Mario Excel Elfando
Penulis Kolom

Mahasiswa, jurusan Kajian Timur Tengah dan Islam. Bisa disapa lewat akun Twitter: mario_elfando.

Ustazah Halimah Alaydrus: Kemunculan Suara Perempuan dalam Sufisme Urban

Feature Hijab Woman 1536x870

Sufisme urban telah menjadi fenomena keagamaan yang menjamur di kalangan masyarakat modern dan sudah berlangsung hingga saat ini. Hal ini karena adanya dahaga masyarakat modern akan spiritualitas. Kehidupan perkotaan yang memenatkan dan materialistis menjadikan masyarakatnya merasa jenuh dan mencari hal-hal yang bisa memenuhi dahaga mereka itu. Tak jarang masyarakat memenuhinya dengan mengikuti kajian dan praktik tasawuf. Namun, menurut Howell, tasawuf di perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan praktik tasawuf di perdesaan yang berbasis tarekat. Tasawuf di perkotaan inilah yang kemudian disebut urban sufism.

Belum lama ini, persoalan kebangkitan tasawuf dibahas dalam Rapat Persiapan Multaqo Sufi Dunia di Pekalongan, tepatnya pada 1 Februari 2023. Dalam kesempatan itu, Ketua Jatman, Habib Luthfi bin Yahya, menyampaikan bahwa tantangan tasawuf di masa depan akan luar biasa. Oleh sebab itu, agar tasawuf dapat bersaing di kancah internasional, ada elemen-elemen yang perlu diperhatikan oleh para ahli tasawuf, salah satunya adalah kaum wanita. Pasalnya, berbeda dengan wanita Timur Tengah yang mendapat banyak pembatasan, di Indonesia wanita memiliki peran-peran publik yang tak terbilang kecil. Dunia perdagangan dan pertanian, misalnya, banyak dijalankan oleh kaum wanita. Maka dari itu, kaum wanita mesti dimanfaatkan pula untuk membantu perkembangan sufisme dan pesantren sesuai dengan porsinya.

Jika dilihat, saat ini apa yang diharapkan oleh Habib Luthfi memang sudah mulai terwujud. Jika dalam tarekat-tarekat di perdesaan terdapat perempuan-perempuan yang menjadi muqaddam, mursyid, dan guru; dalam konteks sufisme urban, dikenal pula beberapa ustazah yang mengajarkan tasawuf dan memiliki banyak jemaah. Salah satunya yang sangat dikenal adalah Ustazah Halimah Alaydrus. Pendakwah kelahiran Indramayu ini berdakwah tak hanya di Indonesia, tetapi juga secara internasional, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Yaman, dan Oman. Di Indonesia, beliau mengisi banyak majelis, termasuk di kota-kota besar seperti Jabodetabek dan Yogyakarta. Saat ini, pengikut akun Instagramnya mencapai 1,3 juta orang. Namanya mencuat setelah beliau mengadakan perayaan maulid Nabi di Istora Senayan, Jakarta, dan kajian-kajiannya menjadi viral di Tiktok.

Baca juga:  Madam Curie: Perempuan di antara Cinta, Fisika dan Kimia

Ustazah Halimah Alaydrus adalah mengenyam pendidikan Islam secara tradisional. Beliau memondok di Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang; At-Tauhidiyah, Tegal; Darul-Lughah wad-Da‘wah, Pasuruan; dan Daruz-Zahra’, Hadramaut. Beliau belajar pada ulama-ulama perempuan, seperti Hubabah Ummu Salim dari Hadramaut dan Hubabah Bahiyyah dari Salalah, Oman. Perjalanan beliau menuntut ilmu dan bertemu dengan ulama-ulama perempuan dituliskannya dalam buku Bidadari Bumi.

Ustazah Halimah Alaydrus dikenal sebagai keturunan Rasulullah saw.. Kemunculan beliau sebagai seorang syarifah dalam perkembangan tasawuf perkotaan memang wajar terjadi. Sebab, menurut Zamhari dan Howell (2012), sufisme gaya baru yang muncul pada masyarakat perkotaan memang banyak ditokohi oleh para habaib. Hal ini menarik masyarakat kota, terlebih di Jakarta yang memang sejak lama mengenal para habaib dengan perannya sebagai ulama, mufti, dan guru. Ini agak berbeda dengan majelis-majelis di perdesaan yang lebih banyak dipimpin oleh para kiai. Namun, jika selama ini keturunan Rasulullah yang dikenal berperan dalam tasawuf perkotaan biasanya laki-laki, kini terlihat pula dari kalangan perempuan.

