Rb Inggar Prasnawan
Penulis Kolom

Santri Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah Mujadiddiyah Ahlul Muqorobin, Jiwan - Madiun. Jawa Timur.

Guru Mursyid (1): Pentingnya Sosok Guru Mursyid bagi Penempuh Jalan Tasawuf

Img 20211229 Wa0008

Sejak manusia ditakdirkan Allah untuk lahir didunia fana, sejak itulah membutuhkan bimbingan guru. Orang tua, terutama sosok ibu yang menjadi pembimbing pertamanya. Dimulai dari diajarkan untuk mengucap kata-kata sederhana, seperti memanggil nama orang tuanya dan mengenal namanya sendiri. Kemudian lingkungan dan orang-orang sekitarnya menjadi guru yang mengajarkannya berjalan, berbicara, tertawa, bahkan menangis. Sopan santun, toleransi dan sebagainya akan dipelajari seiring berjalannya waktu dan kadarnya akan bergantung pada guru-guru kehidupan yang ditemuinya.

Berlanjut saat memasuki masa sekolah. Dimana pada tataran tahap ini, dibutuhkan dan bahkan diwajibkan mendapatkan bimbingan dan pembelajaran dari guru yang mempunyai kualifikasi tertentu dan terakreditasi sesuai bidang keahliannya, yang biasanya dibuktikan dengan ijasah atau sertifikat. Dimulai dari lembaga pendidikan terendah semisal PAUD dan TK sudah memberikan penilaian sesuai kemampuan.

Penilaian-penilaian dasar secara resmi mulai diberikan oleh para guru. Sebagai contoh, bernyanyi dan bermain yang sebelumnya hanya merupakan hal yang biasa, kini menjadi suatu bentuk mata pelajaran yang akan diberikan nilai oleh para guru. Begitu juga dengan berhitung dan membaca yang bisa dipelajari sendiri pun sudah disahkan atau dilegalisasikan dalam bentuk kurikulum pengajaran, sehingga diperlukan adanya lembaga tertentu (institusi formal) dan para guru yang akan menilai kemampuan bernyani, bermain/motorik, berhitung dan kemampuan membacanya itu tadi.

Begitulah semakin menuju ke jenjang pendidikan dan atau jenjang pembelajaran yang lebih tinggi, tetap harus diajarkan menurut kurikulum yang berlaku oleh guru-guru pengajar yang berkompeten, sehingga setelahnya bisa dinilai dan diberikan rapor maupun ijasah akhir kelulusan yang menyatakan secara resmi atas kemampuan anak didik/siswa tersebut.

Berdasarkan penggambaran sederhana di atas, bahwa dalam menuntut ilmu apapun ,maka diperlukanlah sosok guru yang benar-benar menguasai bidang keahliannya, sehingga ilmu yang diberikan kepada para murid bisa sesuai dengan peruntukkan dan keperluannya, serta dapat dipertanggungjawabkan, dan juga ilmu tersebut bisa digunakan dan diakui di belahan bumi manapun (berstandar global).

Baca juga:  Memasuki Dimensi Tasawuf, Melibas Profanitas Duniawi

Kenapa bisa diakui di manapun? Karena ilmu tersebut mempunyai standard yang sama di seluruh dunia. Bagaimana para guru bisa mendapatkan ilmu yang sama standardnya tersebut? Para guru mendapatkannya dari guru-guru mereka sebelumnya dan mendapatkan sertifikat maupun ijazah yang menyatakan keabsahan kemampuannya.

Begitupun juga dalam belajar ilmu agama, terutama dalam mempelajari ilmu tasawuf ini. Diperlukan seorang sosok guru yang dalam ilmu tasawuf disebut guru mursyid, yang mempunyai sanad keilmuan yang jelas. Di mana sanad ini begitu penting karena dari situ lah para calon murid mengetahui urutan-urutan keilmuan guru mursyidnya. Haruslah jelas bahwa guru mursyid “A” mendapatkan ilmunya dari guru mursyid “B” yang di atasnya. Dan guru mursyid “B” mendapatkan ilmunya dari guru mursyid “C” yang di atasnya lagi.

Begitu seterusnya hingga sampai pada Rasulullah Muhammad bin Abdullah. Kanjeng Rasul pun sanadnya naik hingga pada Allah SWT. Itulah titik akhir segala ilmu. Sanad keilmuan dalam Islam adalah wajib. Terutama bagi pencari jalan tasawuf, di mana inti utama dari tasawuf adalah Tauhid, maka peran guru mursyid dengan sanad yang jelas sangat diperlukan.

Karena selama perjalanan Suluk, para salik atau murid penempuh jalan tasawuf atau sufi akan menghadapi banyaknya godaan dari nafsu-nafsunya sendiri yang berusaha membelokkan dari tujuan sebenarnya yaitu kemurnian Tauhid yang ditandai dengan ketergantungan sepenuhnya pada Allah SWT. Nafsu-nafsu dan pikiran diri sendiri akan memberikan tipuan-tipuan dan gambaran palsu untuk merayu para salik untuk meninggalkan jalan yang ditempuhnya. Disinilah bimbingan dan pengawasan dari guru mursyid sangat diperlukan,bahkan Wajib hukumnya! Untuk menjaga jalan yang ditempuh para salik tetap dalam alur yang benar.

