Sedang Membaca
Melihat Tradisi Dan Metode Menghafal Alquran Di Sudan
Nur Hasan
Penulis Kolom

Mahasiswa Islamic Studies International University of Africa, Republic Sudan, 2017. Sekarang tinggal di Pati, Jawa Tengah.

Melihat Tradisi Dan Metode Menghafal Alquran Di Sudan

Sudan merupakan salah satu negara yang ada di kawasan Timur Tengah yang letaknya berada di benua Afrika. Negeri ini merupakan negeri pertemuan dua kebudayaan yaitu Arab dan Afrika, dan di negeri inilah terdapat pertemuan dua Sungai Nil yaitu Nil Putih dan Nil Biru.

Selain terkenal dengan sebutan Negeri Dua Nil, Sudan juga dikenal dengan sebutan Negeri Seribu Darwish karena banyaknya thoriqoh sufi yang berkembang di negeri ini. Selain itu, Sudan juga terkenal dengan bahasa Arabnya yang fusha, di Sudan juga terdapat banyak pyramid yang konon usianya lebih tua dari yang ada di Mesir, yang terdapat di wilayah Shendy.

Terlepas dari konflik yang melanda Sudan, negeri ini banyak menyimpan mutiara-mutiara yang tidak banyak diketahui oleh banyak orang. Salah satunya adalah tradisi dan metode menghafal Alquran yang ada di Sudan, yang terdapat di berbagai daerah yang ada di Sudan. Tempat menghafal Alquran di Sudan ini disebut dengan Khalwah, semacam pondok yang menampung santri-santri sejak usia dini untuk menghafal Alquran.

Kebanyakan santri-santri yang menghafalkan Alquran di tempat Khalwah ini, masih kisaran anak sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah pertama. Dimana dalam menghafal Alquran di tempat Khalwah tersebut, santri tidak hanya diuji secara lisan untuk menyetorkan hafalannya. Akan tetapi juga dengan menuliskan hafalannya di atas papan kayu berbentuk persegi panjang, hal tersebut dilakukan supaya hafalannya semakin kuat dan tidak mudah hilang sekaligus belajar untuk menulis.

Para santri menuliskan ayat-ayat Alquran yang sudah dihafalnya ke papan yang sudah disediakan dengan tebal kira-kira 1,5 centimeter yang disebut dengan Laouh, dengan bantuan bolpoint kayu yang ditutulkan ke tinta, kemudian menuliskan ayat-ayat Alquran di atas papan tersebut. Ketika ayat-ayat yang dihafal sudah ditulis oleh santri, kemudian si santri menyetorkan papan yang ada tulisannya dan hafalannya kepada Syekh atau musyrifnya untuk ditashih, mulai dari huruf, harakat, panjang pendek harakat dan tanda baca lainnya yang sesuai dengan mushaf Alquran Rasm Usmani. Setelah selesai setoran, papan-papan tersebut dibersihkan oleh santri dengan direndam air dan kemudian digunakan lagi untuk menghafal ayat-ayat Alquran selanjutnya. Adapun jumlah yang dihafal, bervariasi ada yang satu halaman ada yang lebih.

Baca juga:  Sajian Khusus: Fikih Tanah oleh Dr. M. Ishom el-Saha

Tempat-tempat Kholwah ini banyak terdapat di daerah-daerah yang ada di Sudan dan berada jauh dari keramaian, yang mana santri benar-benar difokuskan untuk menghafal Alquran. Berbeda dengan pondok tahfidz yang ada di Indonesia yang dilengkapi dengan fasilitas yang begitu lengkap, di tempat Khalwah yang ada di Sudan  tempatnya begitu sederhana dengan alas berupa pasir Sudan atau sebatas lantai plesteran pasir dan semen.

Kegiatan menghafal biasanya di mulai dua jam sebelum Subuh, dengan membaca Alquran dan muroja’ah hafalannya. Kemudian setelah itu, dilanjutkan lagi setelah shalat Subuh untuk menghafalkan Alquran sampai dengan waktu pagi yaitu sekitar jam 9 waktu Sudan. Setelah itu, para santri kemudian menghafal dan menuliskan ayat Alquran dengan menyalinkan hafalannya ke papan kecil persegi panjang (laouh) yang disediakan, kegiatan tersebut berlanjut sampai malam hari, dengan beberapa jam untuk jeda istirahat. Di malam hari mereka juga melakukan muroja’ah hafalan Alquran bersama-sama dengan membentuk lingkaran-lingkaran kecil atau halaqah, kadang juga dengan menghidupkan api dan kemudian dikelilingi para santri sambil muraja’ah hafalannya di halaman masjid. Dan setelah itulah, kemudian para santri menyetorkan hafalannya beserta papan yang dijadikan media untuk menghafal dan menulis ayat-ayat Alquran.

