Sedang Membaca
Zaid Bin Haritsah: Laki-laki Kecintaan Nabi

Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Zaid Bin Haritsah: Laki-laki Kecintaan Nabi

Husein fahasbu

Zaman dulu ketika bulan Haram, di pasar Ukaz ada bazar besar-besaran. Pada momen itu berbagai hal terbaik dijual. Ditambah tiap ada bazar ada festival puisi. Sebuah momen yang paling ditunggu banyak orang pada waktu itu.

Salah satu hal yang diperjualbelikan di pasar itu adalah budak. Dalam sebuah bazar, Hakim bin Hazm, seorang pembesar Quraish yang masih kerabat Khadijah binti Khuwailid membeli budak kecil bernama Zaid bin Haritsah seharga empat ratus dirham.

Ketika sampai di rumahnya, Hakim disambut oleh Khadijah. Sebelum masuk rumah, Hakim sudah menawarkan oleh-oleh untuk saudaranya itu. Ia mempersilahkan Khadijah mengambil apapun yang ia kehendaki. Hingga akhirnya Khadijah memilih Zaid bin Haristah sebab ia dilihat-lihat tipikal anak yang cerdas dan tangkas. Jadilah Zaid milik Khadijah.

Tak menunggu lama dari peristiwa itu, Khadijah kemudian menikah dengan nabi Muhammad. Secara otomatis Zaid ikut juga terhadap keluarga baru itu. Khadijah berniat memberikan budak tersebut kepada suaminya sebagai hadiah. Akhirnya nabi menerima Zaid sebagai budaknya. Zaid kemudian bersama nabi. Secara tidak langsung ia banyak meniru dan belajar pekerti nabi.

Di kampung, Ibunda Zaid tidak tahu posisi anaknya hari ini. Sang anak tidak diketahui rimbanya. Begitupula dengan sang ayah. Tatkala musim haji, orang-orang kampung Zaid pergi ke Mekkah untuk beribadah. Selama beribadah mereka melihat anak yang mirip Haritsah, ayah Zaid. Sepulang dari haji, mereka melaporkan kejadian itu pada keluarga Zaid di kampung.

Baca juga:  Filosofi Sabar yang Terletak di Akhir Asmaul Husna

Tanpa menunggu lama, keluarganya segera pergi ke Mekkah. Mereka membawa sejumlah harta untuk menebus Zaid kepada nabi. Sesampainya di Mekkah mereka langsung menuju nabi. Mereka sampaikan keinginannya. Setelah terjadi diskusi alot, nabi menawarkan solusi. Saran nabi, bagaimana jika urusan dipasrahkan kepada Zaid. Ia diperkenankan memilih hendak bersama siapa hidup selanjutnya.

Tanpa disangka, Zaid memilih untuk menetap dan bersama nabi di Mekkah. Kekecewaan tak bisa ditepis dari keluarga Zaid yang datang jauh-jauh dari kampung. Seorang dari mereka berkata:

“celakalah engkau Zaid! Engkau memilih orang lain daripada orang tuamu sendiri”.

Zaid menjawab dengan diplomatis:

“Aku melihat sesuatu yang beda dari orang ini (Nabi Muhammad Saw.), tak mungkin aku jauh darinya”.

Melihat Zaid memilih untuk tetap bersama nabi, karuan saja nabi menarik tangan Zaid dan membawanya kepada keramaian sembari mendeklarasikan bahwa Zaid adalah “anak” nabi. Melihat itu, keluarga Zaid cukup tenang. Dalam benak mereka, nabi bisa merawat Zaid dengan baik.

Kecintaan Zaid kepada nabi seperti kecintaan dirinya pada orang tuanya. Begitupula nabi, beliau begitu mencintai Zaid sepenuh hati. Ia sudah seperti anak dan keluarganya sendiri. Ketika Zaid pergi, nabi selalu merindukannya. Ketika ia datang dari sebuah perjalanan, nabi antusias menyambutnya.

Baca juga:  Kisah Hikmah Klasik (17): Sufi yang Mustajab Doanya

Sikap cinta nabi kepada Zaid tersiar ke seluruh kaum Muslimin. Menyebar dengan viral dari satu rumah ke rumah lainnya. Sehingga belakangan disebut Zaid al-Hubb, yakni Zaid laki-laki kecintaain nabi.

Zaid bin Haristah kemudian wafat sebagai syahid di medan perang Mu’tah. Mendengar kewafatan Zaid, laki-laki kecintaannya, nabi tak kuasa menangan tangis. Ia sedih menangisi kekasihnya. []

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top