Sedang Membaca
Dakwah Wali Songo (2): Pesantren dan Perkembangan Islam di Nusantara
Moh. Rivaldi Abdul
Penulis Kolom

Penulis adalah Alumni S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo, sekarang Mahasiswa Pasca (S2) Islam Nusantara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dakwah Wali Songo (2): Pesantren dan Perkembangan Islam di Nusantara

Whatsapp Image 2022 09 06 At 22.35.59

Secara sederhana pengertian pesantren berasal dari kata “santri” yang diberi awalan “pe-” dan akhiran “-an/-en”, yaitu pe-santr(i)-en yang merupakan tempat para santri belajar. Adapun “santri” berasal dari kata “cantrik”, sebagaimana D.M. Herman dalam “Sejarah Pesantren di Indonesia,” memiliki arti murid yang mengikuti gurunya.

Selain itu, menurut Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo bahwa “santri” merupakan adaptasi dari istilah “sashtri” yang bermakna orang yang mempelajari kitab suci (sashtra). Jadi, dapat dipahami bahwa santri bermakna seorang murid yang mengikuti guru (kiai) dalam belajar kitab suci atau ilmu agama Islam.

Pesantren pada dasarnya merupakan akulturasi sistem pendidikan Nusantara dengan ajaran Islam. Sebagaimana Agus Sunyoto menjelaskan, “Salah satu proses Islamisasi melalui dakwah Islam yang dilakukan para penyebar Islam melalui pengambilalihan sistem pendidikan lokal berciri Hindu-Buddha dan Kapitayan seperti dukuh, asrama, padepokan menjadi lembaga pendidikan Islam yang disebut ‘pondok pesantren’….”

Jika dalam sistem pendidikan Nusantara, seperti padepokan, terdapat wiku (calon pendeta Syiwa-Buddha) sebagai murid, resi sebagai guru, dan padepokan sebagai tempat belajar, maka dalam sistem pendidikan pesantren juga terdapat tiga unsur utama, yaitu santri, kiai, dan pondok. Adanya keselarasan nilai keislaman pada sistem pendidikan lokal sebelum Islam, membuat para wali dapat mengadaptasikannya dengan ajaran Islam sehingga melahirkan pesantren.

Baca juga:  Bidah Hasanah: Asal Usul Tanda Baca Alquran

Agus Sunyoto menjelaskan, “…pendidikan seorang wiku (calon pendeta Syiwa-Buddha) di tempat yang disebut dukuh, terdapat kemiripan-kemiripan dengan pendidikan di pesantren-pesantren tradisional Islam, di mana aspek pendidikan lebih dititik-beratkan kepada pembentukan watak dan budi pekerti siswa-siswa yang ditandai oleh lulusan-lulusan berwatak mulia, cerdas, berbudi pekerti luhur, jujur, tidak membenci, suka menolong, menjalankan syariat dengan baik, selalu bersyukur dan berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan.”

Berdasarkan keselarasan ajaran Nusantara dengan Islam, para wali dapat membumikan Islam di Nusantara. Dan, salah satu jalan yang dilakukan oleh para wali adalah mengadaptasi sistem pendidikan Nusantara ke dalam Islam, sehingga melahirkan pesantren sebagai pendidikan Islam khas Nusantara.

Eksistensi pesantren di Nusantara sudah berjalan ratusan tahun. Ahmad Muhakamurrohman dalam “Pesantren: Santri, Kiai, dan Tradisi” menjelaskan bahwa pesantren mulai muncul pada abad ke-16 M. Salah satu pesantren awal adalah Pesantren Ampeldenta yang diasuh oleh Sunan Ampel.

Sunan Ampel mengajari santri-santriwatinya membaca al-Qur’an, mendalami syariat, dan juga tasawuf. Dia tidak hanya mencetak ulama yang mumpuni dalam keilmuan Islam, namun juga dari pesantrennya keluar para penyebar Islam yang melanjutkan perjuangan Wali Songo. Alumni Ampeldenta yang terkenal adalah Sunan Drajat, Sunan Bonang, dan Sunan Giri yang punya pengaruh besar dalam perkembangan Islam di Nusantara.

Baca juga:  Renungan Syekh Izzudin bin Abdissalam (2): Biji “Kun” dan Janji Primordial

Sunan Giri sebagai alumni Ampeldenta juga mengebangkan dakwah Islam melalui jalur pendidikan. Pesantren Sunan Giri sangat terkenal, sehingga orang-orang dari berbagai penjuru Nusantara datang nyantri di pesantrennya. Melalui para santri Sunan Giri terbentuk jejaring Giri yang merupakan perpanjangan pengaruh Wali Songo di luar Jawa. Jejaring Giri diketahui sukses menyebarkan Islam tidak hanya di Jawa, namun hingga ke berbagai penjuru Nusantara: Kalimantan, Sulawesi, Ternate, hingga Nusa Tenggara.

Salah satu alumni Pesantren Giri yang sukses mendakwahkan Islam di luar Jawa adalah Datuk ri Bandang. Sebagaimana saya pernah menjelaskan dalam esai “Dakwah Jaringan Wali Songo Menembus Batas Pulau Jawa,” bahwa Datuk ri Bandang merupakan satu dari Datuk Tellue (tiga datuk): Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro, dan Datuk Patimang. Ketiga datuk tersebut merupakan ulama Minangkabau yang sukses menyebarkan Islam di Gowa (Makassar saat ini). Selain itu, Datuk ri Bandang juga diketahui menyebarkan Islam hingga ke Bima di Nusa Tenggara dan Kutai di Kalimantan.

Kesuksesan pesantren yang diasuh oleh Wali Songo tidak hanya mencetak santri yang mumpuni dalam keilmuan Islam, namun juga mencetak santri yang berakhlak dan menjadi penyebar Islam di Nusantara. Sehingga, melalui dakwah Wali Songo di bidang pendidikan Islam semakin berkembang dari tanah Jawa ke berbagai penjuru Nusantara.

Baca juga:  Sumber-Sumber Penting untuk Membaca Hubungan Islam, China, dan Nusantara

 

 Daftar Pustaka

Sunyoto, Agus. Atlas Wali Songo. Tangerang: Pustaka IIMaN, 2017.

Herman, D.M. “Sejarah Pesantren di Indonesia.” Jurnal al-Ta’dib, Vol. 6, No. 2, 2013.

Muhakamurrohman, Ahmad. “Pesantren: Santri, Kiai, dan Tradisi.” Jurnal Ibda’, Vol. 13, No. 2, 2014.

Abdul, Moh. Rivaldi. “Dakwah Jaringan Wali Songo Menembus Batas Pulau Jawa.” Ibtimes.id, 09/02/2022.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top