Sedang Membaca
Bocah Ensiklopedis:Islam dan IlmuBandung Mawardi
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Bocah Ensiklopedis:Islam dan IlmuBandung Mawardi

Pada 2010, Karlina Supelli memberikan orasi di Nurcholis Madjid Memomrial Lecture, Universitas Paramadina, Jakarta. Karlina Supelli berkata: “Peluang dialog antara sains, filsafat, dan agama akan terbuka jika dan hanya jika ciri antropologis pengetahuan tersebut dihargai secara memadai.”

Pada abad XXI, gejolak-gejolak untuk tiga perkara itu masih seru. Semua gara-gara fanatisme dan ekstremisme. Di kalimat-kalimat naratif, Karlina Supelli tak mau memberi ledakan-ledakan pikiran tapi “sentuhan-sentuhan” lembut berharap ada kesadaran atas perjumpaan dan harmoni.

Teks orasi dibukukan dengan judul Dari Kosmologi ke Dialog: Mengenal Batas Pengetahuan, Menentang Fanatisme (Mizan, 2011).

Kita sengaja mengingat peristiwa dan buku itu setelah mengikuti alur besar perbincangan di Indonesia cenderung ke agama dengan pelbagai pembahasaan “mengeras”. Perkara sains justru meriah di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Timur.

Di luar agama dan sains, kita masih berharapan manusia-manusia Indonesia memiliki pemikiran-pemikiran bergerak lincah ke depan tanpa berjatuhan oleh kesibukan debat-debat “merugikan” dan “mengumbar” pengakuan paling benar. Kita menantikan situasi berubah, setelah bocah-bocah di Indonesia memiliki bacaan-bacaan tak mencipta sempit bernalar tapi menginsafi pijakan-pijakan agama.

Di akhir orasi, Karlina Supelli mengingatkan: “Nalar bukan tanpa batas. Di perbatasan itulah terletak arena pertarungan abadi antara nalar, kehendak, dan emosi. Di bilik terdalam batin manusia, terletak daya-daya irrasional yang dengan sembunyi-sembunyi selalu mencari cara untuk memuaskan hasrat memenangkan pertarungan.” Kalimat itu terasa miliki kaum dewasa: berat dan berhikmah.

Kita justru ingin melanjutkan mengutip ajakan Karlina Supelli tapi bukan di tulisan bagi kaum dewasa cerdik-pandai. Kutipan diperoleh dari buku untuk bocah berjudul Ensiklopedi Bocah Muslim (Mizan, 2004). Karlina Supelli memberi kata pengantar singkat tapi bermutu. Intelektual ampuh Indonesia itu menerangkan:

“Mata anak adalah mata warna-warni yang selalu takjub memandang dunia. Buku merupakan salah satu pintu memasuki dunia itu. Tentu saja, ada banyak buku yang tidak menarik bagi anak-anak, bahkan ada pula yang membuat ngeri. Akan tetapi, tidak sedikit buku yang membawa kegembiraan dan menantang rasa ingin tahu lebih jauh. Masalahnya bukan itu saja.”

Di mata Karlina Supelli, ensiklopedia bermuatan pelbagai pengetahuan pantas jadi bacaan bocah di pengelanaan jauh. Ketakjuban demi ketakjuban bakal mendapatkan arah dan permenungan. Bocah diharapkan tak salah pilih berada di hadapan buku. Ensiklopedi Bocah Muslim (agak) memenuhi hasrat dan penasaran bocah mengetahui segala hal. Pesan Karlina Supelli: “… buku ini menjadi pintu yang akan membuka anak belajar mengenal dunia kehidupan.” Pesan mirip mengiklankan buku tapi bisa terbuktikan dengan kita membuka halaman-halaman ensiklopedi.

Baca juga:  Inilah Leluhur Sunan Ampel

Kita membuka jilid 1 di entri “Dunia Gelap Tanpa Ilmu”. Seruan berilmu ke bocah dengan bahasa mudah terpahami: “Bayangkan! Jika kita sedang dalam kegelapan. Jalannya pelan, tangan kita akan meraba ke sana-kemari. Pasti, kaki kita sering terantuk batu atau benda lain. Hidup kita juga akan seperti itu, apabila kita tidak memiliki ilmu. Sebab, di dunia ini tersimpan banyak rahasia Allah. Jadi, kalau kita punya ilmu, hidup ini akan terasa nikmat. Bagaikan berjalan di bawah cahaya terang benderang.”

