Sedang Membaca
Album Ceramah dan Nyanyi Sunyi Pramoedya Ananta Toer
Bandung Mawardi
Penulis Kolom

Esais. Pegiat literasi di Kuncen Bilik Literasi, Karanganyar, Jawa Tengah

Album Ceramah dan Nyanyi Sunyi Pramoedya Ananta Toer

Pram Dan Buru, Tempo 23 Maret 1974

Kita mengingat rezim Orde Baru dalam dakwah di Pulau Buru. Kita lekas mengucap judul dua buku: Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (Pramoedya Ananta Toer) dan Memoar Pulau Buru (Hersri Setiawan). Puluhan buku mengenai Pulau Buru sudah terbit tapi kita belum ingin membuat daftar lengkap. Kita mau mencuplik saja mumpung Ramadan dianggap bulang keranjingan berdakwah. Pulau Buru teringat saat Ramadan. Kita mungkin sesat ingatan? Di majalah Tempo, 23 Maret 1974, berita “lucu” disajikan ke pembaca: “Agama Tahanan Politik”. Tulisan berkaitan usaha pemerintah melakukan pembinaan kehidupan beragama bagi tahanan politik gara-gara malapetaka 1965.

Kutipan pendek untuk jawaban-jawaban Pramoedya Ananta Toer pada petugas dakwah. Petugas: “Pak Pram tahu bacaan shalat?” Pram: “Tidak!” Petugas: “Cara puasa?” Pram: “Tidak!” Petugas: “Bagaimana berwudhu?” Pram: “Tidak tahu.” Petugas: “Tulis-baca Arab?” Pram: “Membaca sedikit bisa.” Petugas: “Di mana?” Pram: “Ya, dulu waktu anak-anak.” Apa itu Hadis?” Pram: “Tidak tahu.” Para mubalig memang harus membuat catatan dalam misi dakwah di Pulau Buru. Catatan tak lengkap itu membuat kita mengerti sikap keberagamaan para penghuni di sana. Mereka dimusuhi rezim Orde Baru. Mereka menjadi sasaran dakwah. Kita menduga misi berkaitan mengajak mereka tobat atau paham sila: “Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Baca juga:  Lewat Novel, Pram Memberi Wejangan Menulis

Petugas mencatat bahwa Pram itu “tidak begitu ramah diajak berkomunikasi”. Sekian orang pun memberi jawaban ke petugas. Jawaban-jawaban mendapat nilai. “Tom Anwar, bekas Pemimpin Redaksi Bintang Timur, tahu bacaan dan arti shalat, cara shalat dan cara berwudhu, tapi lebih dari itu nol,” tulis di Tempo. Kita mulai ingat bahwa ceramah-ceramah agama itu keseringan bertema shalat, wudhu, puasa, dan lain-lain. Umat bakal mendapat keterangan “ini” dan “itu” mengandung salah dan benar. Isi ceramah itu diperoleh sejak bocah sampai tua. Kita menduga terjadi kesempitan tema dalam dakwah. Selingan dilakukan di Pulau Buru. Ceramah-ceramah mengakibatkan mata terpejam dan bisik-bisik diganti dengan “membacakan buku peribadatan susunan Prof Hasbi Ash Shiddieqi, lantas tanya-jawab.” Siasat agak manjur mengurangi jenuh.

Tempo juga melaporkan peristiwa penting: “Acara Idul Fitri diramaikan dengan malam takbiran keliling dengan membawa obor. Semua tapol Islam keluar malam itu – setidak-tidaknya sebagai pengalaman setahun sekali, bukan?” sekian tahun, acara takbir keliling di desa biasa diikuti bocah dan remaja. Mereka jalan kaki membawa obor dan mengucap takbir. Situasi berbeda di jalan besar, takbir keliling juga diikuti kaum tua dengan naik mobil atau truk: membawa alat pengeras suara dan alat-alat musik. Di Pulau Buru, peristiwa takbir keliling diselenggarakan. Kita ingin mengetahui foto saat takbiran. Di Tempo, kita cuma melihat foto mereka mendengar khotbah sebelum shalat Jumat.

Baca juga:  Hadis Motivasi Belajar Ke China Itu Palsu!

Kita kembali mengingat Pram. Di buku berjudul Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, kita membaca pengalaman Pram di Pulau Buru: “Mulai menjelang akhir 1965 sampai menjelang akhir 1976, entah berapa kali sudah kuikuti dakwah, santiaji, khotbah. Pada tahun-tahun pertama diberikan oleh orang-orang seumurku, sekarang lebih muda, kemudian jauh lebih muda. Maaf saja: tak ada yang singgah dalam kepalaku.” Pram bersikap tapi tak mengalami abad XXI sebagai abad keterlaluan berceramah. Ramadan demi Ramadan itu album ceramah sulit teringat gara-gara sering dan repetitif. Kita membaca Tempo lama dan buku Pram seperti membuka biografi sebagai konsumen ceramah, dari masa ke masa. Pada abad XXI, ceramah meriah di pelbagai tempat dan di pelbagai media: mencipta sejarah besar. Begitu.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top