Sedang Membaca
Kurikulum Merdeka dan Metode Pembelajaran ala Ibnu Khaldun: Sebuah Renungan untuk Guru dan Pemilik Sekolahan
Ahmad Yaafi
Penulis Kolom

Penikmat kajian Islam, Mahasantri Ma'had Aly Situbondo. Alamat: Ambulu Jember. Bisa disapa: IG @ahy_kr

Kurikulum Merdeka dan Metode Pembelajaran ala Ibnu Khaldun: Sebuah Renungan untuk Guru dan Pemilik Sekolahan

Suasana kegiatan sorogan kitab di Pesantren Al Amien Jember

Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga perkuliahan, baik negeri maupun swasta, sudah menjadi hal yang biasa bahwa sistem pendidikan kita dipecah menjadi beberapa jam atau SKS dalam seminggu. Hal ini bahkan juga berlaku dikalangan kaum sarungan, pendidikan tertua di Indonesia yakni pesantren.

Semisal mata pelajaran fikih, diajarkan selama dua jam dalam seminggu. Jika mata pelajaran tersebut diajarkan hari Rabu di jam pertama (pukul 07.30-08.30 misalnya). Siswa akan bertemu kembali pelajaran tersebut pada hari Senin minggu depan.

Akibatnya banyak siswa yang lupa materi yang diajarkan minggu yang lalu saat pertemuan mata pelajaran yang sama di minggu berikutnya. Sebab baru saja siswa memahami materi yang diajarkan, tiba tiba penyampaian materi harus terhenti karena terbatasnya waktu.

Metode pembelajaran diatas harus kita akui memang tidak efektif dan perlu dirubah. Ibnu Khaldun dalam kitab Tarikh Ibnu Khaldun juga menjelaskan bahwa metode pembelajaran dengan dipecah menjadi beberapa jam atau SKS dalam seminggu sangatlah tidak tepat dan dapat mempersulit siswa dalam menguasai sebuah materi.

ينبغي لك أن لا تطول على المتعلم فى الفن الواحد بتفريق المجالس وتقطيع ما بينها لأنه ذريعة فى النسيان وانقطاع مسائل الفن بعضها من بعض فيعسر حصول الملكة بتفريقها

Baca juga:  Nahdlatul Ulama, Istana, dan Kontestasi Pemilu

Artinya:“Semestinya Anda (wahai guru) tidak menjauhkan jarak untuk satu materi keilmuan dengan memisah-misahkan majelis (pertemuan) dan memotong-motong pembahasannya, karena hal itu akan berdampak kepada lupa dan terputusnya pembahasan dalam satu cabang keilmuan sehingga sulit untuk memunculkan kompetensi (pemahaman) sebab materinya dipisah-pisah.” (Tarkih Ibnu Khaldun Juz 1 halaman 735).

Beliau juga menegaskan:

ومن المذاهب الجميلة والطرق الواجبة فى التعليم أن لا يخلط على المتعلم علمان معا فإنه حينئذ قل أن يظفر بواحد منهما لما فيه من تقسيم البال وانصرافه عن كل واحد منهما إلى تفهم الآخر فيستغلقان معا ويستصعبان ويعود منهما بالخيبة ، وإذا تفرغ الفكر لتعليم ما هو بسبيله مقتصرا عليه فربما كان ذلك أجدر لتحصيله وأجدر للصواب .

Artinya;“Diantara cara yang bagus dalam mengajar adalah tidak mencampurkan dua ilmu terhadap murid karena akan sulit baginya untuk menguasai salah satunya (atau bahkan kedua-duanya, pen) sebab konsentrasinya akan terpecah dan ia mesti beralih dari memahami yang satu kepada memahami yang lain. Akhirnya kedua-duanya ‘terkunci’ dan sulit baginya untuk memahaminya, dan ia (murid) hanya akan kembali dengan tangan kosong. Tapi jika ia memfokuskan pikiran pada satu materi saja, membatasi diri hanya untuk itu, maka ini sangat mungkin untuk mencapai hasil terbaik, dan ini yang lebih tepat.” (Tarkih Ibnu Khaldun Juz 1 halaman 736).

Baca juga:  Mahmoud Darwish dan Liberasi Cinta

Dengan demikian daripada dipisah pisah lebih baik penyampaian materi pelajaran diajarkan dengan berkesinambungan dalam beberapa hari.Semisal materi pelajaran fikih diajarkan selama seminggu berturut turut, sehingga siswa dapat menguasai materi secara utuh.

Muncul pertanyaan, bukankah akan menimbulkan kejenuhan jika satu minggu diajarkan materi yang sama?

Kejenuhan tidak akan tumbuh jika guru bersikap kreatif dalam menyampaikan materi. Semisal dalam menyampaikan materi fikih, guru jangan berpangku pada bahasan teoritis dari kitab saja. Diperlukan praktek, diskusi dan lain lain agar pembelajaran terlihat hidup dan tidak membosankan.

Lantas bagaimana dengan guru guru yang lain jika seminggu hanya belajar satu mata pelajaran? Pertanyaan ini muncul dari pemahaman bahwa tugas guru hanyalah mengajar. Padahal guru juga perlu belajar, menulis, berdiskusi, melakukan penelitian dan lain lain.

Muncul pertanyaan lagi, apakah metode di atas dapat diterapkan saat ini? jawabannya, kenapa tidak? bukankah sekarang diterapkan kurikulum merdeka?

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
1
Senang
1
Terhibur
2
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top