Berilmu itu penting dan wajib. Di Indonesia, bocah-bocah di SD diajak berilmu berbarengan penguatan agama. Sekian tahun berlalu, bermunculan SD-SD bercap Islam dengan keunggulan-keunggulan di keilmuan dan Al Quran. Situasi itu memicu para orangtua memilihkan sekolah-sekolah berpamrih bocah berilmu tapi memiliki keimanan kuat dan teguh. Keunggulan di pelbagai sekolah adalah hafalan Al Quran. Pihak sekolah sering mengadakan wisuda bagi murid-murid memiliki kegandrungan dan kseanggupan menghafalkan kitab suci. Keunggulan berupa sains mulai tampak tapi tak harus ada wisuda atau ceramah religius.

Kita menjenguk Ensiklopedi Bocah Muslim lagi di tema besar “Indonesiaku”, jilid 3. Tema penting dan “darurat” pada masa sekarang. Bocah-bocah mulai diajak kaum dewasa di sekian peristiwa politik dan polemik-polemik keras.

Baca juga:  Mengenal Kitab Pesantren (3): Menelaah Kitab Shalat dari Syekh Izzuddin bin Abdussalam

Pengenalan bocah pada Indonesia diinginkan membuka misi-misi kerukunan, toleransi, keberagaman, nasionalisme, dan harmoni. Di halaman mengenai mengelola negara, bocah-bocah diajak mengerti tata cara bernegara melalui hajatan demokrasi bernama pemilu.

Penjelasan sederhana tapi memerlukan ralat setelah tata cara pemilu di Indonesia mengalami perubahan: 2009, 2014, 2019. Halaman terbaca bocah masa lalu untuk mengerti politik agar kelak saat dewasa terhindar dari pikiran picik dan kebodohan. Kita membaca sesuai situasi politik masa 2000-an: “Mobil tidak mungkin jalan jika tidak ada sopirnya. Mobil akan mengalami kecelakaan jika sopirnya kurang terampil mengendarai.

Nah, demikian juga sebuah negara. Negara akan berjalan dengan baik kalau dijalankan oleh pemimpin yang terampil dan adil. Setiap warga negara berhak menjadi pemimpin atau memilih pemimpin. Tentu saja, semua itu ada aturannya.”

Belajar demokrasi sejak bocah itu bermakna di penetapan kepemilikan “ilmu” dan sikap etis berbangsa-bernegara, sebelum mereka bertumbuh besar dihadapkan pada sengketa dan muslihat politik.

Pada jilid 4, bocah disuguhi tema “Masyarakat dan Bangsa”. Tema aktual bagi bocah-bocah masa sekarang melihat ulah orang atau golongan sering ribut tapi tanpa argumentasi matang. Hidup di Indonesia itu indah saat membandingkan dengan negara-negara lain. Keindahan kadang ternoda dan rusak oleh pemikiran sempit dan ulah biadab. Bocah mulai belajar mengenai janji hidup bersama meraih keindahan.

Baca juga:  Masjid, Ideologi, dan Asmara

Di situ, ada ajakan mengenal saudara berbeda agama. Bocah-bocah pun mendapat informasi posisi umat Islam di dunia. Indonesia termasuk negara dengan jumlah orang beragama Islam terbesar di dunia tapi memiliki jalinan kerja sama dengan pelbagai negara.

Setumpuk ensiklopedia menjadi bacaan mengantar bocah-bocah ke pengelanaan berilmu dan mengukuhkan keimanan. Buku itu terbaca untuk mengerti diri sebagai orang Islam dan orang Indonesia.

Kita bermufakat dengan pesan Karlina Supelli bahwa berilmu itu memungkinkan orang menempuhi jalan pengertian tanpa sembrono dan kengototan ingin paling menang dan paling benar.

Bocah-bocah ensiklopedis berhak menempuhi titian ilmu dengan girang dan bergairah, menikmati halaman-halaman memikat berbarengan keinginan menghindari segala berita bohong, fitnah, dan ujaran kebencian. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Scroll To Top