Sedang Membaca
Al-Ghazali, Paul Ricoeur, dan Metafor
Ulil Abshar Abdalla
Penulis Kolom

Founder Ngaji Ihya Online, aktif menulis dan ceramah tentang pemikiran keagaman. Menulis beberapa buku, antara lain Menjadi Manusia Rohani (Alif.ID). Dosen Unusia, Jakarta.

Al-Ghazali, Paul Ricoeur, dan Metafor

20210505 163154

“Amat menakjubkan jika seseorang bisa menjadi jagoan dalam metafor (master of metaphor). Ini adalah keahlian yang tak bisa dipelajari dari siapapun. Kemampuan membuat metafor adalah tanda kejeniusan seseorang,” demikian kata Aristoteles.

Apa yang terjadi ketika seseorang membuat metafor (metaphorizing)? Kata Aristoteles lagi: Ia “mampu secara intuitif melihat persamaan antara dua hal yang berbeda.”

Contoh metafor adalah ini: “Kiai Bisri adalah singa podium.” Kiai Bisri adalah ayahanda Gus Mus dari Rembang. Jika definisi metafor dari Aristoteles tadi dipakai, kita bisa mengatakan demikian: jelas ada beda antara Mbah Bisri dan singa; yang satu manusia, yang satunya lagi bintang. Tetapi orang yang membuat metafor “singa podium” tadi itu, melihat “kesamaan” antara dua hal yang berbeda — manusia dan singa.

Itulah metafor.

Paul Ricoeur, seorang filsuf Protestan Perancis, adalah salah satu sarjana modern yang melakukan teoretisasi atas metafor dalam bukunya yang terbit pada 1975, “Le metaphor vive.” Saya akan mendiskusikan gagasan Ricoeur nanti sore (5/5) di Fakultas Adab UIN Jakarta (via Zoom).

Saya ingin membawa nama al-Ghazali dalam percakapan soal metafor ini. Al-Ghazali tidak menulis khusus soal metafor, tetapi siapapun yang membaca karya-karyanya akan tahu, dia adalah “the master of metaphor.” Kitabnya yang berjudul Misykat al-Anwar yang saya baca selama bulan puasa ini, menguraikan dengan menakjubkan bagaimana cara memahami metafor dalam Ayat Cahaya di Qur’an (QS 24:35).

Baca juga:  Sekularisme Prancis dan Empan Papan Kecintaan kepada Nabi di Ruang Publik

Secara tidak langsung, kitab Misykat mengurai aturan main untuk memahami metafor menurut al-Ghazali, dengan menggunakan pendekatan pengalaman tasawuf. Al-Ghazali menyebutnya: ta’wil.

Sebagai “teaser,” saya kasih gambaran sedikit tentang teori al-Ghazali dalam Misykat mengenai metafor. Bahan mentah metafor, kata al-Ghazali, biasanya diambil dari barang-barang yang ada di bumi (alam syahadah). Tetapi “roh” atau makna yang ada di baliknya, berasal dari alam malakut (alam ide, malaikat). Ta’wil adalah proses memahami dengan cara “kembali” ke alam malakut itu.

***

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top