Masdjid Istiqlal, Penanda Keberagaman dan Kemodernan

  • Terletak di pusat ibukota dan diapit pelbagai bangunan bersejarah, Masjid Istiqlal menjadi saksi tumbuh-kembangnya gairah keislaman di negeri ini.

Istiqlal adalah masjid terbesar di Asia Tenggara dan Asia Timur. Dengan luas 9,32 hektar, masjid ini mampu menampung 200 ribu Jemaah, dua kali lebih besar dari stadion Gelora Bung Karno (GBK) di Senayan.

Tiap bulannya tak kurang dari 1,5 juta orang hilir-mudik di masjid ini dan menyedot 7000 wisatawan mancanegara berkunjung ke sini.  Bahkan banyak warga non muslim yang juga berkunjung, melihat pelbagai ornamen dan keindahan masjid yang dibuka kali pertama 22 Juli 1978 ini.

Beberapa pemimpin juga dunia tercatat pernah mengunjungi Istiqlal. Pada tahun 2010 lalu, misalnya, mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, datang dan menyaksikan secara langsung keindahan Istiqlal. Ia didampingi Imam Besar masjid Istiqlal waktu itu, Prof. Dr. Mustafa Yaqub, berkeliling masjid dan bercakap tentang toleransi, serta pelbagai persoalan kontemporer.   

“Sebagai seorang Kristen yang mengungujungi sebuah masjid, saya terkagum dengan arsitektur masjid ini,” kata Obama seperti dikutip dari Guardian.

“Saya juga menyaksikan masjid dan gereja (berdekatan), ini menjadi bukti, agama di Indonesia bisa hidup bersama dengan penuh kedamaian,” tambah Obama.

Gereja yang dimaksud Obama adalah gereja katedral. Gereja ini jarak hanya sepelemparan batu dari masjid Istiqlal. Jadi, jangan kaget apabila sholat Ied atau apa dilakukkan kerap dilakukan di area depan gereja.

Baca juga:  Mengenal Mas Timo: Marbut Masjid Al-Hadii Pekerja Serabutan

Di beberapa acara, keduanya saling bantu membantu. Bahkan untuk rutinan seperti hari raya Ied Adha maupun Ied Fitri, kerap dilakukan di parkiran Katedral. Praktik kebersamaan antaragama juga dibuktikan dengan melibatkan seoranga Kristen bernama Frederich Silaban. Silaban memiliki posisi sentral dalam proses pembangunan masjid, yakni sebagai arsitektur utama.

Tahun 1950, Empat tahun setelah proklamasi, Presiden Soekarno menemui Menteri Agama Abdul Wahid Hasyim. Keduanya berbicara tentang kemungkinan membuat simbol negara, sebuah masjid besar yang menjadi penanda berdirinya republik yang baru lahir.

Lalu, dibentuklah kepanitian dan mengundang para arsitek. Demikian awal mula ide masjid Istiqlal diungkapkan oleh para pemimpin negeri.

Setelah melalui pelbagai perdebatan, akhirnya rancangnan Frederich Silaban yang terpilih dan Taman Wilhelimina yang berada di dekat Monumen Nasional dan tak jauh dari istana kepresidenan. Hal ini serupa dengan tradisi kekratonan yang ada di kebanyakan kota-kota di Indonesia.

Di masa itu, Masjid Agung lazimnya berada di sebelah barat dari alun-alun yang merupakan pusat kota. Sedangkan pusat pemerintahan biasanya di alun-alun bagian selatan. Anda bisa melihat tata wilayah seperti ini misalnya di keraton Yogyakarta.

Rancangan masjid ini bergaya arsitektur modern, namun dibuat dengan gaya yang minimalis. Bentuknya  geometri sederhana laiknya kubus, persegi, dan ada kubah bola yang sangat besar. Dari sini, kita bisa melihat melihat kesan agung dan monumental begitu menonjol. Ragam hias ornamen masjid pun dibikin sederhana namun tetap tampak elegan, yaitu pola geometris berupa ornamen logam krawangan (kerangka logam berlubang) berpola lingkaran, kubus, atau persegi. Fungsi ornamen ini sabagai penyekat, jendela, atau lubang udara, juga berfungsi sebagai unsur estetik dari bangunan ini.

Baca juga:  Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Monumen Penghormatan pada Tradisi

Laiknya masjid lain, Istiqlal juga memiliki sebuah menara yang tinggu menjulang. Tinggi menara 66,66 meter. Jumlah ini melambangkan ayat suci dalam Alquran, sementara menara besi setinggi 30 meter merujuk pada jumlah juz dalam Alquran.

Selain itu, di dalam masjid kita juga bisa melihat identitas bedug yang merupakan perlambang nusantara. Bedug ini terbuat dari kayu meranti dari Kalimantan Timur yang konon berumur 300 tahun. Garis tengah/ diameter depan adalah 2 meter sedangkan diameter belakang adalah 1,71 meter. Sementara panjang keseluruhan adalah 3 meter dengan berat total 2,3 ton.

Kulit pada bedug adalah kulit sapi. Dibutuhkan 2 lembar kulit sapi dari 2 ekor sapi dewasa. Bagian depan adalah kulit sapi jantan sedangkan bagian belakang adalah kulit sapi betina. Untuk menempelkan kulit ini dibutuhkan 90 paku yang terbuat dari kayu Sonokeling yang pembuatannya membutuhkan waktu 60 hari di Jepara Jawa Tengah.

Kaki penopang bedug disebut Jagrag bertinggi 3,8 meter dan pada kakinya terdapat tulisan Allah membentuk segilima. Hal ini melambangkan rukun Islam dan jumlah waktu shalat. Di sisi lain bedug tersebut terdapat tulisan “Bismillahirrahmanirrahim”. Lalu ada dua kalimah syahahat di keempat sisi.

Di tiang Jagrag itu terdapat ada 27 buah kaligrafi ukiran SuryaSangkala (tahun matahari). Ini merupakan pengaruh kebudayaan Hindu, sementara pada bagian atas ada ornamen ukiran menyerupai naga yang merupakan pengaruh Budha. Bedug ini merupakan wujud akulturasi islam dengan berbagai kebudayaan lainnya yang ada di Indonesia.

Pendekatan yang unik terhadap berbagai serapan budaya dalam komposisi yang harmonis  menjadi bukti begitu kuatnya pemahaman budaya dan agama bercampur jadi satu. Prinsip menghargai berbagai budaya dari masyarakat yang berbeda, yang ditempatkan sebagai potensi untuk membangun harmoni dan toleransi antar umat beragama yang ada di Indoensia, serta menjadi bukti identitas Indonesia.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top