Sedang Membaca
Muasal Istilah “Tebak-Tebak Buah Manggis”
Fandy Hutari
Penulis Kolom

penulis, periset sejarah, pengarsip. Berminat pada kajian sejarah sandiwara dan film Indonesia.

Muasal Istilah “Tebak-Tebak Buah Manggis”

“Bapak-bapak, kalau masih mau tinggal di Jakarta, sebaiknya beli helikopter. Karena jalan-jalan di DKI dibangun dengan pajak judi,” kata Bang Ali, dikisahkan di dalam memoarnya Bang Ali Demi Jakarta (1966-1977), yang ditulis Ramadhan KH.

Ya, Jakarta di masa Ali Sadikin dibangun dengan uang hasil pajak judi. Ketika Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta, judi pernah dilegalkan dan ditarik pajak.

Saat itu, tahun 1960an, sejumlah masyarakat Jakarta memang gandrung berjudi. Ali Sadikin, dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 11 tahun 1959 tentang Peraturan Pajak Daerah, maju untuk “mengurus” judi. Peraturan tadi memungkinkan pemerintah daerah memungut pajak atas izin perjudian.

Uang hasil pajak judi lalu dimanfaatkan untuk membangun jalan, sekolah, puskesmas, memperbaiki kampung, MCK, dan sebagainya. Banyak yang menentang Ali, sampai-sampai ia dijuluki “Gubernur Judi.” Karena banyaknya kecaman, Bang Ali pernah berseloroh satir.

Padahal, sebelum dilegalkan, uang dari hasil judi hanya masuk ke kantong tukang pukul, pengusaha “gelap”, dan para backing-nya. Di Jakarta, judi yang legal terdapat di sejumlah lokasi, salah satunya di daerah Petak Sembilan.

Meski melegalkan judi, tentu Ali sudah memikirkannya masak-masak. Yang diizinkan bermain judi hanya warga negara asing Tiongkok dan WNI keturunan Tionghoa saja. Ali dengan tegas melarang orang Indonesia, terutama yang beragama Islam, ikut-ikutan main judi.

Ketika masanya memerintah Jakarta, Ali Sadikin pun mengharamkan judi ilegal alias gelap. Sebab, uang hasil perjudiannya tak akan masuk kantong keuangan pemerintah kota. Namun, mereka yang nakal ingin mengadakan judi ilegal tetap saja ada. Polisi kerap meringkus orang-orang yang mengadakan judi ilegal ini.

Baca juga:  Daud-Argentina, Piala Dunia, dan Badar 313

Namun, untuk melanggengkan niat dan usahanya, para pelaku judi gelap kerap berusaha menyuap polisi. Pada Juni 1967 terjadi 105 penyuapan, sedangkan Juli dan Agustus ada 128 kasus usaha penyuapan.

Salah satu kasus penyuapan terbesar dialami Kepala Komando Resot Kepolisian V Glodok, Pudi Sjamsuddin Surawidjaja. Ia yang meringkus penjudi gelap di Manggabesar, pernah disuap Rp750.000, untuk melancarkan maksud usaha judi ilegal para pelaku  (Varia, 18 Oktober 1967).

***

Jauh sebelum Bang Ali melegalkan judi, tampaknya kegemaran berjudi sudah ada sejak zaman baheula. Biasanya, para penggemar adu peruntungan itu memanfaatkan media yang berasal dari alam. Semisal sabung ayam, yang sudah dianggap tradisi turun-temurun.

Seiring waktu, tradisi itu bukan hanya adu ayam jantan hingga kabur atau mati saja, biasanya malah dijadikan arena perputaran uang hasil bertaruh.

Selain ayam, buah manggis yang berkhasiat untuk kesehatan tubuh kita, seperti mencegah kanker, mengurangi rasa sakit, mencegah infeksi, kaya antioksidan, bagus untuk tekanan darah tinggi, mencegah penuaan dini, dan lain-lain, pernah dijadikan media berjudi. Gandrung judi buah manggis terjadi beberapa tahun sebelum Ali Sadikin memerintah Jakarta.

Pada 1950an, tren berjudi menggunakan buah manggis sangat populer di masyarakat Jakarta. Kita bisa dengan mudah menemukan orang-orang di daerah Kalileo Senen, Pancoran, dan Jembatan Merah sedang bertaruh tebak-tebak buah manggis. Biasanya, lokasi berjudi manggis ada di sekitar pasar atau dekat bioskop.

Di dalam artikel berjudul “Nafsu Djudi di Ibukota”, termuat di Varia edisi 30 April 1958, para penggemar judi buah manggis itu menebak jumlah biji yang berwarna putih, yang ada di dalam buah berwarna ungu tersebut.

Gampang-gampang susah menebak jumlah biji buah manggis. Apalagi, terkadang sang bandar judi buah manggis itu berlaku culas. Biji kembang di kulit manggis terkadang dipotong, supaya si penebak terkecoh. Sebagai catatan, kembang di kulit manggis yang menyerupai bintang itu berkolerasi dengan jumlah ruas daging buah manggis di dalamnya.

Baca juga:  Demokrasi dan Kebangsaan ala Gus Dur dan Franz Magnis

Perjudian buah manggis saat itu, ternyata membawa pengaruh bagi roda ekonomi para pedagang dan petani manggis. Saat itu, buah manggis satu ikat, berjumlah 25 buah, dijual seharga Rp 3,5 hingga Rp5.

Namun, para penjual bisa mengeruk keuntungan berlipat-lipat bila buah manggisnya berbiji “istimewa”. Mereka bisa membanderolnya Rp5 hingga Rp15 hanya satu buah saja. Biji istimewa tersebut, jika satu buah manggis memiliki biji 3, 4, 8, 9, dan 11.

Nah, lantaran bisa memberi keuntungan berlipat ganda, para petani manggis pun menyulap buah manggis. Mereka merekayasa jumlah biji, agar mendapatkan hasil buah manggis berbiji istimewa.

Caranya, ketika buah manggis masih berupa pentil sebesar jempol tangan, kembang di kulitnya dicongkel. Getah yang ada di dalam buah kemudian meleleh ke luar. Getah ini yang akan menjadikan isi buah manggis. Lalu bagian kosong terdesak oleh getah dari bagian kiri dan kanan kedua biji, yang bisa mengisi bagian kosong tadi.

***

Saya tak mendapatkan informasi, sejak kapan tradisi berjudi memakai buah manggis itu ditinggalkan orang-orang. Mungkin saja, imbas dari perkembangan teknologi dan adanya larangan yang dikeluarkan kemudian oleh pemerintah, ikut melindas kebiasaan judi buah manggis.

Kemudian, perjudian malah merebak melalui dunia maya, masuk ke dalam jejaring internet. Permainan judi buah manggis berubah bentuk. Banyak yang mengadaptasi menggunakan media yang lebih mutakhir.

Istilah “tebak-tebak buah manggis” didefinisikan sesuatu yang belum pasti. Istilah ini, selain sering kita dengar di dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dalam ruang kelas, kala pelajaran bahasa Indonesia.

Saya menduga, istilah tersebut lahir setelah “demam” judi tebak-tebakan buah manggis yang mendera pada 1950an tadi. Meski dugaan saya ini perlu diteliti lebih lanjut, nyatanya manggis memang istimewa. Ia bukan saja buah yang kaya manfaat, ia bahkan bisa melahirkan sebuah istilah yang tak lekang hingga kini.

Baca juga:  Kekerasan Terhadap Ulama dan Refleksi Keberagamaan Kita

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top