Sedang Membaca
Memaknai Hari Pahlawan: Catatan Refleksi untuk Negara
Dani Ismantoko
Penulis Kolom

Guru dan tinggal di Panjangrejo, Pundong, Bantul.

Memaknai Hari Pahlawan: Catatan Refleksi untuk Negara

Foto Jokowi Maruf Amin Di Surat Suara Pilpres 2019

Kita boleh menganggap siapa saja pahlawan bagi kita. Orang tua, sahabat, tokoh tertentu atau siapa pun yang secara personal berkesan dan kita anggap berjasa dalam hidup kita. Secara personal, hari pahlawan yang kita rayakan setiap tahun, tepatnya setiap tanggal 10 November bisa kita maknai seperti itu. Namun, dalam konteksi berbangsa dan bernegara seharusnya ada pemaknaan yang bersifat luas, tidak hanya berkaitan dengan satu individu tertentu.

Hari Pahlawan ditetapkan tanggal 10 November ada asbabun nuzulnya atau ada peristiwa yang melatarbelakangi ditetapkannya hari pahlawan. Dulu, pada tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran Surabaya. Pertempuran Inggris dengan Indonesia atau lebih tepatnya dengan rakyat Surabaya. Sebuah pertempuan pada masa revolusi yang begitu berat. Yang akkhirnya, setelah persitiwa tersebut mampu dilewati, secara nasional 10 November dijadikan sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme dengan ditetapkan sebagai hari pahlawan.

Jika kita urai, salah satu nilai yang terkandung dalam peristiwa tersebut adalah  “kemanfaatan bagi negara”. Dalam konteks yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, kemanfaatan yang dimaksud adalah mempertahankan kemerdekaan atau bisa juga semangat melawan kolonialisme.

Seharusnya pemaknaan kemanfaatan bagi negara tersebut berlanjut. Jika dahulu untuk urusan mempertahankan kemerdekaan dan semangat melawan kolonialisme, maka seharusnya sekarang karena kondisi berubah, kemanfaatan yang ditunjukkan adalah kemanfaatan yang lain. Semangat untuk merdeka dan melawan kolonialisme yang terwujud dalam penindasan kepada rakyat terus diperbaharui. Namun diwujudkan dalam bentuk yang berbeda.

Baca juga:  Membongkar Misteri Sedulur Papat Limo Pancer

Mengapa semangat merdeka dan melawan kolonialisme terus diperbaharui? Karena kendati sekarang tidak ada bangsa asing yang menjajah Indonesia, bisa jadi penjajahan dan penindasan masih berlangsung. Dilakukan oleh bangsa sendiri dengan bentuk yang berbeda.

Misalnya, saya kira kita semua setuju kalau korupsi adalah bentuk penindasan bagi rakyat. Bayangkan saja, begitu banyak hal bisa dilakukan untuk kepentingan rakyat dengan uang 1 Trilyun yang dikorupsi oleh koruptur kelas kakap. Padahal sampai sekarang, korupsi tidak surut. Terus berlangsung dan semakin canggih. Dan kita tidak tahu sampai kapan selesai. Dan berapa Trilyun uang yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan rakyat malah masuk ke kantong orang-orang tertentu.

Selanjutnya, maksud dari wujud yang berbeda dari “kemanfaatan bagi negara” adalah, kalau dulu masa-masa perang fisik, bentuk kemanfaatannya adalah perang fisik. Karena sekarang bukan masa perang fisik maka kemanfaatannya bukan perang fisik. Seperti, berjuang melawan korupsi baik dari dalam sistem maupun di luar sistem; bagi pejabat negara, bisa menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada rakyat yang bermuara pada tindakan yang berpihak pada rakyat pula; bagi rakyat sendiri, berusaha semaksimal mungkin menjadi rakyat yang baik.

Namun, sayangnya pemaknaan-pemaknaan tersebut hanya menarik untuk disampaikan dalam pidato-pidato, tulisan-tulisan, atau forum-forum diskusi yang ditujukan untuk memperingati hari pahlawan. Sangat jarang kita temui wujud nyatanya dalam kehidupan.

Baca juga:  Kebahagiaan Rohani dalam Hidup Manusia (1/3)

Contoh sederhana, sekarang pandemi masih berlangsung. Rakyat baru mencoba untuk bangkit dalam keterpurukan ekonomi yang berlangsung lebih dari satu tahun. Tetapi kita disuguhi oleh drama-drama politik yang dikaitkan dengan tokoh tertentu. Entah untuk kepentingan si tokoh atau kepentingan kelompok tertentu dengan memanfaatkan figur tertentu. Alih-alih upaya-upaya signifikan untuk membantu rakyat bangkit.

Ibaratnya, kita tahu bahwa kebutuhan yang mendesak di dalam rumah kita adalah memberbaiki atap yang sudah bocor terlalu parah, tetapi karena kita kepingin beli kulkas, kita menggunakan uang untuk beli kulkas, alih-alih memperbaiki atap yang bocor.

Contoh yang lain, akhir-akhir ini kita sering mendapatkan kabar negatif dari salah satu institusi yang seharusnya memberikan pengayoman dan perlindungan bagi masyarakat, yaitu POLRI. Alih-alih digunakan untuk berbenah, malah seakaan-akan menjadi efek domino bagi kemunculan perilaku-perilaku merugikan lain yang akhirnya tersiar menjadi kabar negatif.

Belum lagi permasalah KPK, TWK dan pemecatan pegawai KPK, yang kita ketahui sebelumnya menjadi pelopor pengusutan kasus-kasus korupsi kelas kakap.

Yang baru-baru ini terjadi, yang tidak kalah menyebalkan adalah, mau bikin permendikbud untuk menangani pelecehan, kekerasan seksual di dunia pendidikan saja, sulitnya minta ampun. Sebuah kebijakan yang benar-benar penting dan perlu—mengingat begitu banyaknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di dunia pendidikan—saja kok ya sulit. Padahal, sekali lagi saya tegaskan, itu penting dan perlu.

Baca juga:  Arab Saudi yang Semakin “Metro-Profan” (1)

Saya tidak tahu, sebenarnya hari pahlawan itu oleh negara dimaknai seperti apa. Kok pada kenyataannya produk yang dihasilkan oleh pejabat-pejabat pemerintah maupun negara kita justru menjadi paradoks bagi hari pahlawan itu sendiri.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top