Sedang Membaca
Kitab Akhbar al-Hamqa: Cerita Orang-orang Wagu dan Pelupa
Muhammad Sofiyulloh
Penulis Kolom

Mahasantri Ma'had Aly Lirboyo Kediri asal Nganjuk.

Kitab Akhbar al-Hamqa: Cerita Orang-orang Wagu dan Pelupa

Kitab

Kalau mas Puthut Ea punya buku kumpulan esai yang diberi judul Enaknya Berdebat dengan Orang-orang Goblok, Ibnu al-Jauziy punya kitab berjudul Kisah Orang-orang Wagu dan Pelupa.

Mas Puthut Ea melihat bahwa, meskipun sering membosankan dan menjengkelkan, mendengarkan celotehan orang-orang sesat pikir terkadang justru menghibur.

Siapa tahu, pura-pura menyimak, sedikit menanggapi, tidak mengumpat di hadapannya, dan macak antusias adalah tindakan yang terhitung sedekah bagi mereka.

Selain itu, kita berpeluang besar untuk bersyukur atas kedunguan kacau yang dilakukan orang lain. Tinggal mau atau tidaknya. Seperti yang dicontohkan Mbahyai Arwani kudus, yang bersyukur sebagai yang dicopet, bukan yang mencopet. Beliau menjadikantak hanya sekadar kedunguanlelaku kriminal orang lain kepada beliau sebagai kesempatan untuk bersyukur kepada-Nya.

Nah, Ibnu al-Jauziy punya kitab yang mirip dengan esai Mas Puthut Ea, yaitu ‘Kisah Orang-orang Wagu dan Pelupa’.

Selain sebagai pasangan dan pelengkap kitab ‘Kisah Orang-orang Cerdas’ (Akhbar Al-Adzkiya’), Ibnu al-Jauziy mengarang ‘Kisah Orang-orang Wagu dan Pelupa’ karena tiga hal;

Pertama, ya bersyukur itu tadi. Kata beliau, pembaca yang ‘berakal’ pasti akan menyadari anugerah Allah karena tidak ditakdirkan sebagai bagian dari golongan orang-orang wagu dan pelupa.

Dulu, Nabi Adam pernah ‘protes’ kepada Allah, kenapa dapuran anak turunnya dibuat berbeda. Ada yang terlahir tunarungu, tunawicara, atau kalau boleh ditambahkan, ada juga yang tunarindu. Hehehe…

Baca juga:  Ensiklopedia Saintis Junior: Matematika itu Indah

Allah lantas menjawab: “Wahai Adam. Agar kalian bersyukur kepada-Ku”

Kedua, dengan pengelompokan yang tertera di daftar isi, misalnya: kepongahan tentang periwayatan hadis, bacaan Al-Quran, hal ihwal Nahwu, Sharaf dan sebagainya itu, pembaca diharapkan agar tidak menjadi korban kedunguan yang sama.

Yang cukup menggelitik, Ibnu al-Jauziy di bagian ini menuturkan bahwa tujuan kedua ini hanya berlaku untuk orang-orang yang tidak terlahir ‘angel’, pelupa dan kacau. Untuk yang sudah gawan lahir tetap bisa dirubah kok. Tapi sulit. Hahaha…

Ketiga, sekadar intermeso dan pelepas penat saja.

Manusia kan homo ridens (makhluk yang bisa tertawa). Artinya, manusia harus bahagia dan pandai-pandai menghibur diri di tengah ingar-bingar kehidupan ini.

Membaca kitab Ibnu al-Jauziy ini sama halnya dengan meningkatkan sense of humor kita menjadi lebih elegan dan sama sekali tak melanggar batas-batas syariat.

Salah seorang sahabat Nabi bernama Handzalah, pernah risau dirinya tergolong ‘munafik’, hanya karena ketika berkumpul dengan keluarganya, ia tidak bersikap sebagaimana saat mendengarkan dawuh Nabi hal ihwal surga dan neraka.

