Sedang Membaca
Mengorbit Mars, Kanoniasi Periode Sejarah dan Masalah-Masalahnya
Dani Ismantoko
Penulis Kolom

Guru dan tinggal di Panjangrejo, Pundong, Bantul.

Mengorbit Mars, Kanoniasi Periode Sejarah dan Masalah-Masalahnya

Mengorbit Mars, Kanoniasi Periode Sejarah dan Masalah-Masalahnya

Pesawat luar angkasa Uni Emirat Arab berhasil mengorbit Mars. Berita tersebut sedang tersiar di berbagai media ketika saya menulis tulisan ini.

Ada sesuatu yang menyentil saya ketika mendengar berita tersebut. Entah mengapa saya jadi ingat pelajaran SKI (sejarah kebudayaan islam). Di dalam pelajaran SKI—sebagaimana umumnya pelajaran sejarah—kita diberi tahu tentang kanonisasi periode sejarah Islam mulai dari masa awal peradaban Islam, masa keemasan sampai masa kemunduran.

Masa awal tentu saja pada masa Nabi Muhammad dan para sahabat. Masa keemasaan pada masa Bani Abbasiyah. Dan masa kemunduran dimulai akhir masa Bani Abbasiyah.

Entah mengapa pola itu tergeneralisasi begitu saja. Sehingga umat Islam secara umum merasa pasca Bani Abbasiyah Islam berada di dalam kegelapan yang begitu suram. Sampai sekarang.

Fakta bahwa Uni Emirat Arab berhasil mengorbit Mars menggagalkan generalisasi tersebut. Uni Emirat Arab adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim. Dan mereka kaya raya. Tak hanya itu, saking kayanya sampai bisa mikir proyek luar angkasa yang tentu saja berbiaya sangat mahal itu.

Maksud saya seperti ini. Jangan-jangan selama ini kita keliru memetakan sejarah. Antara sejarah bangsa-bangsa dan sejarah penyebaran agama seringkali dicampuradukkan begitu saja. Sehingga terjadi bias yang membuat kita keliru memetakan sejarah.

Baca juga:  Jawaban Ketika Ditanya: Mana Dalilnya?

Misalnya dalam sejarah Bani Abbasiyah. Saya kira secara pemahaman harus dipisah, mana yang berhubungan dengan perkembangan agama islam dan mana yang berhubungan dengan dinamika peradaban Arab saja.

Kalau kita melihat keadaan sekarang, negara dengan mayoritas warganya yang beragama Islam atau yang biasa disebut negara muslim, ada yang makmur dan maju yang tidak. Sebut saja Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Saya kira kedua negara tersebut negara makmur dan maju. Dan negara timur tengah yang tentu saja mayoritas penduduknya muslim yang dihantui perang seperti Afganistan, Suriah, Libia, Palestina adalah negara yang tidak makmur dan tidak maju. Di area yang lain, negara mayoritas muslim seperti Indonesia, juga bisa dikatakan tidak makmur dan tidak maju.

Bisa jadi pada masa Bani Abbasiyah pun ada kerajaan-kerajaan Islam yang makmur dan maju dan ada yang tidak. Artinya sebenarnya, dulu dan sekarang sama saja. Ada yang makmur dan maju dan ada yang tidak.

Bahaya dari kanonisasi periode sejarah adalah menyebabkan baper. Dan sialnya rasa baper itu terwariskan secara turun temurun. Banyak orang Indonesia, terutama yang beragama Islam ikut merasa baper. Menganggap bahwa kemunduran Bani Abbasiyah adalah kemunduran orang-orang beragama Islam secara menyeluruh sampai sekarang. Pada akhirnya banyak yang terobsesi ingin membentuk pemerintahan sebagaimana zaman Bani Abbasiyah dulu.

Baca juga:  Gus Dur, Quraish Shihab, dan Sepak Bola

Padahal seharusnya tidak seperti itu. Indonesia sebagai bangsa punya sejarah sendiri. Begitu juga bangsa-bangsa yang lain juga punya sejarah sendiri. Dan dinamika perkembangan Islam, mulai dari Nabi Muhammad berdakwah, Al-Qur’an dibukukan, perkembangan ilmu-ilmu Hadits, Fiqih sampai Tasawuf di setiap zaman juga ada sendiri, terlepas dari dinamika peradaban bangsa tertentu.

Tidak lantas keadaan bangsa Indonesia yang carut marut seperti sekarang ini menggambarkan bahwa umat Islam di seluruh dunia sedang mengalami kemunduran. Umat-umat Islam yang berada di negara-negara makmur dan maju tidak sedang mengalami kemunduran. Indonesia yang sedang carut marut murni permasalahan bangsa Indonesia, terlepas dari apa saja agama yang dianut orang-orang Indonesia.

Dan persoalan konservatif atau tidaknya pemeluk Islam tergantung dari aliran yang dianut oleh orang islam tersebut. Permasalahan semacam itu, saya kira juga ada dalam agama-agama lain selain Islam. Oleh karenanya jika wacana konservatisme dalam islam kok populer di berbagai media bukan berarti itu juga menjadi penanda bahwa semua umat islam pasti konservatif. Itu hanya permasalahan publikasi besar-besaran saja.

Mungkin saja kanonisasi periode sejarah apapun dibuat untuk memudahkan seseorang mempelajarai sejarah. Mempermudah kita mengelompokkan kepingan-kepingan peristiwa. Membuat kita bisa menyederhanakan kompleksitas masalah yang terjadi pada periode sejarah tertentu. Yang tidak kita sadari adalah kanonisasi selalu saja bermasalah. Entah itu dalam urusan sastra atau dalam urusan sejarah. Dari permasalahan-permasalahan semacam itulah, sekali lagi saya tegaskan, pemetaan-pemetaan sejarah harus terus perbaharui.

Baca juga:  Mempertahankan Jiwa atau Mempertahankan Kehormatan? Hifdhu an-Nafs atau Hifdu al-'Ird?

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top