Pada suatu ketika Nabi Musa jatuh sakit dan merasa sakitnya kian parah dirasakan dalam perutnya. Akhirnya beliau mengeluh kepada Allah.
Maka Tuhan yang Maha Kuasa memberi petunjukan untuk berobat dengan rumput-rumputan.
Tak ada jalan lain, Nabi Musa pun memamah dan menelan rerumputan yang berasa getir itu pelan-pelan. Masuk juga ke dalam perut. Hasilnya seperti yang diharapkan, perut Nabi Musa enak dan normal kembali.
Di lain waktu, Nabi Musa kembali didera sakit perut yang sama (kok sakit perut terus Nabi Musa, apa beliau seperti para santri, sakitnya Maag, karena makan tak teratur). Tanpa mengadu dan meminta petunjuk dari Tuhan, Nabi Musa langsung mencari rerumputan yang pernah dijadikan obat sebelumnya. Namun, yang terjadi adalah sakit perut makin parah, bukan kesembuhan seperti dulu.
Akhirnya, Nabi yang terkenal dengan mukjizat membelah lautan ini mengadu pada Tuhan:
“Ya Allah, dulu aku makan rumput itu, Engkau memberi kesembuhan atasnya. Namun, saat aku memakannya lagi, penyakitku justru menjadi-jadi. Mengapa?”
“Sesungguhnya engkau, pada sakit yang pertama pergi ke padang rumput karena petunjukku, karena mengingatku, sehingga engkau sembuh. Sedangkan baru saja, engkau makan rumput dengan melupakanku, melupakan namaku, melupakan yang menciptakan rumput itu. Pasti saja kau tidak sembuh. Apakah engkau tidak tahu bahwa dunia ini seluruhnya adalah racun yang mematikan? Dan penawarnya adalah namaku?” jawab Allah mengingatkan Nabinya, seperti yang dikisahkan dalam tafsir al-Fakhr ar-Razi. (aa)
(Disadur dari Ma’ariful Auliya karya Muhammad Khalid Tsabit, Penerbit Qaf)