Untung Wahyudi
Penulis Kolom

Pendidik dan Pengurus Rumah Baca “Untung Pustaka”, Sumenep.

Sabar Menghadapi Pertanyaan: Kapan Punya Anak

Farah sangat gelisah. Di usia pernikahannya yang menginjak dua tahun, dia tak juga “berisi”. Setiap bertemu teman atau saudara-saudaranya, dia selalu mendapat pertanyaan yang “begitu-begitu” saja. Pertanyaan yang terkadang membuatnya ingin “menggugat” Tuhan: kenapa kami tak kunjung diberikan keturunan?

Sekilas, pertanyaan yang dia terima terdengar wajar. Bukankah lazim jika orang bertanya kapan punya anak pada orang yang sudah cukup lama menikah?

“Wah, kurang tokcer, nih,”

“Jaga kesehatan dan jangan stres biar cepat hamil.”

“Sebaiknya check kesehatan ke dokter. Takut di antara kalian berdua ada yang nggak bisa memberikan keturunan.”

Pertanyaan-pertanyaan di atas membuat Farah dan suaminya harus mengelus dada. Dia harus memiliki kesabaran ekstra jika mendapat pertanyaan-pertanyaan serupa tentang “kapan punya anak”. Pertanyaan yang sungguh membuat hatinya terluka dan keinginan untuk menimang momongan semakin tak terbendung.

 

Fragmen di atas adalah satu dari sekian banyak kisah yang lazim dialami para pasangan suami-istri (Pasutri). Betapa mereka sering mendapatkan pertanyaan yang membuat jengah. Meskipun nampak sepele, pertanyaan “kapan punya anak” sering terdengar begitu menyakitkan hati. Siapa yang tidak menginginkan keturunan dari sebuah pernikahan—yang untuk menggapainya melalui proses panjang dan penantian yang melelahkan?

Kehadiran seorang anak memang dirindukan oleh siapa pun yang telah cukup lama menikah. Setahun, dua tahun, tiga tahun, berlalu begitu cepat. Kerinduan akan kehadiran seorang buah hati tentu tak bisa dibendung. Pertanyaan dari keluarga besar dan kerabat dekat pun mulai datang bertubi-tubi. Dari yang bernada motivasi, hingga yang terdengar mem-bully.

Tasaro GK, penulis novel biografi Muhammad Saw., pernah merasakan hal sama, yakni kerinduan yang begitu besar akan hadirnya seorang anak. Dalam bukunya berjudul Sewindu, Tasaro mengisahkan betapa dia dan istrinya telah berusaha sekuat tenaga untuk bisa mendapatkn keturunan. Selain berusaha, dia juga berdoa tak henti-henti kepada Sang Maha Pemberi Rezeki. Rasanya tak ada kekuatan lain, selain kekuatan-Nya yang mampu memberinya kesabaran atas masa menunggu yang begitu melelahkan itu.

Baca juga:  Saat Menghadapi Perbedaan, Nabi Muhammad Santai Saja

Anak adalah rezeki titipan Sang Illahi yang memang dirindukan kehadirannya oleh Pasutri. Kehadirannya merupakan anugerah yang harus dijaga agar kelak tumbuh menjadi anak yang salih atau salihah. Berbakti kepada kedua orangtua, dan bermanfaat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai orangtua lalai mendidik anaknya, sehingga sang anak tumbuh menjadi anak yang pembangkang, tidak patuh kepada bapak-ibu, dan membuat malu keluarga. Nauzubillah.

 

Kisah Nabi yang Lama Menantikan Buah Hati

Tidak semua orang diberikan keturunan dalam waktu singkat. Mereka diuji oleh Allah agar senantiasa bersabar menunggu kehadiran sang buah hati. Hal ini juga terjadi pada Nabi pilihan Allah yaitu Nabi Ibrahim AS. Sebagaimana dikisahkan dalam Alquran, Nabi Ibrahim baru mendapatkan momongan setelah puluhan tahun menanti dan berdoa pada Allah SWT.

Dalam kehidupan pernikahannya dengan Siti Hajar, Nabi Ibrahim membutuhkan waktu yang lama untuk dikaruniai seorang buah hati. Ustaz Fauzan, salah seorang pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) menjelaskan, kisah Nabi Ibrahim dan istrinya yang lama dikarunia anak sebenarnya tidak ada kisah pasti terterkait berapa tahun lamanya. Hal ini, kemungkinan, disebabkan karena standar umum pada masa Nabi berbeda dengan zaman sekarang (Okezone, 18/5/2019).

