Sedang Membaca
Boeng Rewel: Sosok “Uwais Al-Qarni” dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Ferdiansah Jy
Penulis Kolom

Peneliti muda di Institute of South East Asian Islam (ISAIs) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Boeng Rewel: Sosok “Uwais Al-Qarni” dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Boeng Rewel Foto

Uwais Al-Qarni, sosok hamba yang terkenal di penduduk langit, dan tidak dikenal di bumi (pada zaman nabi) (al-Hadits).

Itulah narasi yang menggambarkan sosok Uwais Al-Qarni, sahabat Nabi yang tidak pernah berjumpa dengannya, tetapi ia merupakan sosok yang istimewa di hati Nabi Muhammad Saw. Uwais Al-Qarni dikategorikan sebagai seorang Tabi’in, meskipun ia hidup semasa dengan Rasulullah Saw. Tetapi, Uwais dalam catatan sejarah Islam pernah Gagal berjumpa dengan Nabi dalam kunjungannya ke Mekkah Al-Mukarramah. Uwais Al-Qarni tinggal di Yaman dan ia ketika itu ia dikenal sebagai sosok yang sangat mencintai dan menghormati ibunya yang sudah tua renta, dan mengkhidmatkan waktunya, sepenuhnya untuk merawat ibunya.

Bagi Penulis, di Indonesia, ada juga sosok yang bisa dikategorikan sebagai Uwais Al-Qarni, tetapi ia hidup di zaman sebelum Indonesia Merdeka, hingga pasca Kemerdekaan. Sosok ini bernama Kiai Mahmud Toyyib, atau yang lebih akrab dikenal sebagai Boeng Rewel “Ejaan lama” (selanjutnya: Bung Rewel). Ia merupakan pahlawan Perang di era Kemerdekaan dari Jember, asal Banjarmasin Kalimantan Selatan. Bung Rewel merupakan keturunan ke 10 dari Syekh H.M. Arsyad Banjar, seorang ulama asal Kalimantan Selatan. Dan Kiai Muhammad Zaini Bin Abdul Ghani atau yang akrab dipanggil “Guru Sekumpul”, secara nasab masih ponakan dari Bung Rewel.

Baca juga:  Mengenang Fuad Nahdi, Aktifis Islam Moderat di Inggris Raya

Konon, berdasarkan riwayat yang dituturkan oleh keturunannya, Bung Rewel lahir sekitar tahun 1889 di Teluk Selong, Kelampayan, Martapura, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Di masa mudanya, ia bermigrasi ke Jawa untuk menimba Ilmu di Pesantren-Pesantren, khususnya di Jawa Timur. Ia menimba ilmu di tiga pondok Pesantren, di antaranya Pesantren Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari, (Tebuireng Jombang), Pesantren KH. Moch. Khozin Khoiruddin (Siwalan Panji, Sidoarjo) dan Pesantrennya KH. Romli bin Tamim, (Pesantren Darul Ulum, Paterongan Jombang).

Ketika di zaman penjajahan, Bung Rewel merupakan pelopor pergerakaan Kemerdekaan dan banyak menggaet massa untuk melawan para penjajah, khususnya di Kabupaten Jember. Markas utama Bung Rewel ketika itu berada di Kecataman Panti, Jember. Tepatnya di Desa Serut “Serangan Utama” yang ialah yang memberikan nama desa itu, saat setelah kemenangan melawan Belanda dan keberhasilan dalam mengusir para kompeni dari bumi Jember.

Berdasarkan cerita tutur yang penulis dapatkan, Bung Rewel saat itu juga memiliki peran sebagai “invisible hand” dalam perang 10 November, di Surabaya. Percaya atau tidak, Bung Rewel dikenal sebagai sosok Kiai-Aktivis Pergerakan Kemerdekaan yang banyak memberikan (Jaza’) kepada kelompoknya agar kebal dari serangan militer penjajah.
Pada malam 10 November 1945, Bung Rewel ketika itu mengumpulkan masyarakat Panti di sebuah tempat yang lapang. Dan mengimbau mereka untuk mengambil wudhu’ dan membawa sebilah bambu runcing yang kemudian diletakkan di samping kanan mereka. Bung Rewel mengajak dan memimpin masyarakat untuk menunaikan sholat Hajat dalam rangka ikhtiar berperang melawan NICA (Nederlandsch Indië Civiele Administratie), yang di Surabaya ketika itu dikomandoi oleh Bung Tomo. Konon, selesai sholat Hajat dengan panjatan doa yang dipimpin oleh Bung Rewel, seketika itu “bambu runcing” di samping tempat sholat mereka terbang dengan sendirinya untuk ikut berperang di Surabaya.
Belum banyak yang tahu bahwa Bung Rewel sebenarnya sangat akrab dengan para tokoh-tokoh nasional di Indonesia. Bahkan Istilah “Bung” yang disematkan kepadanya merupakan tanda kebesaran perannya dalam pergerakan kemerdekaan, karena hanya ada 4 orang tokoh di Indonesia yang memiliki gelar “Bung” tersebut, diantaranya adalah Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo dan terakhir adalah Bung Rewel, yang tidak banyak dikenal dalam tinta sejarah Kemerdekaan bangsa Indonesia.

Baca juga:  Mengenang Abah Achmad Zuhdy, Kamus Berjalan Inspirasi Para Santri

Tidak berlebihan jika penulis, setidaknya sedikit menyamakan Bung Rewel sebagai Uwais Al-Qarni di Indonesia. Karena di masa hidupnya, ia sangat menolak untuk diberikan tanda jasa agar menjadi Veteran. Ia menolak segala atribut penghargaan dari Negara, karena ia mengkhitmatkan dirinya berperang bukan untuk dapat penghargaanm tetap hanya dalam kerangka mengabdi kepada Agama, Bangsa dan Negara. Ia tidak banyak dikenal oleh sejarah, sebagaimana Uwais Al-Qarni.

Bung Rewel merupakan sosok penting dalam penumpasan para penjajah di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur. Akhirnya, di usia 112 tahun ia wafat menuju keharibaan-Nya di Jember tepatnya pada tanggal 09 Agustus 2001. Ia meninggalkan bumi Indonesia dalam kesunyian perjuangannnya pada bulan kemerdekaan bangsa Indonesia 19 tahun yang lalu. Mungkin dalam angannya, ia hanya ingin dikenal tuhannya, dan tidak ingin dikenal oleh ciptaannya yang fana. Wallahu A’lam.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top