Sumbangsih Gus Dur
Bertautan dengan wacana sosial politik, pelbagai topik yang diperbincangkan dalam halaqah adalah Kebutuhan untuk Pengembangan Fikih Sosial, Teologi Tanah, Fikih Perpajakan, Fikih Lembaga Permusyawaratan/Perwakilan, Fikih tentang Kepemimpinan yang Adil.
Selain itu juga didiskusikan dan dikembangkan wacana gender khususnya dan masalah sosial politik umumnya dari perspektif Islam.
Wacana keagamaan di kalangan NU muda yang terjadi era Gus Dur, ketika dia memimpin NU merupakan sisi lain dari kebangkitan Islam di Indonesia, suatu sisi yang cukup berbeda dibandingkan dengan gerakan modernis.
Ia menunjukkan kebangkitan sikap kritis para kiai muda dan menandai kebangkitan semangat menelaah kembali pengetahuan keagamaan tradisional dan menerapkannya dalam konteks baru era kiwari.
Gus Dur juga membuktikan sikap terbuka generasi muda NU, baik laki-laki maupun perempuan, terhadap ide-ide baru dan mengambilnya tanpa ragu-ragu.
Ia juga memperlihatkan sikap kritis terhadap kiai-kiai senior, tidak secara langsung, tetapi melalui pengungkapan pendapat yang jelas berbeda dari pandangan yang selama ini diterima tanpa pertanyaan.
Kemunculan para kiai muda inilah, yang mempunyai makna besar pada transformasi sosial yang berlangsung di Indonesia sebagai negeri yang berjuang menumbuhkan masyarakat sipil yang memerlukan pemimpin-pemimpin yang bebas, lahir dari dan hidup bersama masyarakat.
Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari peranan dan sumbangan Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin Nahdlatul Ulama, periode 1984-1999.
Arkian, sangatlah jelas bahwa apa yang dirancang Gus Dur dalam usaha mengembangkan pemikiran dan penerapan Aswaja tanpa mempersoalkan rumusan yang sudah terbakukan sebagai ideologi Nahdlatul Ulama dan praktikal untuk menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan kehidupan masyarakat yang majemuk.
Menurut Djohan Effendi, secara konseptual, kontektual, dan komprehensif, Gus Dur berusaha menerjemahkan Aswaja sebagai akidah keagamaan ke dalam perjuangan kemasyarakatan yang didasarkan atas prinsip tawasuth (berdiri di tengah-tengah), tawazun (seimbang dalam pelbagai hal), i’tidal (tegak lurus), dan tasamuh (toleransi).