Sejarah menyebutkan, selain berdoa, berkah diberi anak oleh Allah SWT kepada Nabi Ibrahim ini adalah hasil dari sikap mulianya dan sang istri. Contohnya adalah bagaimana mereka sangat memuliakan tamu. Nabi Ibrahim dan Siti Hajar waktu itu sudah berusia sangat tua. Ibrahim didatangi oleh sekelompok tamu. Nabi Ibrahim yang sangat ramah bersikap sangat menghormati tamunya. Ia bahkan meminta sang istri untuk menyembelih seekor anak sapi yang gemuk untuk disajikan sebagai hidangan kepada para tamu.

Baca juga:  Mengapa Awal Puasa Berpotensi Berbeda dan Lebaran Bisa Dirayakan Bersama

Namun, anehnya para tamu tersebut tak menyentuh sajian tersebut, hingga membuat Nabi Ibrahim dan sang istri merasa takut, sebagaimana diceritakan dalam Alquran, “Sesungguhnya kami takut kepada kalian” (QS. Al-hijr [15]: 52).

Tak disangka, ternyata tamu yang datang ke rumah Nabi Ibrahim bukanlah tamu biasa, melainkan para malaikat yang diutus oleh Allah Swt.. Melihat Ibrahim AS dan sang istri merasa takut, saat itu lah malaikat menyampaikan kabar baik bahwa sejatinya Malaikat diutus untuk memberikan kabar bahwa Ibrahim dan keluarganya akan dikarunia anak oleh Allah Swt.

 

Pesan Ulama bagi yang Tak Kunjung Punya Anak

Rasa sedih dan gelisah pasti akan terus menghantui kaum wanita yang tak kunjung diberi keturunan. Kesabaran rasanya tak cukup membendung kegalauan yang kerap menggedor-gedor dinding perasaan wanita. Hal ini pernah disampaikan Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, yang mendapat pertanyaan tentang wanita yang tak kunjung hamil. Bagaimana hukumnya seorang wanita yang terus bersedih karena tak kunjung diberi anak, padahal usia pernikahannya sudah cukup lama. Kira-kira, apa nasihat yang tepat kepada mereka yang merindukan buah hati?

Para ulama yang duduk di Al-Lajnah Al-Daimah berkata, “Tidak pantas bagi wanita untuk gelisah dan banyak menangis karena tak kunjung hamil. Karena memiliki keturunan pada pasangan laki-laki dan perempuan yaitu mendapatkan anak laki-laki saja atau perempuan saja, atau mendapatkan anak laki-laki dan perempuan, begitu pula tidak memiliki keturunan, itu semua sudah menjadi takdir Allah Swt. (muslim.or.id, 19/3/2014).

Allah Swt. Berfirman dalam Alquran Surat Asy Syuara ayat 49-50:

لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ (49) أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ (50)

Baca juga:  Siapakah Ulama, Imam, Syekh, Kiai, dan Ustaz? (Bagian 2)

Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy Syura: 49-50).

Dari ayat Alquran di atas begitu jelas betapa Allah memberikan anugerah anak kepada siapa pun yang Dia kehendaki. Manusia dituntut untuk bersabar dan berikhtiar tentang apa yang diinginkannya. Para ulama juga membolehkan jika kaum wanita harus datang ke dokter spesialis kandungan untuk mencari solusi agar bisa segera mendapatkan keturunan. Begitu pula untuk sang suami, hendaklah juga mendatangi dokter laki-laki spesialis agar mendapatkan jalan keluar karena boleh jadi masalahnya ada pada diri suami.

Di dalam Alquran, kita bisa berdoa sebagaimana doa yang dibaca Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria agar Allah segera mengabulkan permintaannya untuk diberikan keturunan, sekalipun usia mereka sudah tidak lagi muda.

 

“Rabbi hablii min-ladunka dzurriyyatan thayyibatan innaka samii’uddu’a.”

Artinya, “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS Ali ‘Imran:38)

“Rabbi hablii min ash-shalihiin”

Artinya: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” (As shaffat:100)

“Rabbi la tadzarnii fardan wa anta khairal waaritisiin.

Artinya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris yang paling baik,” (QS Al Anbiya’: 89). (RM)

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top