Sedang Membaca
Menjiwai Toleransi dan Gotong Royong Melalui “Gugur Gunung”
Christian Saputro
Penulis Kolom

Nama lengkapnya Christian Heru Cahyo Saputro. Mantan Kontributor indochinatown.com, Penggiat Heritage di Jung Foundation Lampung Heritage dan Pan Sumatera Network (Pansumnet)

Menjiwai Toleransi dan Gotong Royong Melalui “Gugur Gunung”

Gugur Gunung 2

Badra Santi Institute menggandeng Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jateng, Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), Gusdurian Semarang, Keluarga  Budhayana Indonesia menaja film  bertajuk : “Gugur Gunung”.

Nonton bareng  yang diikuti para tokohlintas  agama antara lain; Ketua FKUB Jateng KH. Taslim Syahlan ,Koordinator Pelita  Setiawan Budi, Bhikkhu Nyanasuryanadi Mahathera, Bhikku Samanera Santiphalo,  Gusdurian, muda-mudi lntas agama ini  dilaksanakan di Wihara Maha Bodhi Wihara Mahabodhi Jln. Taman Seroja Timur II No. 20 Semarang,  Minggu 21 Februari 2021.

Film bertajuk: “Gugur Gunung” produksi Ringin Project diproduseri  Gusti Ayu Rus Kartiko ini mulai dibabar dengan lantunan Kidung  Mbah Kakung (  Widodo Brotosejati), dengan larik-larik syair sarat makna yang dipetik dari Sabda Badra Santi XI: 529 menembus atmosfer desa yang tentram.

 

Yèn wis wanci kasusastran basa Jawi,

 dèn pêpêtri rinawat ring pra mumpuni,

pra trah Panji nggregah mundhi Badrasanti.

Para Dwija, Sramana, Pangandhar-Sabda,

mundhi sloka wasitane Santibadra,

sayuk samya nyêbar Dharmane Sang Buddha.

 

(Kalau sudah waktunya sastra bahasa Jawa

Sudah diampu dirawat mereka para ahlinya

Para keturunan Panji (bangsawan Wilwatikta) sigap ikut melestarikan Badra Santi

Para guru, pertapa, pembabar sabda, semuanya melestarikan syair-syair gubahan Santi Badra

Semangatnya membabar Dharma Sang Buddha)

Baca juga:  Perlukah Aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala?

Kisahnya bermuasal adalah Gusti Ayu Lasem yang secara tak terduga memperoleh warisanbuku kuno dari kakeknya. Gusti pada awalnya sama sekali tak tertarik dengan buku Sejarah Budha Nusantara. Buku yang bertajuk: 2500 Budha Jayanti yang mengisahkan Legenda Kepala Naga Wilwatikta – Majapaht di Bukit Kassapa, Semarang.

Setelah membaca buku itu Gusti diselimuti rasa penasaran, selanjutnya dia mengumpulkan teman-temannya, mereka bersepakat untuk membangunkan Kepala Naga Wilwatikta yang bersemayam dibukit Kassapa. Langkahnya disambut teman-temannya tak hanya yang beragama budha tetapi dari lntas agama. Dengan semangat toleransi dan keberagaman  saiyek sak eko prayo, saiyek sak eko kapti para anak muda itu nyengkuyung “gugur gunung” –bergotong-royong —untuk memugar dan merawat petilasan Wihara 2500 Budha Jayanti di Bukit Kassapa.

Disigi dari sejarahnya,  dulu Wihara 2500 Budha Jayanti ini berfungsi sebagai Sima Upasampada bhikkhu pertama di Indonesia sejak runtuhnya Wilwatikta. Film ini menguarkan rasa keharuan, juga dinamika konflik anak muda dengan benturan doktrin agama hingga  tekanan sosial yang mewarnai perjalanan yang mereka hadapi untuk menggapai tujuan. Tetapi pada akhirnya semangat “gugur gunung” dan toleransi yang mengiri langkah anak-anak muda ini berhasil membangunkan Kepala Naga Wilwatikta dari tidur panjangnya.

Dalam film ini penonton juga bisa menikmati lantunan lagu “Gugur Gunung” gubahan Muhammad Dwiky Zakaria. Lagu dalam bahasa Jawa ini yang penuh pesan toleransi untuk berbuat baik kepada sesama, saling menghargai juga bekerja sama untuk menuju kemakmuran dan ketentraman tanpa membeda-bedakan agama untuk kemulyaan sesama serta  keindahan bumi Ibu Pertiwi (NKRI). Simak selengkapny lirik-lirik lagu yang diaransir  Romantik (Romansa Sajroning Akustik).

Baca juga:  Prinsip Maslahat Kiai Sahal

 

Kabudayan warisaning budi

Sumarambah berkah saking gusti

Sinawung sih tresna kang sejati

Memayuning dhiri

Piwulanging laku kang utama

Tumindak becik marang sasama

Murih sirna bebenduning ati

Kamulyaning dhiri kang sayekti

 

Reff:

Gugur gunung sesarengan

Tumandang mrih karaharjan

Tan bebeda mring agama

Murih mulyaning sasama

 

Tansah endah bumi ibu pertiwi

Film berdurasi sekira 25 menitan ini yang diprodukdi Wihara Budha Dipa, bekerja sama dengan Badra Santi insttute dan UKM Kesenian Jawa Unversitas Negeri  Semarang disutradarai  Aditya Rohmanul Hidayat mengusung kisah gagasan Samanera Santiphalo yang naskahnya Mas’udhatul Rifah dan Gusti Ayu Rus Kartiko. Pendukung lakon :;Fitria Nur Umami, Phito Dipankhara , Ratna Dewi Lestari , Diyah Purwanti, Trisna Febrianti,Ghulam,Ardian,Langgeng, suryo Mursuri,Nur Karisma dan Daryono.

Bertindak sebagai kameramen; Muhammad Dwiky Zakaria, Aditya Rohmanul Hidayat Mas’udhatul Rifah, Properti & Boom Man: Viqri Khaikal H, Editor :Aditya Rohmanul Hidayat dan Muhammad Dwiky Zakaria.

Sedangkan Untuk Penata Musik & Original Soundtrack ditangani oleh : Romantik (Romansa Sajroning Akustik) dengan Personil : Muhammad Dwiky Zakaria, Fitria Nur Umami, Langgeng Hidayatullah, Restu Mafaza dan Florentinus Anandila Arda Nugraha.

Di tempat terpisah , penggagas cerita Samanera Shantiphalo mengatakan, Wihara 2500 Budha Jayanti diibaratkan kepala naga yang menggambarkan masa depan, para pemuda adalah tubuhnya, sedangkan Lasem adalah masa lalu sejarah tempat berpijak .  Sedangkan judul “Gugur Gunung” kearifan lokal Jawa yang merujuk  aktivitas  gotong royong. “Kami berharap film ini bisa menjadi tontonan sekaligus tuntunan untuk saling menghargai dan menghormati liyan dan juga kerja bareng tanpa melhat sekat agama , dan etnisitas ,” tandas Samanera Santiphalo.

Baca juga:  Mengenal Teologi Negatif Ibn ‘Arabi (1)

Untuk yang belum sempat menonton film “Gugur Gunung” ini akan menyapa para audiens  melalui kanal YouTube Badra Santi Institute mulai  hari Senin, 1 Maret 2021 Pk. 01.00 WIB. (CHCS)

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top