Sedang Membaca
Merenungi Makna Hijrah dari Masa Nabi hingga Era Media Sosial
M. Bagus Irawan
Penulis Kolom

Editor buku "Menolak Wahabi (Sahifa, 2015) dan "Kritik Salafai Wahabi" (Sahifa, 2017)

Merenungi Makna Hijrah dari Masa Nabi hingga Era Media Sosial

Islam Sosial Media

Hijrah memiliki bentangan makna yang teramat luas. Hijrah adalah fase paling spektakuler dalam historisitas Islam. Semenjak hijrah-lah, Umar mendapatkan ilham untuk menjadikannya awal kalender hijriah. Dari hijrah pula, banyak pelajaran yang bisa dipetik umat Islam sepanjang zaman. Makna hijrah pun mengalami perluasan yang selalu bertransformasi dengan kemajuan peradaban manusia. Hijrah menjadi sebuah entitas yang penting dimaknai secara positif untuk mengambil ibrah perjalanan Nabi dari Mekkah ke Madinah. Bahwa perjalanan itu berangkat dari pesan-pesan ilahiah dari kemandegan umat Islam di Mekkah menuju kegemilangan di Madinah serta ke alam semesta.

Sebelum melakukan hijrah, pernah suatu ketika Rasulullah mengalami perasaan yang sedih selama beberapa hari memikirkan umat Islam dan perkembangannya di Mekkah yang stagnan bahkan mengalami fase-fase terberat—setelah wafatnya Abu Thalib dan Siti Khadijah—serta tekanan kaum kafir semakin menjadi-jadi. Rasulullah melihat dakwahnya di Mekkah semakin terancam pasca kepergian dua pelindung utamanya di sana. Lalu Allah pun menegurnya agar terus melanjutkan dakwah dengan turunnya surah Ad-Dhuha. Langkah hijrah pun diambil, pilihan pertama adalah Thaif, dengan harapan mendapat perlindungan dari gangguan kafir Quraisy yang semakin bengis. Sayangnya, harapan itu sirna, lantaran Rasulullah malah dipermalukan dan dianiaya. Namun harapan akan janji Allah mulai nyata, pada tahun 621 M (tahun dua belas kenabian) diawali dengan datangnya 12 orang lalu setahun kemudian menjadi 73 orang dari Yatsrib yang berbaiat pada Rasulullah.

Disusunlah perjanjian Aqabah kedua yang menjadi semacam proposal yang diajukan oleh penduduk Yatsrib agar Rasulullah berkenan hijrah ke kotanya. Adapun isi perjanjiannya adalah: (1) Penduduk Yatsrib dengan tangan terbuka menyambut kedatangan serta memberikan perlindungan penuh kepada Nabi Muhammad, (2) Penduduk Yatsrib akan turut andil memperjuangkan dakwah Islam baik dengan harta dan jiwanya, (3) Penduduk Yatsrib bersedia menanggung segala resiko dan tantangan dengan kehadiran Nabi Muhammad di wilayahnya. Perjanjian ini pada akhirnya sampai ke telinga pemimpin kafir Quraisy, merekapun merapatkan barisan untuk menghadang Muhammad tidak bisa keluar dari Mekkah. Mereka sepakat menyerbu kediaman Muhammad dengan pengiriman pemuda tangguh dari setiap kabilah. Tugasnya tak lain, mengintai, menyergap, menahan lalu menghabisi nyawa Muhammad.

Baca juga:  Praktik Fikih Selama Pandemi (1): Beragama Seperti Bersesuci dengan Air Seni?

Muhammad sudah mengetahui rencana picik kaum kafir Quraisy hal itu lantaran turun firman Allah QS. Al-Isra: 80,

وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِى مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِى مُخْرَجَ صِدْقٍ وَٱجْعَلْ لِّى مِن لَّدُنْكَ سُلْطَٰنًا نَّصِيرًا

Berdoalah (Muhammad), “Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam setiap tugas kehidupan beserta ridhamu. Keluarkanlah aku dari setiap tugas kehidupan juga dengan ridhamu. Berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuatan yang menolong.