Dalam khazanah ilmu tasawuf, peran besar guru mursyidlah yang mampu membentuk hierarki para salik untuk sampai ke tingkat tertinggi dalam perjalanan spiritual. Kemampuan guru mursyid tersebut terjadi karena secara ruhaniah, dalam ruhani guru mursyid telah tertanam Al-Qur’an sebagai Kalamullah yang bersifat Qadim. Dan hal tersebut hanya bisa “ditanamkan?” oleh guru mursyid sebelumnya.

Baca juga:  Ngaji Hikam: Eling lan Waspada

Oleh sebab itu keberadaan Guru Mursyid hanya diketahui dan dimengerti oleh sebagian kecil orang-orang yang hati dan jiwanya terbuka dan disucikan oleh Allah SWT saja. Orang yang datang untuk menjadi muridnya pun pada hakikatnya adalah karena Hidayah dari Allah SWT semata. Hidayah diberikan oleh Allah SWT pada manusia untuk bisa mengenal-Nya melalui Rasulullah dan diturunkan kepada para sahabat Beliau, kemudian diajarkan pada para sahabat-sahabat Rasul, kemudian pada para Tabi’in, dilanjutkan oleh para Tabi’ut Tabi’in hingga sampai pada para guru-guru mursyid yang ada pada masa kini.

Predikat guru mursyid yang mulia ini diberikan khusus oleh Allah SWT kepada manusia yang dipilih-Nya saja. Di mana secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Kahfi ayat 17 dengan sebutan “Waliyam Mirsyidaa”, yang berarti Wali yang Mursyid. Kata Wali dalam pandangan para pelaku tasawuf dipahami sebagai figure manusia suci, pemimpin ruhani, manusia yang punya ketaatan dalam hal beribadah pada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sedangkan makna dari kata Mursyid dipahami sebagai Nur Ilahi, Cahaya Ilahiah atau energi Ilahiah.

Sesuai dengan Firman Allah pada Al Quran surah An-Nur ayat 35:

“Cahaya diatas cahaya, Allah akan menuntun kepada cahaya-Nya, bagi sesiapa yang dikehendaki-Nya.”

Dari penjelasan diatas, secara hakikat, guru mursyid itu bukan terletak pada wujud manusianya, tetapi Nur Ilahiah yang masuk dan tertanam dalam ruhaniah seseorang yang dikehendaki oleh Allah saja. Bukan karena keturunan,dan bukan karena keinginan diri sendiri untuk menjadi guru mursyid. Hanya terjadi karena Kehendak Allah saja. Dari kehendak Allah itulah, Nur Ilahiah mewujud dalam ruhaniah para guru mursyid ini.

Baca juga:  Hermeneutika Sufistik Al-Ghazali atas Surat Adz-Dzariyat Ayat 51:56

Kata Nur atau cahaya dalam konteks guru mursyid disini tidak sama dengan makna cahaya seperti yang kita kenal dan pahami selama ini seperti cahaya lampu ataupun sinar mentari, tetapi lebih mendekati pada pemahaman sebagai energi Ilahiah atau Nur Allah, tidak terlihat tetapi bisa dirasakan oleh orang tertentu.

Kata mursyid berasal dari kata “Irsyad” yang bermakna petunjuk. Petunjuk yang berasal dari Nur Ilahiah. Jika kata “Irsyad” ditambahkan huruf “mim” didepannya, maka petunjuk tersebut terdapat pada sesuatu (dimiliki oleh sesuatu). Maka “mim” diartikan sebagai seseorang yang memiliki kualitas Irsyad.

Dari penjelasan tersebut diatas, maka sudah seharusnya seorang guru mursyid itu benar-benar mempunyai kualitas sempurna sebagai pembawa wasilah dari Allah SWT berupa Nur Allah. Begitu langka dan tersembunyinya guru mursyid ini, sehingga Imam Al-Ghazali mengatakan,

“Menemukan guru mursyid itu tak lebih mudah mdari enemukan sebatang jarum yang disembunyikan di padang pasir yang gelap gulita”. Atau bisa dipahami dengan “lebih mudah untuk menemukan jarum yang disembunyikan di padang pasir yang gelap gulita daripada menemukan seorang Guru Mursyid.”

Bahkan Gus Ahmad Muwafiq Jogjakarta pernah mengatakan dalam salah satu Tausiahnya, “Jika kamu temukan guru mursyid, segeralah minta diri untuk menjadi muridnya dan bersedia masuk mengikuti suluk yang diajarkan. Jika merasa berat melasanakannya, mintalah keringanan.”

Begitulah pentingnya menemukan guru mursyid dan mengikuti suluk yang diajarkannya. Lakukan secara rida dan rela dengan ghirah rabithoh dan tawadu’ pada guru mursyid. Karena lewat guru mursyidlah wasilah yang di bawa oleh Kanjeng Nabi muhammad SAW bisa diestafetkan hingga sampai kepada kita para umat yang terpisah jarak dan waktu yang teramat jauh dari Rasulullah SAW.

 

Wallahu a’lam bishawab.

 

 

 

 

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
7
Ingin Tahu
3
Senang
4
Terhibur
0
Terinspirasi
5
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top