Nengklengake, khuysuk, serius dan serba-serbinya tatkala menyimak petuah Nabi, bersukaria dan bercanda gurau saat berkumpul dengan keluarganya. Ketika hal itu ia tanyakan pada sayidina Abu Bakar, beliau menjawab: “Saya pun juga begitu”.

Baca juga:  Serat Tuhfah: Tembang Manunggaling Kawula Gusti di Jawa

Nah, di antara kekonyolan yang diceritakan beliau begini: ada orang wagu yang baru tahu bahwa setan tidak ikut makan atau minum ketika seseorang membaca bismilah.

Pulang ngaji, ia membuat semacam riset penelitian atas dawuh yang baru didapatnya itu. Ia menyuruh temannya makan roti yang luar biasa kering tanpa membaca bismilah. Pas mau minum baru baca bismilah. Niscaya setan itu akan dehidrasi dan kendat, katanya.

Batin saya, setankan terbuat dari api. Mana mungkin mereka minum air, bunuh diri dong.

Ada juga kisah orang wagu yang jadi imam salat. Kisah ini dialami A’masy (salah satu perawi hadis). Suatu ketika, ia melewati masjid bani Asad, persis saat azan berkumandang. Ia pun masuk ke masjid tersebut untuk salat berjamaah. Sebagai makmum.

Di rakaat pertama, imam salat membaca surat Al-Baqarah, sampai habis. Disusul Ali Imran di rakaat keduanya.

Usai jamaah, A’masy protes kepada si imam: “Heh! Apa kamu tidak takut kepada Allah? Bukankah Nabi telah memerintah imam untuk meringkas salatnya, melihat kondisi makmum yang bermacam-macam itu?”

Secara tegas, sang imam menjawab dengan ayat yang telah dibacanya di rakaat pertama tadi: “Sesungguhnya salat itu berat, kecuali bagi khasyi’in, orang-orang yang khusyuk”.

A’masy menimpali: “Itu benar! Tapi saya adalah utusan khasyi’in yang diperintah untuk memberitahu bahwa, kamu itu ruwet!”

Baca juga:  Haul Nurcholish Madjid (1): Menelaah Disertasi Cak Nur Tentang Ibnu Taimiyah

Ada lagi kisah yang cukup membagongkan. Pada suatu hari, sebagian kaum Quraisy bepergian seorang laki-laki dari bani Ghifar. Nahas sekali. Di tengah jalan mereka disambut angin topan yang begitu dahsyat. Mereka dibuat putus asa, hinggga tak berharap selamat.

Demi meraih rida Allah dan husnulkhatimah, masing-masing dari mereka pun memerdekakan budaknya. Kecuali lelaki suku Ghifar itu. Dia nggak punya budak.

Dalam mode kumprung, ia berdoa: “Ya Allah! Saya nggak punya budak. Tetapi saya memutuskan untuk menjatuhkan talak tiga pada istri saya demi meraih rida-Mu!”

Tak hanya menceritakan dagelan saleh, pada bab lima, Ibnu al-Jauziy juga menuturkan ciri-ciri orang dungu secara fisiognomis. Saya tidak ingin menyebutkan banyak soal ini, saya agak takut. Tapi yang jelas, bentuk kepala besar dan jenggot yang menjuntai kelewat panjang adalah salah satu ciri-cirinya.

O ya, humor bulan Ramadan “Minumlah, azannya belum sampai sini, itu azan di sebelah sana”, juga ada di kitab ini.

Masih banyak lagi kisah lucu yang lainnya. Walhasil, kitab Akhbar Al-Hamqo wa Al-Mughoffilin ini sangat cocok untuk jiwa-jiwa teklok dan random yang baca komentar ngawur di medsos saja sudah cekikikan.

Semoga bermanfaat.

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
2
Terhibur
3
Terinspirasi
0
Terkejut
2
Scroll To Top