Sedang Membaca
Kiai Noer Iskandar dan Santrinya
Alamsyah M Djafar
Penulis Kolom

Peneliti The Wahid Foundation

Kiai Noer Iskandar dan Santrinya

Fb Img 1607859262487

Seperti para kiai di Indonesia, KH Noer Iskandar sebetulnya tak ingin berlama-lama berada di luar pesantren dan meninggalkan kegiatan mengajarkan Kitab Tafsir Jalalain, Tafsir dua Jalaluddin, dan memimpin shalat berjemaah. Setiap kiai bukan hanya mengerti arti diri mereka bagi santri, tapi juga arti santri bagi dirinya, umat, dan bangsa ini.

Jika tak keluar kota, Kiai Noer hampir pasti memimpin shalat Subuh dan mengajar Kitab Tafsir Jalalain. Kitab lain yang diajarkan, Ta’lim al-Muta’allim, Rambu-Rambu Pencari Ilmu. Bukan hanya karena caranya menjeleskan yang menarik minat santri, berlomba-lomba merapikan sandal Kiai di samping pengimaman yang tembus ke kediamannya adalah minta santri lainnya. Biasanya santri berebutan dan setelah itu berkerumun menunggu giliran mencium tangannya.

Ketika saya nyantri di awal-awal tahun 90-an, Kiai Noer sudah memiliki ribuan, mungkin jutaan, jemaah di seantero Indonesia. Ia berceramah di banyak tempat di Indonesia dan rata-rata dibanjiri jemaah. Kiai Noer dikenal Singa Podium dengan gaya bicara yang kadang-kadang blak-blakan, Selain forum-forum tatap muka, Kiai Noer memiliki acara rutin di televisi dan radio. Salah satunya “Hikmah Fajar” di stasiun RCTI yang lokasinya tak jauh dari pesantren Ashidiqiyah Pertama.

Bersama-sama, Zainuddin MZ, Kiai Noer hadir sebagai wajah penceramah di panggung nasional. Di pesantren Ashidiqiyyah, saya pertama kali bisa menatap langsung Zainuddin MZ. Di pesantren ini, MZ juga menitipkan dua putranya. Saya menatap langsung dengan perasaan girang idola saya yang lain, Rhoma Irama, juga qari idola Muammar ZA.

Baca juga:  Melihat Mahbub DJunaidi dengan Mata Max Weber

Di luar itu, Kiai berteman dengan “singa podium” lain seperti Habib Idrus Jamalullail dan Abu Hanifah. Dua penceramah ini beberapa kali mengisi acara dan membakar jemaah. Habib Idrus adalah penceramah yang belakangan ramai diperbincangkan lantaran mendoakan Jokowi dan Megawati berumur pendek.

Dengan kekuatan massa dan santri yang dimiliki ketika itu, Kiai Noer muncul sebagai tokoh yang juga diperhitungkan dalam politik. Pada 1996, Mobil Kiai Noer pernah ditembak orang tak dikenal ketika ia sedang pergi berceramah.

Menurut Kiai, peristiwa itu ada hubungannya denga politik. Ia tak mau mendukung partai berkuasa. Suara mereka menyusut di basis-basis Nahdlatul Ulama. “Belakangan baru saya tahu, di balik semua ini ternyata ada kerja politik yang sistematis,” kata Kiai Noer seperti dikemukakan dalam Pergulatan Membangun Pondok Pesantren edisi revisi yang ditulis Amin Idris pada 2009.

Menghadapi situasi ini, para santri kelas akhir, termasuk saya, diminta berkumpul dan berdoa saban malam di kediaman kiai. Di hadapan para santri, KH. Noer mengatakan apa yang tengah dialaminya sebuah cobaan dari Allah SWT. Untuk menjalaninya keluarga besar Ashidiqiyyah harus banyak bertawakal dan berdoa. Kiai Noer juga meminta kami para santrinya untuk mendoakannya agar masalah ini bisa dilalui. Dalam situasi begitu, Kiai Noer percaya pada doa-doa santrinya.

Baca juga:  Pelopor Modernisasi Pendidikan Islam (4); Muhammad Iqbal

Rasanya, bukan hanya doa santri yang Kiai Noer harapkan, tetapi juga peran mereka bagi masyarakat, agama, dan negara di masa depan. Saban memimpin doa bagi santri, Kiai Noer biasa mengulang doa tiga kali jika sudah sampai pada doa untuk santri Ashidiqiyyah.

Doa itu sederhana: berharap Allah menjadikan ilmu santri bermanfaat dan menjadi para pemimpin. “Di mana-mana, di tempat-tempat suci, saya selalu berdoa agar santri Ashidiqiyah menjadi mujahid-mujahid, ulama, umara,” katanya di atas kursi roda sambil menangis. Saya lihat pernyataan itu di sebuah video yang beredar luas di kalangan alumni santri.

Allah jelas mendengar harapan Kiai Noer. Santrinya kini menyebar di banyak tempat dengan ragam profesi. Ketika saya nyantri, Ashidiqiyah memiliki dua cabang di Tangerang dan Karawang. Kini membengkak dengan total sepuluh cabang. Di antaranya berdiri di Lampung dan Sumatera Selatan.

Sejak beberapa tahun Kiai Noer memang menderita sakit. Tetapi usahanya untuk tetap mendidik santri dan berkontribusi bagi agama dan negara masih kuat. Kiai Noer berusaha datang di sejumlah kegiatan nasional atau kegiatan-kegiatan para santri. Tadi sore rupanya tuhan menggariskan hari terakhir Kiai bisa mengajar dan menasihati para santri. Beliau tutup usia. Alfatihah, Kiai Noer. Saya percaya akan banyak santri-santri Kiai yang akan meneruskan harapan dan doa-doanya.

Baca juga:  Jalan Terjal “Profesor Mbeling” dari Perbukitan Batang, Jawa Tengah

Kalimuluya, 13 Desember 2020
Alamsyah M Dja’far

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top