Ustazah Halimah Alaydrus mentransmisikan ajaran-ajaran tasawuf berdasarkan tarekat Alawiyah, sebuah tarekat yang disebut oleh Azyumardi Azra sebagai sufisme yang merakyat. Ada pula yang mengategorikan tarekat Alawiyah sebagai neosufisme. Hal ini karena tarekat Alawiyah berbeda dengan tarekat-tarekat lainnya, yakni tidak mempraktikkan sistem umum tarekat secara ketat, seperti baiat, talkin, mursyid, dan khalifah. Siapa saja bisa mengamalkan tarekat Alawiyah tanpa berbaiat. Oleh sebab itu, tarekat Alawiyah sangat cocok untuk diterapkan pada sufisme perkotaan.

Baca juga:  Kesehatan Ibu dan Anak Era Covid-19 (4): Nutrisi, Imunisasi, dan Sosialisasi Anak

Menariknya, di kancah sufisme urban, Ustazah Halimah Alaydrus dapat berdakwah dengan tetap mempertahankan nilai tradisional yang dipelajarinya, yakni menjadi perempuan yang meneladan Sayidah Fatimah dalam menjaga diri. Ustazah Halimah berusaha tidak memandang dan tidak dipandang laki-laki. Majelisnya khusus perempuan. Di luar majelis, beliau mengenakan cadar, tetapi tidak pernah memaksa jemaahnya untuk bercadar. Kendati seorang tradisionalis, Ustazah Halimah tetap memanfaatkan teknologi modern agar dakwahnya tersebar luas kepada siapa pun. Atas izin gurunya, Habib Umar bin Hafizh, beliau mengunggah rekaman kajian-kajiannya di media sosial dan mengadakan live streaming. Hal ini turut memudahkan perempuan yang memiliki kesibukan rumah tangga dan tak sempat pergi ke majelis untuk bisa mengakses kajian beliau.

Di samping Ustazah Halimah, terdapat pula ustazah-ustazah lainnya yang juga memiliki peran besar dalam menghidupkan sufisme urban secara umum dan mentransmisikan ajaran tarekat Alawiyah pada khususnya. Di antaranya adalah Ustazah Amiroh Novel Jindan, Ustazah Aisyah Farid BSA, Ustazah Mufidah Saggaf Aljufri, Ustazah Muna Almunawwar, dan Ustazah Sania Mutahar. Semoga saja keterlibatan perempuan dalam keberlangsungan tasawuf dapat terus berlanjut sebagaimana yang diharapkan Habib Luthfi bin Yahya.

Referensi

Alaydrus, H. (2019). Bidadari Bumi: 9 Kisah Wanita Salihah. Wafa Production.

Habibi, I. (2019). Perempuan dalam Thariqah (Studi terhadap Peran Perempuan dalam Thariqah Tijaniyah Bangka). Scientia: Jurnal Hasil Penelitian4(2), 181-204.

Baca juga:  Ummu Ziyad Al-Asyja’iyyah, Perempuan Perjuang di Jalan Allah

Husein, F. (2021). Preserving and Transmitting the Teachings of the Thariqah ‘Alawiyyah: Diasporic Ba’Alawi Female Preachers in Contemporary Indonesia. The Journal of Indian Ocean World Studies4(2), 165-187.

Ibrahim, U. (2001). Thariqah Alawiyyah. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Millatin, K. (2023). Pesan Habib Luthfi bin Yahya tentang Kebangkitan Tasawuf Melalui Pemuda, Pedagang, dan Wanita. https://jatman.or.id/pesan-habib-luthfi-bin-yahya-tentang-kebangkitan-tasawuf-melalui-pemuda-pedagang-dan-wanita/, 24 Februari 2023, pk. 22.00 WIB.

Setiawan, A.R. (2020). “Sharifah Halimah Alaydrus: a Female Preachers For Our Time” Alobatnio Research Society. https://osf.io/preprints/socarxiv/zb8qe/

Zamhari, A., & Howell, J.D. (2012). Taking Sufism to the Streets: Majelis Zikir and Majelis Salawat as New Venues for Popular Islamic Piety in Indonesia. Review of Indonesian and Malaysian Affairs, 46 (2).

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
1
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top