Sedang Membaca
Siapakah Ulama, Imam, Syekh, Kiai, dan Ustaz? (Bagian 3/Terakhir)
Nur Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Islamic Studies International University of Africa, Republic Sudan, 2017. Sekarang tinggal di Pati, Jawa Tengah.

Siapakah Ulama, Imam, Syekh, Kiai, dan Ustaz? (Bagian 3/Terakhir)

Istilah-istilah seperti ulama, imam, syekh, dan kiai merupakan istilah untuk orang-orang yang mempunyai kapasitas tinggi dalam bidang ilmu agama Islam. Begitu pula ustaz, istilah ini tidak bisa disematkan kepada sembarang orang sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini.

‘Ustaz’ merupakan bahasa serapan yang asal mulanya dari bahasa Persia. Kemudian diserap ke dalam bahasa Arab. Ustaz memiliki arti “pengajar” atau orang yang menguasai suatu bidang tertentu dan mengajarkannya.

Ustaz juga mencakup posisi mudarris (pengajar), mu’allim (orang yang mentransformasikan ilmu, membuat orang yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu), dan  juga sebagai muaddib (orang yang mengajarkan etika dan moral) sehingga orang menjadi berakhlak mulia. Selain itu juga mancakup posisi seorang murabbi (guru spiritual).

Namun dalam tradisi yang ada di Timur Tengah, Sudan misalnya, gelar ustaz disematkan kepada mereka yang sudah menduduki level tinggi dalam tingkat kepengajaran di universitas (jami’ah). Gelar ini biasanya hampir setara dengan profesor atau guru besar. Misalnya, al-Ustaz al-Duktur Fulan bin Fulan, artinya Prof. Dr. Fulan bin Fulan.

Dengan demikian, tidak pantas disebut ustaz jika belum menguasai sebuah ilmu beserta perangkat-perangkatnya, apalagi dalam bidang ilmu agama Islam. Ustaz ini merupakan istilah yang digunakan di dunia kampus di negara-negara Timur Tengah dan Arab, jadi bukan hanya sekadar guru biasa.

Baca juga:  Pendidikan Pesantren (2): Tradisi Sanad dan Mentalitas Santri

Hal ini berbeda dengan di Indonesia yang mempunyai kekayaan bahasa yang luar biasa. Ustaz biasanya disematkan kepadaa siapa pun yang mengajarkan ilmu keagamaan, misalkan pengajar  ngaji di musala, pengajar ngaji baca tulis Alquran di TPQ, dan pengajar di sekolah agama, atau mereka yang mengajarkan agama pada khalayak umum.

Bahkan, akhir-akhir ini gelar ustaz pun disematkan kepada para penceramah yang diorbitkan oleh media-media. Padahal penguasaan mereka dalam bidang agama jauh di bawah standar.

Ini terjadi tidak lain karena adanya pengikisan terhadap makna asli dari istilah tersebut. Walaupun tidak terlalu bermasalah, tetapi setidaknya kita harus berlatih untuk memaknai suatu kata ataupun istilah berdasarkan makna aslinya agar tidak mudah tertipu atau salah dalam belajar agama.

Jadi, ustaz bisa disematkan kepada seseorang melalui berbagai kualifikasi keilmuan yang tidak instan. Apalagi hanya sekadar ikut audisi di layar televisi. Jago ceramah pun belum tentu bisa dikategorikan sebagai seorang ustaz, kiai, apalagi imam ataupun ulama.

Oleh karena itu, setiap kata memiliki tempat sesuai dengan maknanya masing-masing, termasuk sebuah gelar. Apalagi itu gelar yang bersifat sakral.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top