Sedang Membaca
Idola Itu Bernama Rudy

Idola Itu Bernama Rudy

Siang itu, saya mencoba membaca buku. Saya ambil salah satu buku di kamar paman saya yang seorang mahasiswa. Dari sekian banyak buku, saya memilih buku hijau muda dengan foto BJ Habibie di sampulnya.

Sayang saya lupa judul buku itu. Tapi saya masih ingat bagaimana isinya. Saya yang baru berusia tujuh atau delapan tahun tersebut, begitu terkesima melihat kisah hidup Habibie yang super inspiring. Saking asyiknya saya membaca, tak terasa matahari sudah mulai tenggelam, cahaya matahari yang menyelinap lewat jendela kamar paman saya pun semakin meredup.

Melihat keponakannya sedang membaca, paman saya masuk dan menyalakan lampu kamar. Seolah tak mau mengganggu, dia keluar kamar lagi tanpa berkata sepatah kata pun.

Buku itu bercerita bahwa Habibie sudah punya kebiasaan baik sejak remaja. Kebiasaan itu berupa puasa Senin-Kamis. Hebatnya lagi, sampai ia dewasa, kebiasaan itu tak pernah ia tinggalkan. Saya menyesal ketika film Habibie Ainun ditayangkan dua tahun lalu, kebiasaannya itu tidak diperlihatkan sama sekali.

Buku tersebut juga bercerita bagaimana perjuangan Habibie saat belajar di Jerman. Dari cerita menjahit sepatunya sendiri yang sudah bolong sampai mendapat julukan sebagai Mr. Crack, karena berhasil menghitung kecepatan retakan pada sebuah benda.

Baca juga:  Humor Gus Dur: Gigi Raja Saudi

Bagi bocah ingusan seperti saya kala itu, Habibie adalah teladan yang sangat ideal, mengalahkan Batman dan Superman yang filmnya sering saya tonton.

Dan saya masih ingat bagaimana Habibie menjalani perawatan saat ia sakit di Jerman. Habibie bisa menjelaskan dengan detail, bagaimana kondisi organ-organ tubuhnya kala itu, persis seperti yang dijelaskan oleh dokter yang merawatnya.

Saat terbaring tak berdaya, Habibie mengambil secarik kertas dan menulis puisi:

SUMPAHKU
Terlentang, jatuh, perih, kesal..
Ibu pertiwi, engkau pegangan
Janji pusaka dan sakti
Tanah tumpah darahku
Makmur dan suci
Hancur badan tetap berjalan
Jiwa besar dan suci membawa aku padamu Indonesia
Makmur dan suci

Saya pun menceritakan setiap detail cerita tersebut kepada Bapak. Bapak hanya tersenyum-senyum melihat bagaimana saya bercerita dengan sumringah. Ia hanya berkomentar, “Ikuti yang baik-baiknya. Supaya kamu bisa seperti Habibie” ucapnya dalam bahasa Sunda.

Di momen ini, saya punya pengalaman pertama; membaca buku utuh sampai habis. Bersyukur, saya mengalaminya di usia dini.

Ketika sudah menginjak usia SMP, saya masih mengidolakan Habibie. Sampai-sampai saya menulis nama “lain” di meja belajar saya, “Prof. Dr. Ing. Irfan Awaludin Habibie, M.Sc” begitu saya tulis besar-besar dengan tipe-ex. Ya itu mimpi saya, persis seperti gelar yang menempel pada nama BJ. Habibie. Dan saking jatuh hati dengan nama Habibie, saya pernah meminta Bapak menambah akhiran Habibie pada nama saya, tapi tidak dikabulkan.

Baca juga:  Ketika Gus Dur Menulis Cak Nur, Pak Amien, Buya Syafi'i

Dan ketika adik laki2 saya lahir, saya segera mengusulkan ke Bapak, supaya namanya berakhiran Habibie. Bapak setuju. Tapi sayang nama itu lupa tertulis ketika adik saya didaftarkan sekolah, sehingga adik saya pun protes ketika ia besar, kenapa nama Habibie nya tidak ada.

Saya yakin, bukan cuma saya sendiri yang merasa terinspirasi oleh BJ. Habibie. Ada banyak generasi Bangsa ini yang mengidolakan Mr. Crack sedari kecil. Meskipun jalan hidup para pengagumnya tidak simetris dengan idolanya itu, tapi semangat belajar dan ketulusan Habibie menjadi bahan bakar bagi anak2 bangsa untuk berprestasi.

Kini, Sang Idola sudah tutup usia. Saya yakin ia pulang dengan bahagia. Bahagia karena telah banyak amal saleh yang ia torehkan, dan juga bahagia karena menyimpan rindu yang sangat besar untuk bertemu kekasihnya Ainun di keabadian.

Selamat jalan Eyang Rudy, selamat jalan inspirasiku.

Stasiun Manggarai
11 September 2019
19:14 WIB

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top