Dalam ajaran Islam, ada dua hari besar yakni Idul Fitri dan Idul Adha, keduanya punya makna yang sangat berarti bagi kaum muslim. Keduanya juga adalah merupakan simbol ajaran agama yang sangat penting. Ajaran Islam mempunyai banyak simbol-simbol, dan simbol itu sangat penting untuk memudahkan dalam memahami suatu ajaran agama.
Misalnya dalam ajaran shalat mempunyai beberapa simbol, ada simbol takbir di awal shalat sebagai pembuka shalat, yang biasa disebut takbiratul ihram, dikatakan takbiratul ihram atau takbir yang mengharamkan, haram kita melakukan komunikasi secara horizontal, tidak boleh kita berkomunikasi dengan yang ada disamping kita sebab akan membatalkan shalat, kita hanya diperbolehkan untuk berkomunikasi dengan Tuhan lewat bacaan-bacaan dalam shalat.
Simbol yang lainnya adalah simbol taslim,yakni ucapan salam di akhir shalat. Ini adalah simbol, bahwa shalat itu hendaknya punya efek sosial, punya makna di luar dirinya. Hendaknya simbol takbir ditindaklanjuti dengan simbol taslim. Ajaran lain yang sarat dengan simbol adalah adalah rukun Islam yang kelima yaitu haji. Betapa ajaran ini sangat dipenuhi dengan simbol-simbol, seperti thawaf, sa’i, wukuf, melempar jumroh, dan simbol-simbol lainnya.
Simbol thawaf misalnya adalah simbol perjuangan menyatukan langkah, pikiran, dan hati manusia dalam kepasrahan total menuju satu titik dari mana mereka berasal dan kesana pula mereka kembali. Titik itu adalah Allah. Begitupun dengan simbol wukuf di Arafah, inilah inti ibadah haji, sebagaimana dalam ungkapan hadis haji “Al-Hajju Arafah“, haji itu adalah wukuf di Arafah. Wukuf ini adalah simbol kesetaraan manusia di hadapan Tuhan.
Demikian juga dengan simbol-simbol yang lain sangat kaya makna simbolik, atau makna inti di balik simbol itu. Buku yang sangat bagus dibaca tentang makna simbol di balik peristiwa haji adalah buku Dr Ali Syariati, salah seorang cendekiawan asal Iran, Ali Syariati sangat piawai dalam mengulas simbol-simbol dalam ibadah haji, simbol-simbol ini adalah warisan dari Nabi Ibrahim, Ismail dan Siti Hajar.
Dengan memahami simbol-simbol haji kita akan merasakan nikmatnya beribadah. Di tahun 80-an ada seorang cendekiawan muslim Indonesia yang sudah pernah berhaji, tetapi setelah membaca buku Ali Syariati, Sang cendekiawan ini berkata, saya ini belum berhaji setelah membaca buku ini, saking bermaknanya buku itu, dan dia ingin berhaji kembali.
Dalam bahasa yang lain, simbol-simbol dalam beragama biasa diartikan dengan pesan moral, atau makna implementasi dari setiap ibadah, ibadah yang tidak ditindaklanjuti dengan pesan moral, ibadah itu menjadi muspra atau tidak punya nilai. Dalam satu riwayat ada seorang perempuan sedang mencaci-maki pembantunya, kabar ini sampai kepada Rasulullah, kemudian Rasulullah mendatangi perempuan itu, dan menyuruh sahabatnya untuk mengambil makanan, dan setelah itu Rasulullah menyuruh makan perempuan itu dan perempuan itu berkata, saya sedang berpuasa ya Rasulullah, kemudian Rasulullah menjawab, bagaimana mungkin kamu berpuasa sementara kamu mencaci-maki pembantumu. Orang yang berpuasa itu adalah orang yang mampu menahan diri bukan hanya mampu menahan makan tetapi mampu menahan diri dari berbagai perkataan kotor dan perkataan-perkataan yang tidak berguna.
Begitupun dengan ibadah shalat, dalam satu riwayat, di akhirat nanti ada orang yang membawa pahala shalatnya dihadapan Allah, namun Allah melipat-lipat shalatnya bagaikan melipat pakaian yang kotor, kemudian dilemparkan ke wajahnya. Ini adalah gambaran orang yang shalat tetapi shalatnya bermasalah, dia tidak menjalankan pesan moral yang ada dalam shalat.
Lalu bagaimana dengan ibadah qurban? tujuan dari ibadah qurban bagaimana kita mendekatkan diri kepada Tuhan, hewan qurban sebagai washilah (perantara), hewan qurban sebagai media atau alat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, endingnya adalah ketaqwaan kita semakin bertambah kepada Tuhan. Sebagaimana dalam ayat “Tidak akan sampai kepada Tuhan daging dan darah hewan yang diqurbankan, tetapi yang sampai kepada Tuhan adalah ketaqwaan”.
Ada dua potensi yang ada dalam diri manusia yaitu potensi fujur dan potensi ketaqwaan. Dalam salah satu ayat dikatakan “Saya telah mengilhamkan dalam diri manusia, fujur dan taqwa, fujur adalah sifat yang tidak baik, sifat-sifat hayawaniah atau sifat kebinatangan, itulah yang menjadi target dari ibadah qurban atau pesan moralnya, bagaimana kita memotong sifat-sifat kebinatangan dalam diri kita dan itulah simbol dari memotong hewan dalam ber-idul Adha. Sehingga dengan mengikis sifat-sifat hayawaniah tersebut, potensi ketaqwaan akan muncul dalam diri manusia.
Pesan moral lainnya sebagaimana yang digambarkan oleh Ali Syariati dalam bukunya tersebut, bahwa Ibrahim sudah lama menantikan seorang anak sebagai pelanjut generasi kenabian. Ibrahim sangat menyayangi anaknya Ismail, tetapi Ibrahim lebih mengedepankan perintah Tuhan dibandingkan kecintaan kepada anaknya.
Ali Syariati mengilustrasikan kepada kita bahwa kita juga mempunyai Ismail-Ismail seperti Ibrahim, mungkin Ismail-Ismail kita dalam bentuk yang lain, boleh jadi berupa jabatan, kekayaan, profesi, ketampanan, kecantikan, status sosial, popularitas dan lain sebagainya. Deretan Ismail-Ismail inilah yang bisa mengalahkan perintah-perintah Tuhan. Kesimpulan yang bisa kita tarik adalah apapun yang menghalangi untuk menjalankan perintah Tuhan itulah adalah Ismail-Ismail kita, itu adalah makna simbolik yang terkandung dalam penyembelihan dalam ibadah qurban.
Di samping kedua pesan moral di atas, dalam ibadah qurban juga terkandung makna bahwa manusia harus punya pandangan jauh kedepan, karena manusia punya kelemahan yaitu mudah tertipu oleh kesenangan-kesenangan sementara, itu adalah salah sifat atau kelemahan manusia, oleh sebab itu dengan ibadah qurban melatih manusia untuk berpandangan jauh kedepan, dengan beribadah qurban kita dilatih untuk bersabar, tabah dan ikhlas dalam menjalani kehidupan yang semakin banyak tantangannya.
Itulah pesan-pesan yang terkandung dalam ibadah qurban, kita diajarkan bagaimana kita dapat memfungsikan sifat-sifat kemanusiaan kita, berusaha untuk mengikis sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita, dan belajar untuk bersabar, tabah, dan ikhlas dalam menjalani berbagai tantangan dalam kehidupan di dunia ini. Wallahhu a’lam.