Sedang Membaca
Potret Perjuangan Ulama (5): Demi Ilmu, Ikhlas Jomblo

Lahir di Birmingham, 31 Maret 2000. Sekarang sedang menempuh pendidikan Bahasa Arab dan Terjemah di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.

Potret Perjuangan Ulama (5): Demi Ilmu, Ikhlas Jomblo

1 A Alff

Nikah atawa kawin adalah hal yang dianjurkan di dalam Islam. Di samping itu, nikah telah menjadi fitrah bagi manusia. Setiap masing-masing dari kita pasti akan berusaha untuk menunaikan fitrah tersebut, sekaligus juga menjalani anjuran agama. Nikah juga merupakan fase yang sakral dan penting.

Syekh Abdul Fatah menambahkan bahwa nikah adalah proses penyempurnaan diri, penyambung keturunan, dan membangun peradaban.

Sebagian ulama fikih mengategorikan nikah sebagai sebuah ibadah, bahkan bisa menjadi wajib jika dirasa mendesak, karena berkecamuknya syahwat pada orang yang lajang bisa mengacaukan dan mencemari pikirannya, selain itu hatinya pun akan senantiasa gelisah.

Tidak ada anjuran langsung dari agama untuk tetap melajang, bahkan dikatakan bahwa hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan untuk tetap membujang adalah hadis-hadis yang bathil. Kini, muncullah banyak pertanyaan, salah satunya adalah mengapa sebagian ulama memilih untuk tidak menikah sepanjang hidupnya?

Syekh Abdul Fatah Abu Ghuddah memaparkan pendapatnya mengenai “العلماء العزاب”, bahwa alasan spesifiknya hanya mereka dan Allah yang tahu, yang perlu kita tahu bahwa ini adalah sebuah pilihan pribadi, dan prinsip diri. Sebagian dari mereka memang membandingkan antara keutamaan ilmu dan keutamaan menikah, dan tentunya mereka lebih memilih ilmu. Mengapa demikian?

Mereka beranggapan bahwa keduanya adalah hal yang agung, tapi tidak bisa digabungkan menjadi satu. karena menikah adalah sebuah ikatan yang penuh tanggung jawab, tentunya mereka tidak bisa terjun maksimal dalam menuntut ilmu jika mereka sudah menikah.

Baca juga:  Beberapa Fakta Tentang Syaikh Tamim Banten: Saudara Kandung Syaikh Nawawi Banten yang Terlupakan

Termaktub di dalam kitab “وفيات الأعيان” kisah hidup seorang ulama besar bernama Abu Abdurrahman Yunus bin Habib al-Bashri, salah satu muridnya bersaksi:

“Yunus bin Habib telah hidup selama 88 tahun, dan ia belum menikah. Seluruh hidupnya didedikasikan untuk ilmu, tak ada yang membuatnya bersemangat kecuali belajar dan berdiskusi dengan yang lainnya.”

Selanjutnya, seorang ahli hadis dan ahli fikih Baghdad yang namanya sering dipuji-puji oleh para ulama. Tersebutlah namanya, Abu Nasr Bisyr Bin Harits bin Abdirrahman al-Marwazi. Ia lahir pada tahun 150 H di kota Merv. Banyak ulama-ulama besar yang meriwayatkan hadis darinya, salah satunya ialah Imam Ahmad bin Hambal.

Pada suatu waktu Imam Ahmad pernah ditanya sebuah masalah mengenai sifat wara’, maka ia langsung beristighfar dan menjawab, “Sungguh aku tak berhak untuk menjawab pertanyaan semacam ini, pergi dan tanyalah kepada Bisyr Bin Harits.”

Di lain kesempatan, murid Imam Ahmad mengabari bahwa Syekh Bisyr bin Harits akan mendatanginya, sontak hal ini membuatnya terkejut dan berkata, “Sungguh seharusnya kita lah yang pergi menemuinya, bukan beliau yang mendatangi kita.”

Saat hari wafatnya, Imam Ahmad sangat bersedih dan mengatakan bahwa tidak ada yang menandingi syekh Bisyr bin Harits pada saat itu. Jikalau saja ia sempat untuk menikah, maka sempurnalah sudah semua perkaranya, tapi sayangnya ia tidak sempat untuk menikah sampai akhir hayatnya.

Baca juga:  Raja dan Ulama Berebut Gadis Cantik

Penjelasan mengenai dirinya cukup panjang dikupas oleh syekh Abdul Fatah, karena banyak orang yang beranggapan bahwa Bisyr bin Harits adalah seorang sufi atau darwish yang sering lalai dan abai di kehidupannya. Tetapi pada faktanya ia adalah seorang ulama besar yang sangat disegani dan dihormati pada masanya.

Di antara ulama yang belum menikah hingga akhir hayatnya ialah, Imam Nawawi, Abu Yasar Abdullah bin Abi Najih, Ibnul Khosyab Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad, Jamaluddin al-Qifthi, dan yang lainnya. Semuanya tertuang lengkap dalam kitab “العلماء العزاب الذين آثروا العلم على الزواج” karya Syekh Abdul Fatah Abu Ghuddah.

Perlu ditekankan kembali, bahwa para ulama terdahulu bukannya tidak mau menikah, tapi merasa tidak sempat karena kesibukannya dengan ilmu. Berangkat dari itu semua, sudah seyogyanya bagi kita untuk merenungi kisah perjuangan hidup mereka, karena mereka rela meninggalkan berbagai kenikmatan dan kelezatan dunia untuk khidmat dan memberi manfaat kepada umat. Kalau kita bagaimana? Kawin sajalah..hahaha..

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
1
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
1
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top