ayat 52. Di ayat tersebut, Allah menggambarkan kekuasaan diri-Nya yang mampu mengawasi segala sesuatu.

“Merasa diawasi oleh Allah, berarti kita tahu bahwa Allah mengetahui setiap yang kita katakan, yang kita kerjakan, dan apa yang kita yakini. Bisa saja ada orang yang meyakini akan keesaan Allah lewat ucapannya, tetapi ternyata dia tidak meyakini lewat hatinya. Nah Allah sangat mengetahuinya,” terang Habib Abdurrahman.

Di dalam QS As-Syu’ara ayat 217-219, Allah juga menggambarkan diri-Nya sebagai sosok yang Maha Perkasa dan Penyayang. Allah meminta hamba-Nya untuk senantiasa bertawakkal atau berpasrah diri.

“Allah menyebutkan di sini tentang kepekerkasaan Allah. Karena Allah dapat memantau setiap perilaku dan gerak-gerik hamba-Nya,” kata Habib Abdurrahman.

Dikatakan bahwa di dunia ini pihak yang merasa memiliki kemampuan memantau adalah mereka yang mempunyai kekuasaan lantaran memiliki seluruh perangkat. Dengan begitu, mereka dapat dengan mudah memantau gerak-gerik orang-orang yang tidak memiliki kekuatan sebagaimana dirinya.

Baca juga:  Beberapa Konsep Pendidikan dalam Islam

“(Dan) Allah di sini menyatakan bahwa Dia Maha Perkasa. Allah menyuruh kita bertawakkal kepada Tuhan yang Maha Perkasa. Dialah Allah yang melihat ketika kita sedang berdiri untuk melaksanakan ibadah shalat dan Allah melihat pula perubahan gerak-gerik badan kita di antara orang-orang yang sedang bersujud,” tambahnya.

Allah mengetahui hamba-Nya yang sedang berdiri, apakah benar-benar berdirinya itu untuk shalat atau hanya sekadar berdiri saja. Allah pun tahu seluruh perbuatan hamba-Nya, sekalipun berada di tengah ribuan, bahkan jutaan orang. Sebab Allah memiliki sifat Ar-Raqib atau Maha Pemantau.

“Ketika kita janjian sama teman di Masjid Istiqlal, kemudian di dalam masjid itu ada sekitar ribuan orang, lalu kita mencari teman kita yang berada di tengah kerumunan itu, sulit kita menemukannya. Tetapi Allah tahu meskipun hamba-Nya berada di tengah jutaan orang,” ujar Habib Abdurrahman.

“Allah melihat pergerakan hamba-Nya yang sedang sujud, sedang berbuat apa saja dalam perilaku keseharian, Allah melihat kita baik sedang berdiri, rebahan atau melakukan aktivitas apa pun. Yang menarik, Allah menggunakan kata berdiri dan sujud. Kata berdiri disebutkan lebih dulu daripada sujud,” imbuhnya.

Menurut Habib Abdurrahman, kata berdiri dan sujud yang digunakan Allah dalam ayat tersebut memiliki hikmah. Pertama, berdiri itu lebih mulia ketimbang sujud dari aspek dzikirnya. Sebab dzikir yang disyariatkan dalam berdiri adalah membaca Al-Qur’an.

Baca juga:  Istighfar ala Sari al-Saqthi

“Ketika kita shalat, kita berdiri. Saat kita berdiri, kita membaca Al-Qur’an. Maka berdiri lebih mulia daripada sujud dari segi dzikir dan dzikir yang paling afdhal adalah membaca Al-Qur’an. Mereka yang sedang berdiri lalu membaca AL-Qur’an adalah hamba Allah yang sedang shalat,” katanya.

Hikmah kedua, sujud lebih mulia daripada berdiri jika ditinjau melalui aspek keadaannya. Sebab orang yang sujud, kata para ulama, lebih dekat dan rapat dengan Allah.

“Sehingga ada ungkapan yang menyatakan, ketika engkau sedang melakukan sujud, engkau rebahkan kepalamu di atas tanah, engkau berbisik kepada bumi, lalu terdengar oleh langit, terdengar oleh Allah,” jelas Habib Abdurrahman.

Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Muhammad dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dikatakan bahwa orang yang paling dekat dengan Tuhannya adalah mereka yang sedang bersujud.

“Dengan demikian, menjadi jelaslah buat kita bahwa seluruh gerak-gerik dalam amaliyah ibadah kita memiliki nilai kemuliaan. Berdiri lebih mulia dari sujud, dari segi dzikir. Sujud lebih mulia dari berdiri dari segi keadaan. Subhanallah, betapa Allah menjadikan amaliyah ibadah yang kita lakukan memiliki dimensi kemuliaan di sisi Allah,” pungkas Habib Abdurrahman.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top