Sedang Membaca
Annangguru Isa, Ulama Perempuan yang Zuhud dari Tanah Mandar

Annangguru Isa, Ulama Perempuan yang Zuhud dari Tanah Mandar

Akhir tahun 1985, saat umur belum cukup setahun, kedua orangtua saya memberi nama: Abdul Wahab. Entah kenapa, dengan nama itu, saya sering sakit-sakitan, acapkali demam. Kata orang Mandar: Marenge’.

Dengan kondisi demikian tersebut, ibu saya, Zaenab, dirundung kecemasan. Beliau kemudian berkonsultasi dengan Inna’na Syarifa (sudah almarhumah) perihal kesehatan saya itu.

Inna’na Syarifa adalah perempuan ramah, seorang tetua kampung yang banyak menolong dan membantu para ibu di kala persalinan. Waktu itu, beliau adalah tumpuan warga, negara belum mewajibkan rakyatnya bersalin di Puskesmas dan rumah sakit, pun BPJS kesehatan masih sangat asing di telinga.

Dari konsultasi itulah selanjutnya, ibu mengganti nama saya menjadi Muhammad Arif, setelah itu membawa saya sowan ke Boyang Kaiyyang (kediaman Annanggurutta’ KH. Muhammad Thahir Imam Lapeo) di Desa Lapeo, Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Di sana, kami bersilaturrahim dengan salah satu puteri kesayangan Imam Lapeo, yaitu almagfurlah Annanggurutta’ Hajjah Sitti Aisyah Thahir (Annangguru Isa). Sosok ulama perempuan yang zuhud, wajahnya teduh, tutur sapanya yang teramat lemah lembut.

Di hadapan Annangguru Isa, dipangkuan ibunda tercinta, saya menjemput sebuah nama baru. Nama yang disetujui Annangguru Isa, nama yang kini menapak tubir kehidupan dengan sehat walafiat. Nama yang seiring berjalannya waktu, kini lancang menulis beliau. Mengabarkan–kebersahajaannya di hadapan pembaca sekalian.

Baca juga:  Kekerasan Seksual (2): Keadilan Belum Menyentuh Perempuan

Bukan hanya keluarga saya, hampir semua warga kampung, jika memiliki hajat, tak afdol rasanya jika tak sowan ke kediaman Imam Lapeo, berjumpa anak-anak beliau, sembari nyekar di pusara yang selalu ramai peziarah, tepat di halaman kompleks masjid Nuruttaubah Lapeo.

Satu hal yang teramat kami syukuri di keluarga, (terkhusus lagi keluarga nenek di Kappung Buttu, Desa Suruang, Campalagian). Bahwa nenek saya (ibu dari bapak), almarhumah Sangnging, sewaktu remaja, pernah mengaji di Boyang Kaiyyang, bahkan sempat mukim di sana.

Dari almarhumah neneklah kemudian, dulu kami di keluarga sering mendengar nama Annangguru Isa. Nenek saya sewaktu nyantri di Boyang Kaiyyang, banyak bersentuhan dengan beliau.

Annnangguru Isa adalah potret ulama perempuan yang dikenal kharismatik. Dekat dengan pakkappung (masyarakat kecil). Hidupnya semata-mata diabdikan untuk melayani umat.

Sepeninggal ayahanda beliau: Sang Waliullah Imam Lapeo, Annangguru Isa dan saudara-saudaranya yang lain, siang malam terus melayani umat yang datang berburu berkah. Pun, untuk sejenak merebahkan badan, hampir muskil beliau tunaikan.

Beliau dan saudara-saudaranya yang lain adalah lentera dari sekian lentera yang menerangi tanah Mandar tercinta. Mengobati dahaga keagamaan masyarakat, penenang bagi siapa saja yang dirundung duka nestapa.

Annangguru Isa adalah perempuan tangguh, yang terus berjuang menjaga marwah Islam Ahlusunnah waljamaah An-Nahdliyah di tanah Mandar bahkan hingga ke kota Makassar Sulsel.

Baca juga:  Kelas Poligami Nasional dan Islam Moderat

Seperti yang diceritakan salah seorang keluarga beliau, muballigh muda, Ustad Ahmad Multazam, kepada saya suatu ketika.

Tatkala Annangguru Isa diamanahi oleh NU menjadi pimpinan Muslimat NU Sulawesi Selatan (Sulsel), beliau bergerak di berbagai bidang dakwah, bidang pendidikan, dan bidang sosial lainnya.

Di bidang pendidikan misalnya beliau mendirikan Yayasan Nahdliyat di Kota Makassar pada jenjang SMP dan SMA. Sedangkan di bidang sosial mendirikan panti asuhan Nahdliyat di Kota Makassar Sulsel. Panti asuhan tersebut masih eksis sampai sekarang.

Dan di bidang keagamaan, beliau mendirikan pesantren Assalafy Attahiriyah, yang berada di Desa Lapeo, Campalagian, samping masjid Nuruttaubah lapeo.

Itulah narasi singkat tentang Annangguru Isa Imam Lapeo. Ulama perempuan yang zuhud, kharismatik berikut sejumput jejak-jejak pengabdiannya.

Annangguru Isa adalah fakta sejarah bahwa perempuan bisa menjadi ulama, dan masih banyak ulama-ulama perempuan lain di Tanah Mandar, yang memiliki jejak pengabdian dalam merawat tradisi, membangun jamaah dan memajukan jamiyah.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
1
Lihat Komentar (2)

Komentari

Scroll To Top