Sedang Membaca
Cara Dakwah Nabi, Amar Ma’ruf bil Ma’ruf

Penulis adalah redaktur pelaksana Alif.id. Bisa disapa melalui akun twitter @autad.

Cara Dakwah Nabi, Amar Ma’ruf bil Ma’ruf

quraish

بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْاَيَةَ

Ballighuu ‘annii walau aayat

“Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat” (HR. Al-Bukhari).

Hadis tersebut tampaknya banyak dikutip oleh umat Islam di mana pun berada—sebagai penyemangat—untuk melakukan dakwah. Dakwah di sini dalam arti mengajak kepada hal ihwal kebaikan.

Namun yang terjadi saat ini adalah orang-orang di media sosial itu sedikit-sedikit balllighu anni, sedikit-sedikit ballighu ‘anni..

Khawatir saya karena dengan dalih sedikit-sedikit ballighu ‘anni yang terjadi adalah ketika kita melihat suatu hal yang, dalam pandangan kita kurang bener atau tidak baik, maka kita ingin mengoreksi keburukan orang lain dengan dalih pokok e ballighu ‘anni..

“Kan kata nabi begitu, ballighu ‘anni, suruh amar ma’ruf nahi mungkar.

Itulah fenomena yang terjadi pada salah satu WA group keluarga saya. Di mana ada saudara yang hobinya ngeshare dalil-dalil (baik ayat alqur’an atau hadis nabi), secara terus-menerus. Hampir tiap hari. Mak klunting, ada pesan qolannabiy, mak klunting ada pesan qolallahhu ta’ala, dst, dst..

Mungkin isinya baik, namun caranya dengan memborbardir konten yang tidak tahu konteksnya menjadikan seseorang malas untuk membacanya. Apalagi ketika bercampur dengan pandangan politik tertentu. Pesan yang baik kalau salah konteks akhirnya gagal. Pesan-pesan kebaikan kalau caranya kurang tepat yang terjadi adalah tadi: kontra produktif.

Baca juga:  Kumandang Azan di Negeri India

Fenomena yang terjadi pada WA group keluarga saya itu adalah hal kecil untuk kita melihat hal yang besar lagi: bagaimana cara atau strategi yang dilakukan oleh nabi dalam berdakwah? Apakah cara berdakwahnya nabi itu dengan mendalili orang? Atau bahkan pertanyaan yang lebih ekstrim, misalnya, pernahkah nabi dalam berdakwah (mengajak kebaikan) itu dengan cara-cara kemungkaran?

Misalnya di bulan suci Ramadhan ini, ketika umat Islam menjalankan ibadah puasa, tiba-tiba muncul sekelompok orang bersurban, bawa pentung, memekikkan takbir, lalu menghalalkan kegiatan sweping warung-warung makan dengan dalih amar ma’ruf nahi mungkar.

Menurut saya, cara dakwah dan berislamnya Nabi Saw nggak gitu-gitu banget. Saya haqqul yakin akhlak nabi juga bukan seperti itu.

Keteladanan Nabi

Dalam kitab-kitab tarikh atau sirah nabawi, secara masyhur telah dikisahkan ada dua fase cara dakwah Nabi. Yang pertama dengan cara sembunyi-sembunyi atau tertutup, dan yang kedua dengan cara terbuka atau terang-terangan.

Dalam kitab Khulashoh Nurul Yaqin dijelaskan tujuan dari cara dakwah nabi tertutup supaya tidak menimbulkan fitnah. Dalam arti, karena pada waktu itu masih banyak orang yang belum beriman kepada kenabian Muhammad, khawatirnya kalau disampaikan secara terang-terangan yang terjadi justru menjadi boomerang bagi nabi, muncul banyak haters, sehingga mengkhawatirkan jiwa Nabi sendiri.

Baca juga:  Kurikulum Prototipe dan Kurikulum Bernalar

Saat itu, masyarakat Arab pra Islam belum siap didakwahi dengan konten-konten: jangan menyembah berhala, jangan saling membunuh, jangan membunuh anak perempuan yang baru lahir, jangan suka berperang antar suku, yang berhak kita sembah adalah Allah yang Maha Esa, kita tidak boleh menyekutukannya, dan lain-lain—mereka belum siap.

Oleh sebab itu, cara yang dilakukan oleh Nabi adalah dengan sembunyi-sembunyi atau tertutup. Nah setelah banyak pengikutnya, banyak orang-orang yang disekitarnya mengimaninya sebagai utusan Allah, maka Nabi mendapatkan perintah untuk berdakwah secara terbuka atau terang-terangan.

Nah, yang menarik di antara dua fase di atas menurut hemat saya adalah bagaimana nabi memberikan teladan kepada sahabat atau keluarganya. Mengapa Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq mengimani Muhammad Saw adalah nabi terakhir? Mengapa Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, dan Zubair bin Awwam mereka semua mengimani Nabi saw sehingga mendapat julukan assabiqunal awwalun. Daftar orang yang pertama kali masuk Islam.

Yang menarik adalah jawaban dari Abu Bakar Ash-Shidiq. Penulis kutip dari kitab Khulashoh Nurul Yaqin:

“aku adalah orang terdekatnya nabi, selalu menemani beliau ke mana pun pergi, dan selama aku mengikuti Nabi, aku belum pernah menemukan kebohongan dalam dirinya”.

Hanya sesimpel itu untuk menjadikan seseorang mengikuti dakwah Nabi. Keteladanan darinya, bukan banyak dalil-dalil.

Baca juga:  Santri, Pesantren dan Kemandirian Ekonomi

Mengamalkan hadis ballighu ‘anni sungguh sangat baik, tapi juga harus diiringi dengan cara yang baik, bil ma’ruf, paham konteksnya, supaya hasil akhirnya juga baik. Wallahhu a’lam.

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top