Pada waktu liburan semester kuliah, tempat tempat Khalwah tersebut selalu menjadi tujuan teman-teman mahasiswa Indonesia yang kuliah di Sudan, baik yang mempunyai hafalan untuk menjaga dan menyempurnakan hafalannya dan juga bagi teman-teman yang ingin menghafalkan Alquran.

Baca juga:  Kopi Hitam dan Islam Indonesia

Penulis sendiri pada tahun 2016, berkesempatan untuk mengunjungi salah satu tempat Khalwah yang ada di daerah Gunung Arkaweet, yang terletak di wilayah Laut Merah, Sudan bagian Timur. Kira-kira perjalanan dari ibu kota Sudan yaitu Khartoum sekitar 14 jam. Kunjungan tersebut sendiri merupakan bagian tugas akademik dari kampus untuk memenuhi syarat lulus dan mendapatkan ijazah, dengan mengikuti kegiatan Qofilah Dakwiyah (kalau di Indonesia seperti KKN). Dan kegiatan tersebut sepengetahuan penulis hanya ada di kampus International University of Africa, yang sekaligus menjadi salah satu ciri khas kampus yang menjadi tujuan mayoritas mahasiswa Indonesia di Sudan.

Qafilah Dakwiyah sendiri adalah kegiatan akademik yang diwajibkan bagi setiap mahasiswa yang akan lulus, biasanya dilakukan setelah ujian semester enam pada waktu liburan semester selama 21 hari. Para mahasiswa dikirim ke daerah-daerah pedalaman dan terpencil yang ada di Sudan, yang masih jarang listrik dan akses air bersih yang sulit.

Tempat Qofilah Dakwiyah penulis sendiri ada listrik hanya waktu Maghrib sampai dengan jam 12 malam, dan waktu Subuh hanya hidup satu jam saja. Di pagi hari sampai sore hari tidak ada listrik, dan para mahasiswa diberi kegiatan untuk berdakwah kepada masyarakat sekitar, mulai dari mengajar di sekolah-sekolah yang ada dan lain sebagainya dengan keadaan suhu cuaca di bawah terik matahari berkisar 30 sampai dengan 40 celcius. Disinilah para mahasiswa diajari untuk menikmati dan merasakan kehidupan masyarakat Sudan yang ada di pedalaman, dengan berbagai keterbatasannya. Berbaur dan memahami budaya mereka, dan merasakan kehidupan sehari-hari mereka.

Dalam keadaan seperti itulah, para mahasiswa selain dituntut menguasai ilmu secara teori juga dituntut untuk mengamalkan tentang ilmu yang dikuasainya sesuai dengan keadaan masyarakat atau audiens yang ditemuinya.  Sehingga setelah selesai Qafilah Dakwiyah tersebut, mahasiswa diharapkan menjadi pribadi yang lebih baik dan rendah hati dalam segala hal.

Baca juga:  Hijrah sebagai Proses Transformasi

Adanya tempat menghafal Alquran atau yang dikenal dengan Khalwah tersebut, menjadi salah satu daya tarik tersendiri dari negeri Sudan, selain pertemuan Dua Nil, Bahasa Arab Fusha, Langgam Sudan, Thoriqoh Sufi, dan berbagai arkeologi peninggalan bangsa Nubia. Selain itu, kebanyakan tempat Khalwah tersebut juga menggunakan qiroah riwayat Imam Dury, salah satu dari sekian macam qiroah dalam membaca Alquran yang tersebar di dunia.

Tempat khalwah dengan metode klasiknya tersebut, telah mampu menghasilkan banyak para penghafal Alquran yang ada di Sudan dengan ciri khasnya yaitu langgam Sudan yang sekilas mirip dengan langgam Jawa. Sehingga banyak dari orang Sudan yang menanyai orang Indonesia, dengan pertanyaan-pertanyaan “Apakah kamu seorang Muslim? Apakah kamu hafal Alquran atau berapa juz kamu hafal Alquran?”. Dan yang menanyai hal tersebut bukan hanya dosen, tetapi juga sopir riksyah (bajai), penjaga baqolah (warung), pedagang di pasar. Bahkan diantara mereka juga banyak yang sudah hafal Alquran dan lulusan tempat-tempat Khalwah yang ada di Sudan.

Adanya tempat Khalwah ini telah membantu memberantas buta huruf dan memajukan pendidikan agama Islam di Sudan, karena selain belajar dan menghafal Alquran, tempat-tempat Khalwah ini juga mengajarkan belajar menulis, fikih dan bahasa Arab sejak usia dini yang menjadi tradisri di negara Sudan. Itulah salah satu tradisi yang ada di Sudan, yaitu belajar Alquran sambil menulis sejak usia dini dengan keadaan tempat yang sederhana, tetapi mampu menghasilkan banyak hafidz-hafidz Alquran. (RM)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
1
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top