Kemudian Nabi menemui Abu Bakar dan mengajaknya untuk berhijrah ke Yatsrib. Namun sebelumnya telah diatur siasat dan strategi yang matang. Mulai dari penyiapan kendaraan di bawah kendali Abu Bakar, penetapan rute memutar ke Yatsrib dengan merekrut penunjuk jalan handal yakni Abdullah dari Bani Adil yang seorang kafir. Di samping pula pasokan perbekalan yang dikirim oleh Aisyah ra. dan Asma ra., pengelabuan yang dilakukan Ali bin Abi Thalib yang menyamar sebagai Nabi di rumahnya, juga pemantauan gerak-gerik lawan yang dilakukan ‘Amir dan Fuhairah; yang kesemuanya menunjukkan bahwa Nabi Muhammad adalah manusia biasa yang perlu mempersiapkan secara matang agar misi yang dituju berhasil. Dan benar saja, setelah hijrah ke Yatsrib yang berganti nama menjadi Madinah menjadi kunci keberhasilan dakwah Islam. Boleh dikata, selama 13 tahun berdakwah di Mekkah Rasulullah belum berhasil, namun Allah berikan kemenangan dakwah Islam setelah 10 tahun berdakwah di Madinah, kota Nabi.

Baca juga:  Islam Nusantara dan "The Fallacy of Straw Man"

Makna di balik hijrah Nabi adalah proses pendidikan umat agar terus berpikir positif dalam segala hal. Niatkan dengan ikhlas karena Allah, lalu bersungguh-sungguhlah meraih tujuan yang hendak dicapai sebagai upaya perbaikan diri menjadi lebih baik. Hijrah Nabi bukan sekadar sesuatu yang biasa saja, bukan sekadr upaya menghindari kebengisan kafir Quraisy. Lebih dari itu, hijrah Nabi ditandai dengan pengorbanan serta perjuangan yang demikian berat, serta menjelaskan kepada umat pesan-pesan al-Qur’an yang demikian agung.

Tren Hijrah di Media Sosial

Pemaknaan hijrah di era sekarang berevolusi yang pada mulanya bersifat historis-teologis menjadi sangat metaforis. Di mana hijrah dimaknai sebagai pertaubatan atau perubahan diri menjadi lebih islami. Dengan kata lain, hijrah yang populer di media sosial dimaknai sebagai melepaskan diri dari sesuatu yang dianggap buruk menuju sesuatu nilai yang dianggap baik. Tren hijrah di media sosial Indonesia melahirkan pelbagai dimensi populisme Islam di segala bidang kehidupan. Cakupan penilaian baik-buruk pun hanya dipandang dari satu mazhab atau satu sudut pandang. Gerakan-gerakan hijrah mewujud dengan hiruk-pikuknya generasi muda yang sangat vokal di jagat maya melalui media sosial.

Pelbagai bentuk aksi hijrah pun menjadi viral di media sosial seperti gerakan hijrah dari pacaran konvensional menjadi taaruf yang islami. Hijrah dari riba bank menuju penggunaan dirham ataupun bank syariah. Hijrah dari keterbukaan aurat menjadi berhijab. Hijrah para artis yang dulu dikenal glamor serta kehidupan bebas menjadi sangat religius. Hingga hijrah dari satu mazhab menuju mazhab lain yang dianggap paling benar. Sampai hijrahnya para simpatisan teroris ISIS di seluruh dunia menuju medan pertempuran di Suriah maupun Irak. Kesemuanya memakai kata hijrah di balik gerakan yang diusung apapun motif, pesan maupun tujuan dibelakangnya. Sayangnya para pendakwah gerakan hijrah tersebut malah menimbulkan jurang ataupun sekat-sekat dengan masyarakat yang belum berhijrah. Mereka menganggap dirinya yang sudah berhijrah lebih bersih dan beriman ketimbang kelompok yang dinilainya belum berhijrah.

Baca juga:  Tafsir Al-Ghazali soal Renungan Ketuhanan Nabi Ibrahim

Justru pemaknaan yang salah pada pelabelan gerakan hijrah itu sendiri akan mereduksi makna agung di balik term hijrah yang dimaksudkan dalam al-Qur’an dan hadits. Jangan sampai kita mencederai keagungan hijrah Nabi Muhammad dengan pemaknaan hijrah yang serampangan ataupun perwujudan gerakan hijrah seremonial yang lekat dengan populisme maupun konsumerisme Islam di baliknya. Pasalnya ada sebagian ustadz dari gerakan hijrah yang justru menyebarkan pesan-pesan yang jauh dari makna hijrah hingga menimbulkan sikap kecurigaan, kebencian dan kemarahan pada kelompok lain yang tidak sepaham. Jangan sampai gerakan hijrah malah dipakai untuk menggalang dana untuk teroris seperti ISIS maupun JI yang kerap melakukan aksi teror bom kepada musuh-musuh yang tidak sealiran di seluruh dunia. Wallahu ‘alam

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top