Nahdliyin, menamatkan pendidikan fikih-usul fikih di Ma'had Aly Situbondo. Sekarang mengajar di Ma'had Aly Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo. Menulis Sekadarnya, semampunya.

Hijrah: Titik Awal Kejayaan Islam

Lima Panduan Berhijrah

Sudah masyhur dalam lembaran-lembaran sejarah, bahwa proses dakwah Islam selalu bersamaan dengan deraian air mata bahkan cucuran darah manusia. Islam, yang hadir melawan nilai “pakem” orang kafir pada waktu itu, jelas akan mendapat penolakan yang besar. Keberadaan Islam dalam aspek yang lebih luas bisa membahayakan kekuatan ekonomi dan modal sosial yang sudah dipegang orang-orang tertentu sejak lama. makanya, penolakan terhadap Islam tidak hanya soal problem teologis akan tetapi juga faktor ekonomi dan kelas sosial.

Benar saja, Islam yang merupakan “pendatang baru” mendapat sambutan positif dari banyak pihak. Ajarannya yang lemah lembut, penuh rasionalitas, keberpiahakan kepada kaum miskin papa, anti kelas dan penuh egaliter membuat banyak orang berbondong-bondong masuk ke dalamnya. Walau masih dalam dakwah sembunyi-sembunyi, banyak yang kemudian mengenal Islam. Lambat laun, para pembesar kafir Quraish mulai mendengar info ini. Mereka berang bukan main. Kekuatan ekonomi, sosial dan kekuasaan yang mereka pegang lambat laun bisa luntur. Sejak saat itu, siksaan dan intimidasi terus dilakukan. Tujuannya, agar Islam tidak tumbuh bahkan bisa disebut agar Islam punah.

Kondisi yang terus memprihatikan membuat Nabi Muhammad Saw. Begitu sedih. Di satu sisi, beliau tak tega melihat orang-orang yang mengikutinya disiksa di sisi lain beliau tak bisa memberi perlindungan. Kemudian nabi bersabda:

“Seandainya kalian bisa mencari suaka politik ke Habaysah, niscaya itu lebih baik. Di sana terdapat seorang Raja yang tak akan menzalimi siapapun. Habaysah itu adalah tanah baik sehingga mungkin jika kalian di sana akan menemukan jalan keluar”.

Dari intruksi nabi itu kemudian beberapa sahabat berhijrah untuk pertama kali. Mereka adalah Usman ibn Affan dan istri, Abu Hudzaifah dan istri Zubair ib al-Awwam, Mus’ab ibn Umair Abdurrahman ibn Auf dan lain sebagainya kira-kira sampai 80 orang sahabat.

Di tanah ini, mereka disambut baik oleh Najasyi, seorang raja kristen yang menyambut dengan baik. Dalam titik ini, bisa diambil poin penting bahwa hubungan muslim dan non-muslim di zaman dulu tidak semengerikan yang dibayangkan hari ini. Fakta-fakta sejarah seperti ini, harusnya disebarluaskan agar banyak orang paham bahwa dalam keadaan tertentu relasi muslim dan non muslim adalah damai.

Baca juga:  Andalusia Era Islam (5): Abbasiyah, Umayyah II, dan Perang Proksi

Kabar hijrah kaum muslimin didengar para dedengkot kafir Quraish. Mereka kemudian mengirim utusan untuk menemui Raja Najasyi dan meminta agar tidak menerima kaum muslimin. Sesampainya di Habasyah, delegasi kafir Quraish diterima raja Najasyi dan beliau menolak mentah-mentah permintaan mereka. Raja Najasyi tetap bersikukuh dengan pendiriannya; menjaga kaum muslimin.

Di belakang istana tersiar kabar bahwa Islam begitu memuliakan Nabi Isa yang begitu disakralkan oleh komunitas Najasyi. Lalu ada seorang pelayan istana melaporkan ke sang Raja. Raja kemudian meminta seorang dari kaum musllimin menjelaskan posisi Nabi Isa dalam pandangan Islam. Jakfar ibn Abi Thalib, sebagai seorang juru bicara dengan baik:

“Isa adalah hamba Allah Swt, Ruh dan tanda kebesaran-Nya yang dititupkan pada seorang gadis perawan suci bernama Maryam”.

Mendegar perkataan itu, Najasyi terharu bahkan ketika ia dibacakan penggalan surat Maryam, matanya berkaca-kaca dan kemudian meneteskan air mata.

Di atas adalah momen hijrah pertama dalam sejarah Islam. kedua adalah hijrah ke Thaif. Dalam episode Hijrah ini rasulullah juga ikut serta di dalamnya. Berbeda dengan hijrah pertama yang hanya diikuti oleh para sahabat. Momen hijrah ke Thaif justru bukan mendapat simpati dan perhatian, dalam momen ini siksaan dan penolakan pada nabi justru makin besar. Dalam kesempatan ini nabi dan rombongan mendapat kekerasan fisik; dilempari batu.

