Sedang Membaca
Obituari: Kiai Saifuddin Amsir, Ulama Betawi Zaman Akhir
Abdullah Alawi
Penulis Kolom

Wartawan, tinggal di Jakarta

Obituari: Kiai Saifuddin Amsir, Ulama Betawi Zaman Akhir

Beberapa hari lalu, saya dan teman-teman berencana sowan kepada kiai-kiai sepuh di Sekitar Jakarta dan Depok. Salah seorang targetnya adalah KH Saifuddin Amsir. Kiai kelahiran 31 Januari 1955 ini adalah seorang Mustasyar PBNU masa khidmah 2015-2020. Pada periode-periode sebelumnya, ia selalu tercatat di Syuriyah PBNU.

Kecintaan KH Saifuddin Amsir kepada NU, dilukiskan sahabat saya asal Pondok Pinang, Al Hafiz Kurniawan, anak muda Betawi yang doyan fiqih, murid almarhum.

“Sebandel apa pun kita harus cinta NU,” katanya di sela pengajian Ahad pagi di Masjid Ni‘matul Ittihad Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Ahad (11/2/2018) pagi.

Ia menceritakan bagaimana para kiai di Jakarta dahulu melibatkan diri gerakan NU, sebuah gerakan Ahlussunnah wal Jamaah.

“Guru-guru kita dulu terlibat aktif dalam NU. Ente kudu jadi pengurus NU. Kita harus cinta pada NU,” kata Kiai Saifuddin Amsir.

Kamis 19 Juli 2018 sekitar 02.30, saat saya berjuang hendak tidur, salah seorang teman, berteriak-teriak seperti orang gila. Dari mulutnya keluar keluhan, Kiai Saifuddin Amsir wafat.

“Saya mau ke sana sekarang,” katanya.

Saya tidak percaya. Namun, diam-diam klarifikasi ke sana kemari.

“Ya, betul, ayah wafat,” suara parau dari sebelah sana. Hampir tidak kedengaran karena kemudian isak tangis tertahan.

Baca juga:  Mengenang KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat (1949-2021): Dari Al-Qur'ah Syiah hingga Belajar Dakwah

KH Saifuddin Amsir merupakan salah seorang dosen saya pada 2005. Namun, saya ndableg naudzubillah. Saya masuk mata kuliahnya saat hari pertama, kemudian saat presentasi. Selebihnya pas UTS dan UAS.

Saat mengajar, dia selalu mengenakan peci hitam. Waktu itu, hanya dia dan KH Ahsin Sakho Muhammad (Rais Majelis Ilmi Jam’iyyattul Qurra wal Huffazh Nahdlatul Ulama) yang selalu berpeci hitam. Gayanya mirip kawan saya Suhmawardi Ar saat bicara. Sama-sama Betawinya.

Di sela kesibukannya mengjar santri di Ma’had Aly Zawiyah Jakarta, KH Saifuddin Amsir juga kerap berceramah di beragam acara, termasuk jadwal rutin di berbagai majelis ta’lim. Ia juga menulis kitab-kitab.

Dalam catatan Ova Musthofa Asrori, berikut karya-karya KH Saifuddin Amsir ini:

1) Tafsir Jawahir al-Qur’an (empat jilid),

2) Majmu’ al-Furu’ wa al-Masail (tiga jilid), dan

3) al-Qur’an, I’jazan wa Khawashan, wa Falsafatan.

Karya yang disebut terakhir ini merupakan magnum opus/masterpiece (karya besar) Kiai Amsir yang telah diteliti oleh para sarjana dalam dan luar negeri.

Pasalnya, selain beraliran tafsir falsafi, kitab ini merupakan racikan dari beberapa tema dari kitab Jawahirul Qur’an (hlm. 1-140), al-Dzahab al-Ibriz fi Khawash al-Qur’an al-Aziz (142-172), Qanun at-Ta’wil (173-184). Ketiganya karya Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i.

Baca juga:  Kitab Ulama Nusantara dalam Pameran Akbar di Maroko

Kitab ini juga terinspirasi dari beberap kitab. Antara lain Fadhailul Qur’an karya Syeikh al-Hfidz Ibnu Katsir (hlm. 175-312), ‘Ajaibul Qur’an karya Syeikh Fakhruddin ar-Raza (hlm. 313-475), dan ad-Dur an-Nadzim fi Khawasi al-Qur’an al-Karim karya Imam al-Yafi’i (hlm. 477-623). Komentar (syarah) yang ditulis Kiai Saifuddin Amsir menyertai tiap bahasan yang dinukil dari kitab-kitab tersebut.

Dalam menyusun karyanya, ia memilih karya-karya Imam al-Ghazali sebagai rujukan yang sangat representatif dalam membahas tema-tema terkait dengan I’jaz (Kemukjizatan), Khawas (Kekhususan), dan Falsafat (Filosofi) Alqur’an. Dalam daftar pustaka karangannya, disebutkan al-Ghazali memiliki karya tafsir sebanyak 30 jilid.

Mungkin karya-karya beliau relatif sedikit, bila dibandingkan dengan ulama-ulama zaman dulu, yang hidup abad 19 atau 20 awal, tapi Kiai Saifuddin Amsir boleh dibilang adalah sedikit dari ulama Betawai yang menulis kitab. Mungkin karena itu, teman saya di atas berseloroh, “Kiai Saifuddin adalah ulama Betawi zaman akhir.”

Semoga almarhum mendapatkan tempat paling layak di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amin… Al-Fatihah..

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (1)

Komentari

Scroll To Top