Sedang Membaca
Pandangan Ahli Tasawuf tentang Iman: Bertambah dan Berkurang

Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam

Pandangan Ahli Tasawuf tentang Iman: Bertambah dan Berkurang

Suluk Tempo.co

Iman menurut jumhur ulama mencakup pengetahuan dalam hati, perkataan, dan perbuatan. Sebab ada hadits Nabi yang mengatakan :

   قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِيمَانُ مَعْرِفَةٌ بِالْقَلْبِ وَقَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Iman itu adalah pengetahuan di dalam hati, perkataan dengan lisan, dan perbuatan dengan anggota badan.” ( Sunan Ibnu Majah Hadits no. 64)

Para ahli tasawuf berpendapat bahwa pokok dari iman adalah pengakuan lisan disertai dengan pembenaran hati. Adapun cabangnya adalah mengamalkan hal yang bersifat fardhu. Penjelasan para ahli tasawuf mengenai pokok iman sama halnya dengan pendapat ahli sunnah, yaitu bahwa pokok iman adalah pembenaran dengan hati. (Lihat: Al-Kalabadzi, at-Ta’aruf li Madzhab ahl-Tashawuf [Beirut: Darul Kutub al-‘ilmiyyah] halaman 88)

Adapun perbedaan mereka dalam mengenai ikrar dengan lisan dan amal yang melibatkan anggota badan sebagai iman beserta kesepakatan mereka tentang wajibnya mengamalkan hal-hal dhohir yang bersifat fardhu dan kesunnahan amalan yang bersifat sunnah adalah untuk membantah dua pendapat yang berbeda.

Kedua pendapat tersebut adalah pendapat kelompok Karamiyah yang menganggap bahwa iman itu hanya cukup dengan pengakuan lisan saja meskipun ucapan itu dilakukan dengan hati  yang ikhlas atau hanya sebagai bentuk kemunafikan. Begitu juga dengan kaum Qadariyah dan kaum Khawarij yang menganggap bahwa status mukmin seseorang akan hilang akibat perbuatan dosa. (Lihat: Abdul Qahir al-Baghdadi, al-Farq bain al-Firaq [Beirut Dar-al-Afaq al-Jadidah] halaman 343)

Jika kita tela’ah lebih lanjut pendapat kaum Karamiyah yang menganggap iman itu cukup dengan lisan saja, maka tidak ada bedanya antara orang munafik dan mukmin. Begitu juga dengan Qadariyah dan Khawarij yang mengatakan bahwa status mukmin akan hilang jika melakukan dosa, maka kita akan jatuh dalam faham takfiriyah.

Problem Mengenai Bertambah dan Berkurangnya Iman

Ulama tasawuf berpendapat bahwa iman dapat bertambah dan berkurang. Sedangkan perinciannya, Imam Junaid al-Baghdadi dan para pendahulunya berpendapat: bahwasanya pembenaran dengan hati (tashdiq) dapat bertambah, tidak dapat berkurang, sebab kurangnya akan pembenaran atau ragu akan kebenaran apa yang diwahyukan oleh Allah termasuk kufur.

Baca juga:  Menari Bersama Kekasih (1): Tasawuf, Jalan Para Pecinta

Adapun segi tambahnya, bahwa iman seseorang dapat bertambah dengan kuatnya keyakinan. Dalam segi lisan tidak memiliki pengaruh atas tambah dan berkurangnya iman. Sedangkan amal perbuatan dapat bertambah maupun berkurang. (Lihat: Al-Kalabadzi, at-Ta’aruf li Madzhab ahl-Tashawuf [Beirut: Darul Kutub al-‘ilmiyyah] halaman 89)

Pendapat ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad mensifati orang yang melihat kemungkaran namun hanya mengingkari dengan batinnya saja tidak dengan dhohirnya sebagai iman yang lemah.

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (Shohih Muslim Hadits no.70)

Sedangkan atas kesempurnaan atau bertambahnya iman Nabi Muhammad bersabda:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. (Sunan Tirmidzi Hadits no. 1082)

Sebagian sufi berpendapat bahwa bertambah dan berkurangnya iman itu hanya ditinjau dalam segi sifatnya saja, seperti kualitas, baik dan kuatnya, bukan dalam segi substansinya. Masalah mengenai bertambah dan berkurangnya iman ini sebenarnya erat kaitannya dengan pengertian iman itu sendiri. Entah itu pembenaran dalam hati saja, pembenaran dalam hati disertai ikrar lisan atau mencakup tiga aspek, yaitu  hati, lisan dan perbuatan.

Baca juga:  Hermeneutika Sufistik Al-Ghazali atas Surat Adz-Dzariyat Ayat 51:56

Lantas adakah iman yang tidak mengalami naik-turun atau salah satu dari keduanya?. Di sini para ulama’ tasawuf membaginya menjadi tiga bagian:

Pertama, iman yang tidak bertambah dan berkurang. Iman yang tidak menerima penambahan dan pengurangan adalah iman yang menjadi sifat Allah (al-Mu’min), sebab sifat Allah tidak menerima perubahan seperti penambahan ataupun pengurangan. Seperti halnya tercantum dalam ayat berikut:

وَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ – ٢٣

Artinya: Dialah Allah tidak ada tuhan selain Dia. Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. AL-Hasyr, ayat 23)

Bisa juga yang dimaksud dengan iman yang tetap ini adalah iman yang telah ditentukan Allah kepada hamba-Nya sejak zaman azali atau dalam pengetahuan Allah. Dimana iman tersebut sesuai dengan pengetahuan Allah yang tidak bertambah setelah tercipta atau munculnya iman pada hamba-Nya dan tidak kurang dari apa yang Allah tentukan dalam pengetahuan-Nya.

Kedua, yaitu iman para nabi yang bertambah dan tidak berkurang. Dimana para nabi imannya selalu meningkat seiring dengan bertambahnya keyakinan dan kesaksian mereka atas hal-hal yang bersifat ghaib, seperti kisah Nabi Ibrahim yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 260:

Baca juga:  Sufisme di Barat: untuk Ulil Abshar Abdalla

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ

 (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Ketiga,  iman seorang mukmin yang mengalami penambahan maupun pengurangan. Seperti yang dijelaskan pada pembahasan tadi. Iman seseorang bertambah di dalam batinnya dengan keyakinan yang kuat serta dapat berkurang dari segi cabangnya sebab melakukan dosa. Hal ini berbeda dengan para nabi yang terjaga dari perbuatan dosa sehingga tidak boleh disifati dengan kekurangan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top