Sejak perisitiwa hijrah ke Thaif yang menyakitkan itu, rasulullah dan banyak sahabat mulai megatur stategi kembali, bagaimana untuk langkah selanjutnya. Sementara itu siksaan terus digencarkan. Selang berapa lama, kemudian turun izin untuk hijrah ke Madinah yang pada waktu itu bernama Yastrib.

Baca juga:  Pangeran Diponegoro sebagai Santri Muda dan Santri Lelana

Namun demikian, sebelum hijrah ke Madinah dilakukan sudah ada beberapa delegasi kaum Muslimin yang dikirim ke Madinah untuk melihat dan membangun kekuatan terlebih dahulu. Ini adalah bagian strategi yang dilakukan oleh Rasulullah. Sehingga ketika sudah di Madinah, nabi bukan orang baru, ia adalah pimpinan orang-orang yang sudah dikirim sebelumnya.

Semua orang Islam –termasuk nabi—kecuali Umar ibn Khattab keluar dari kota Mekkah secara sembunyi-sembunyi. Meski demikian, rencana itu tetap terbaca oleh orang-orang kafir sehingga kejar-kejaranpun tak terelakkan. Nabi dan Abu Bakar sempat bersembunyi dia Gua Tsur.

Singkat cerita ketika sampai di Madinah, ada tiga hal penting yang segera dilakukan nabi untuk membangun peradaban baru. Tiga hal ini kemudian berhasil menorehkan cahaya ke seantero belahan dunia.

Pertama, membangun mesjid. Nabi ikut turun langsung dalam proses pembangunan mesjid sekaligus tempat tinggal nabi kelak. Kenapa mesid? Karena mesjid menjadi ladang utama yang bisa menyuburkan ajaran Islam. Di mesjid islam diajarkan dan di mesjid pula semua hal, mulai diskusi peradaban, strategi perang hingga masalah ekonomi dibahas. Mesjid menjadi semacam islamic centre kala itu. Jadi mesjid menjadi tempat awal kebangkitan Islam.

Kedua, mempersaudarakan antara Kaum Muhajirin dan Anshor. Nama pertama adalah sekelompok umat Islam yang rela meninggalkan tanah dan hartanya di Mekkah kemudian ikut nabi ke Madinah dengan tangan kosong. Sementara kelompok kedua adalah nama bagi sekelompok umat Islam yang berdiam di Madinah. Maka ketika, pertama kali membangun peradaban di Kota Madinah, nabi kemudian mempertemukan kedua kelompok ini dalam ikatan persaudaraan. Dalam kondisi ini, nabi hendak melakukan penyerataan ekonomi, dan sosial di antara keduanya.

Kenapa dipersaudarakan? Sebab tidak mungkin ada kebangkitan Islam jika elemen di dalamnya tercerai berai. Maka untuk langkah awal, nabi kemudian menyatukan kedua elemen besar ini menjadi satu kekuatan yang menopang kekuatan Islam di Madinah. Perbedaan latar belakang dipertemukan untuk tujuan yang sama, yakni kejayaan Islam.

Baca juga:  Menyusuri Peradaban Islam: dari Yunani sampai Pesantren

Ketiga, melakukan perjanjian dengan kelompok-kelompok non-muslim di Madinah. Poin ini bisa disebut poin yang progresif. Bagaimana tidak? Islam yang bisa disebut kelompok baru kemudian bisa terbuka dan membuat beberapa perjanjian dengan komunitas agama yang memang sudah lama ada di Madinah. Ada banyak poin yang tercatat dalam perjanjian sebagaimana tertulis di kitab-kitab Sirah Nabawiyah. Namun pada intinya adalah, perjanjian ini memuat konsep keadilan, kesataraan dan tenggang rasa antar sesama penduduk Madinah.

Tiga poin di atas, yang kemudian menjadi titik tolak kebangkitan Islam di Madinah. Islam yang dulunya menjadi bulan-bulanan kafir Quraish sekarang memberi perhitungan kepada mereka. Bahkan secara tak langsung Madinah menjadi ancaman serius bagi dua imperium besar pada waktu itu, Imperium Yunani dan Persia. Dan benar saja, sejak itu dakwah Islam makin tersebar di seluruh jazirah arab bahkan dunia.

Sekarang hampir tiap tahun peristiwa Hijrah diperingati. Hijrah hari ini berbeda dengan hijrah zaman nabi yang penuh duka dan perjuangan. Hijrah hari ini cukup bagaimana nilai-nilai yang dibawa Islam terus disemaikan dalam setiap lini kehidupan. Bukankah sabda nabi orang yang berhijrah adalah berhenti dari perbuatan-perbuatan tercela menjadi perbuatan yang baik dan menebar kemanfataan. Nabi bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ… وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ – رواه البخاري

Dari Abdullah bin ‘Amr radliyallahu ‘anh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “…Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah.”  []

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top