Sedang Membaca
Tadabbur Bulan Rajab

Mahasiswa S1 Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia sekaligus Santri Ponpes Pandanaran.

Tadabbur Bulan Rajab

Rajab

Teman, apakah di daerah kalian telah terdengar “suara kerinduan” dari toa masjid? Suara kerinduan akan ketenangan dan keindahan bulan ramadhan? Suara itu berbunyi “Allahumma baarik lana fi rojaba wa sya’bana, wa ballighna ramadhana bi rohmatika irhamna.”

Suara dari toa masjid itu menggema di seantero desaku. Bunyi itu hadir sebagai bentuk penunggu sekaligus ‘alarm’ bagi jama’ah untuk menghadiri sholat isya’ di masjid. Rasanya indah nan menghanyutkan, seolah menuntun dan membersamai langkah-langkah manusia untuk mendatanginya.

Bahkan, suasana tenang dan indah yang dihadirkan oleh bunyi itu seakan dirasakan pula oleh angin malam. Anginnya seperti dirasuki rasa syemangat dan kekhusukan dari bunyi-bunyian itu, sehingga terasa begitu sejuk dan syahdu belaian dan bisikannya. Tak terucapkan.

Rembulan pun terlihat sedang menikmatinya, meski ia malu-malu tuk menampakkan dirinya dan bersembunyi di balik awan hitam malam. Berbeda dengan Rembulan, bintang malam tak perlihatkan rasa malunya, ia bersinar berkedip pertanda menikmati hadirnya sambutan suara itu.

Begitu kira-kira gambaran yang dapat terdeskripsikan dan terucapkan. Dan gambaran ini hanya tercipta saat penulis berada di desa (kampung halaman) saja. Mungkin ini adalah salah satu harta karun dari kehidupan keberagamaan di desa yang tak banyak orang menyadarinya.

Baca juga:  Nasihat Kiai Sholeh Darat untuk Hubungan Intim: Bacalah Basmalah

Bukan hendak tinggi hati. Penulis pun sering lupa dan tak menyadarinya. Maka tulisan ini tercipta untuk menjadi petanda sekaligus pengingat akan keindahan itu. Berharap pula tulisan ini mampu menjadi media refleksi bagi pembaca ihwal bulan Rajab.

Bunyi-bunyian itu terasa syahdu dan indah, tidak hanya karena kalimatnya yang tersusun rapi dan menarik. Tidak hanya karena kalimatnya yang berbentuk doa. Tidak hanya karena bunyinya yang berima. Namun, lebih karena datangnya dari orang terbaik di dunia ini.

Coba renungkanlah kalimat yang diajarkan oleh orang terbaik itu, “Ya Allah, berkahilah kami dalam bulan Rajab dan Sya’ban.” Kalimat yang sangat dalam muatannya bukan? Tidak hanya berisi harapan diberi kebaikan, namun juga kebahagiaan yang bertambah-tambah di bulan Rajab dan Sya’ban. Seakan Allah ingin hidup kita penuh keberkahan sebelum memasuki ramadhan.

Kalimat selanjutnya adalah, “Sampaikanlah kami pada Ramadhan.” Jika dalam bulan Rajab dan Sya’ban kita masih diminta untuk berdoa agar diberi keberkahan di dalamnya, maka berbeda dengan Ramadhan. Kita hanya diajarkan untuk mengatakan “Sampaikanlah kami pada Ramadhan.” Hal ini mungkin adalah karena Ramadhan bulan yang telah dipenuhi keberkahan.

Maka betapa sayangnya Allah pada manusia. Allah seakan ingin hidup kita penuh kebaikan dan kebahagiaan yang bertambah-tambah dalam menapaki kehidupan. Tidak hanya di ketiga bulan itu, bahkan. Ketiga bulan itu hanyalah terali yang bersatu padu untuk mengikat dan menyeret kita pada keberkahan di bulan yang lain.

Baca juga:  Doa Indah: Wirid Syekh Abu Bakar bin Salim

Lebih romantisnya lagi, doa itu ditutup dengan kalimat birohmatika irhamna (dengan kasih sayangmu, sayangilah kami). Hal ini mengalamatkan bahwa sebagaimanapun kita berharap pada Allah, tidak akan terkabul kecuali dengan welas asihnya. Hanya dengan welas asihnya.

Bahwa kita tidak akan mendapat keberkahan di ketiga bulan itu tanpa welas asih dari Allah. Kita tak akan mendapat kehidupan yang baik dan bahagia tanpa kasih sayangnya. Sebab kita bukan siapa-siapa tanpa rahmatnya. Alam pun tercipta karena rahmatnya yang begitu luas.

Maka sangat indah permintaan terakhir dalam doa itu, “kasihanilah kami.” Secara tidak langsung Allah ingin hamba-hambanya beroleh keberkahan sepanjang hayat atas wasilah doa itu. Allah seakan ingin begitu hangat memeluk kita dengan keberkahannya dengan tanpa ingin melepasnya.

Mungkin ada diantara pembaca yang hinggap dipikirannya, “Doa itu ‘kan bersumber dari hadis dhoif?” Ya, saya sadar akan hal itu. Tapi bukankah itu adalah doa yang baik? Hal yang baik dapat kita kerjakan dalam rangka fadhoilul a’mal. Melihat begitu dalamnya cakupan doa itu.

Sebagai penutup, penulis ingin mengajak untuk perbanyak refleksi dan membaca doa tersebut di bulan Rajab ini. Sekarang tanpa nanti. Tidak lain agar Sang Pencipta berkenan menuang keberkahannya untuk kita. Semoga.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
2
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top