Masih ingat Nasruddin Hoja? Iya, dia yang pernah terlihat sibuk berjam-jam mondar-mandir di halaman rumah sendiri sambil menggeremang gak karuan.
“Kamu kenapa, Nasruddin?”, tanya tetangganya yang merasa kasihan.
“Jarumku satu-satunya hilang, padahal itu barang yang selalu kubutuhkan,” katanya.
Tetangga itu pun membantu ikut mencarikan. Setelah beberapa lama, tetangga yang lain datang ikut membantu. Lalu yang lain lagi dan yang lain lagi dst. Kini lumayan banyak orang datang membantu. Tapi jarum tak kunjung ketemu. Nasruddin sudah menjelaskan sedetil-detilnya wujud jarum itu. Dia dan tetangganya tetap tak bisa menemukannya juga.
Dia kesal. Tetangganya yang tadinya merasa kasihan juga mulai ikut-ikutan kesal.
“Lha, jarum itu sebetulnya jatuh dimana? Coba diingat-ingat,” tetangganya ada yang ingin memastikan.
“Iya. Aku ingat. Jarum itu jatuh di dalam kamarku sendiri,” kata Nasruddin.
“Lho…. Terus kenapa kita cari di sini?!!!,” tetangganya yang tadi sudah mulai kesal kini benar-benar marah.
“Di dalam rumahku gelap. Di sini terang,” kata Nasruddin ringan.
“Dasar wong edan….!” Lalu semua pun bubar.
Ramai-ramai gandrung jurnal scopus di Indonesia menurutku ada miripnya dengan cerita jarum Nasruddin itu.
Problem kita kan mutu pendidikan tinggi yang rendah. Itu problem yang ada di dalam ‘kamar yang gelap’. Untuk menyelesaikannya butuh kesabaran, ketelitian, pikiran yang terang (ibarat lampu senter) buat mengurai masalah satu per satu, butuh kebijakan yang tepat dan kerjasama semua pihak. Itu tidak mudah.
Tapi karena sebagian kita maunya cepat dan mudah, solusinya adalah mendorong para dosen menulis di jurnal berindeks scopus, biar ranking kampus naik lalu dengan itu mutu pendidikan diandaikan bagus. Asumsinya, mutu pendidikan bagus kalau ranking kampus bagus. Bukan sebaliknya.
Kalau menerbitkan tulisan di jurnal yang sudah ada susah ya bikin jurnal sendiri dan gimana caranya supaya di-scopuskan. Soal administrasi selalu bisa diatasi.
Lha ini kan cari solusi mudah untuk perkara yang sulit?
Masalahnya rumit di dalam, cari solusi yang gampang di luar, meski sebetulnya tak pernah akan menyelesaikan masalah yang ada.
Siapa yang merasa jadi Nasruddin?
Silakan tunjuk jari dan mari kita tertawa bersama.