Sedang Membaca
Sinci Gus Dur: Mengungkap Penghormatan Tionghoa kepada Gus Dur
Christian Saputro
Penulis Kolom

Nama lengkapnya Christian Heru Cahyo Saputro. Mantan Kontributor indochinatown.com, Penggiat Heritage di Jung Foundation Lampung Heritage dan Pan Sumatera Network (Pansumnet)

Sinci Gus Dur: Mengungkap Penghormatan Tionghoa kepada Gus Dur

Presiden RI ke-4 (Almarhum) Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gusdur mendapatkan tempat khusus dalam masyarakat Tionghoa. Bahkan pada tahun 2014 Gus mendapat gelar kehormatan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia dari Komunitas Tionghoa  Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong (Rasa Dharma) Semarang. 

Penghormatan terhadap Gus Dur diberikan dalam bentuk Sinci yang diletakkan di Altar Utama di Gedung Boen Hian Tong,  Semarang. Di Gedung Boen Hian Tong yang berada di kawasan Pecinan ada altar utama yang terdapat patung dewa-dewa terdapat 25 sinci, salah satunya terdapat sinci bertuliskan nama Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid. 

 Ibu Sinta Nuriyah Wahid sendiri yang secara resmi menyerahkan Sinci Gus Dur pada 24 Agustus 2014; untuk ditempatkan di altar penghormatan di Gedung Rasa Dharma bersama-sama dengan Sinci para pendahulu Rasa Dharma lainnya.

Pada kesempatan tersebut Gus Dur juga dianugerahi gelar Bapak Tionghoa Indonesia.

Sinci Gus Dur di altar utama Boen Hian Tong (Foto: Penulis)

Bagi warga Tionghoa, peran Gus Dur sangat besar. Gus Dur selalu berbicara persamaan, tanpa membedakan latar belakang agama. Gus Dur juga aktif membela hak-hak warga peranakan Tionghoa.

Musabab itulah warga Tionghoa membuatkan altar khusus untuk menghormati arwah Gus Dur. Tiap tanggal 1 dan 15 pada penanggalan China pasti banyak yang sembahyang di Rasa Dharma. Gus Dur satu-satunya tokoh muslim yang punya sinci di Gedung Rasa Dharma.

Baca juga:  Kisah Gus Dur bersama Seorang Wali dari Aceh

Sinci Gus Dur sendiri ada di Gedung Rasa Dharma sejak 2012. Peletakan Sinci sudah disetujui pihak keluarganya sebagai bentuk penghormatan tertinggi sebagai Bapak Thionghoa Indonesia.

Sinci adalah papan kayu bertuliskan nama leluhur yang sudah meninggal —semacam silsilah— dan diletakkan pada altar penghormatan. Nama-nama yang tercantum dalam sinci akan selalu didoakan oleh warga Tionghoa Pecinan Semarang.

Menurut Ketua Perhimpunan Boen Hian Tong Harjanto Halim, sinci itu adalah bentuk penghormatan kepada Gus Dur dari masyarakat Tionghoa. Fungsi sinci yang paling mudah adalah untuk melacak silsilah leluhur. Melihat keturunannya sampai ke tingkat paling awal menjadi mudah.

Lebih lanjut, Harjanto memaparkan, Sinci adalah papan kayu bertuliskan nama leluhur yang sudah meninggal dan diletakkan pada altar penghormatan. Kalau sudah diberikan Sinci atau silsilah,  namanya tentu akan selalu didoakan oleh komunitas Tionghoa.

“Kami ingin menghormati jasa-jasa Gus Dur baik ketika masih hidup dulu. Jadi Gus Dur juga didoakan oleh kaum Tionghoa seperti leluhur lainnya, ” papar Harjanto.

Penghormatan terhadap Gus Dur diberikan dalam bentuk Sinci alasannya, lanjut Harjanto, bagi kaum Tionghoa, Gus Dur dinilai telah menghapus kekangan, tekanan dan prasangka. Semasa lalu, kaum Tionghoa kerap mendapati stigma buruk baik dari pemerintah Indonesia, maupun masyarakat pada umumnya. “Gus Dur juga dinilai telah berjasa menjadikan semua warga negara menjadi setara. Gus Dur itu  toleran dan menerima perbedaan,” papar Tokoh Tionghoa Semarang ini. 

Baca juga:  Menganyam yang Terpendam (Seusai Menengok Makam Syekh Yahuda)

Selain dua unsur itu,  Gus Dur telah mengembalikan kebebasan berekspresi. Kaum Tionghoa bebas mengekspresikan kebudayaannya kembali. Penggunaan bahasa mandarin, kesenian barongsai dan liong bertumbuhkembang kembali bersanding dengan budaya Indonesia lainnya sejak era Gus Dur. 

Dengan penerapan undang-undang di masa Gus Dur, kaum Tionghoa sekarang mendapat perlindungan hukum. Bisa melakukan ritual secara bebas, bisa kirab secara bebas di jalan-jalan, karena itu penting sebagai bagian dari tradisi dan budaya.

“Gus Dur berperan besar dalam menghidupkan kembali tradisi kebudayaan khas Tionghoa yang sempat dilarang pada era Orde Baru,” pungkas Harjanto Halim 

Penghormatan warga pecinan dengan memasang sinci dan membuatkan altar bagi Gus Dur mendapat apresiasi dari Gusdurian Kota Semarang. Salah satu tokoh  Gusdurian kota Semarang, Abdul Ghofar mengatakan itu sebagai penghormatan dan pengakuan bahwa Gus Dur adalah tokoh toleransi yang membela hak hidup kaum minoritas di Indonesia.

“Terutama beliau menjadi yang terdepan dalam menghapus sikap diskriminasi yang ditujukan bagi warga Tionghoa,” kata Ghofar.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top