Alumni Mahasiswa IAIN Tulungagung, jurusan Tasawuf dan Psikoterapi (TP). Saat ini menjadi Guru Bimbingan Konseling di salah satu sekoalah di Tulungagung.

Himpitan Guru di Era Internet

Guru, sejak dulu dinilai sebagai  penyalur ilmu pengetahun. Namun kini, apakah guru masih bisa dianggap demikian? Pertanyaan itu mengahantui saya sejak lama.

Saya mengamati bahwa guru saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh anak-anak Generasi Z.  Sebab mereka lebih memilih media internet untuk belajar ilmu pengetahuan.

Internet sekarang ini sudah merambah di berbagai macam keadaan. Internet ini bisa dilihat dari perkembangannya di Google. Segala macam di Google sekarang ada. Tools-tools (alat) sudah hampir lengkap diberikan oleh Google. Sebagai contoh ada you tube, gmail, google drive, google form, google clasroom dan masih banyak lagi.

Di sini mau tidak mau seorang guru, harus bersinggungan langsung dengan namanya tools-tools yang ada di dalam internet. Sebab para murid yang sedang belajar di sekolahan rata-rata sudah memakai berbagai macam alat itu.

Sedangkan masih banyak para pengajar di sekolahan yang kurang mampu mengikuti perkembangan zaman. Di sini bisa dipahim guru seperti  kurang melek terhadap teknologi.

Anak-anak sekolah lebih memilih hal-hal instan melalui internet. Karena bagi mereka segala hal ada. Contoh saja di You Tube, segala macam pengetahuan alam maupun sosial semua ada. segala teori di bangku sekolah sudah tercangkup di dalam internet.

Baca juga:  Saatnya Mulut Diam dan Tangan Berbicara

Lantas jika seperti itu, disekolahan masihkah dibutuhkan seorang guru sebagai penyalur ilmu pegetahuan? Jika hanya seperti itu, guru akan tergantikan oleh internet.

Sekarang cobaan guru lebih berat daripada 15 tahun yang lalu. dulu internet belum sampai sepesat saat ini. Kalau guru tidak melek teknologi akan tergilas oleh zaman. Hal semacam ini memang perlu diperhatikan sebagai seorang guru. Menambah wawasan dan melek teknologi jelas harus dipelajari dan beriringan setiap harinya.

Namun, ada beberapa hal yang tidak bisa digantikan oleh internet, seperti  akhlalkul karimah atau pendidikan karakter. Prof Said Aqil Siroj dan Mamang Muhamad Haerudin dalam bukunya Berkah Islam Indonesia, menjelaskan akhlakul karimah adalah sesuatu keadaan yang tidak akan terpengaruh oleh kebudayaan dan peradaban waktu itu (era internet), melintasi ruang dan waktu dan dimiliki oleh setiap manusia kapan pun waktunya. (hal. 21).

Bahkan Al Ghazali menafsirkan akhlakul karimah merupakan sifat dan gambaran jiwa.

Di Indonesia, kita mengenal pendidikan karakter. Bagaimana anak-anak diajarkan untuk cinta tanah air, toleransi, cinta damai, tanggung jawab, gotong royong, kesetraan, keimanan, keadilan yang beradab, musyawarah dan kepedulian antar sesama. Hal ini sudah tercangkup semua di dalam Pancasila.

Selain pendidikan karakter, ada lagi yang tidak bisa digantikan oleh internet yaitu moral. Sekarang adanya proses kemerosotan moral mulai terlihat. Dampak instan dari internet sudah sampai ke keadaan moral.

Baca juga:  Mengapa NU Online Mengalahkan Web-Web Islam Puritan?

Bisa di lihat dari etika manusia, kemerosotan nilai-nilai adat istiadat, nilai budaya serta konten pornografi dan tindakan korup sudah merambah di bangsa ini.

Saya rasa, pengajaran hal-hal semacam ini yang tidak bisa digantikan oleh internet. Guru seharusnya memegang kendali.

Guru sebagai penyalur utama ilmu pengetahuan memang dapat digantikan oleh adanya internet. Tetapi peran guru sebagai koneksi utama pendidikan karakter (akhlakul karimah) dan penyalur  moral harus dioptimalkan di dalam lingkungan penddidikan.

Selain penjelasan di atas, saya mengucapkan  selamat hari guru yang diperingati setiap tanggal 25 November. Tugas guru memang mulia tetapi juga teramat sulit dilakukan. Karena masa depan bangsa ini terletak pada tugas guru saat ini.

Mari menjadi guru yang kreatif, inovatif dan inspiratif untuk menjawab tantangan zaman.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top