Tulisan tentang Cawapres 2004 pasti sudah basi. Namun kali ini tetap hangat, mengingat yang kita bahas figur seseorang hidupnya di dunia telah berakhir. Biasanya kilas balik hidupnya yang penting diangkat kembali.
Banyak sekali orang bertanya: apa alasan Gus Sholah menjadi Cawapres?
Mungkin juga ada yang menduga pencalonan Gus Sholah didorong suatu ambisi kekuasaan. Maklum, begitulah politik, dekat dengan kotoran, didorong nafsu kekuasaan. Tentu bertolak belakang dengan kepribadian Gus Sholah yang selama ini kita kenal sejuk, bersih, tanpa pamrih, jauh dari kepentingan pribadi. Kalau ada dugaan yang identitik dengan “politik itu kotor”, jelas tidak terbukti. Inilah penjelasannya.
Melalui tangga spiritual ulama khos, pencalonan Gus Sholah menuju Cawapres RI. Sebagaimana diceritakan kepada penulis (Abdullah Hamid) dari KH M Zaim Ahmad Zaim atau dikenal Gus Zaim, waktu itu Jubir (Juru Bicara) forum ulama pasca Muktamar NU di Solo.
Setelah KH Hasyim Muzadi mendampingi Megawati sebagai pasangan Capres Cawapres dari PDIP, waktu itu ada keinginan sebagian ulama majunya wakil dari NU di luar partai berkepala banteng.
Berdasarkan keinginan tersebut yang didukung Partai Golkar, setelah Akbar Tanjung mendapat restu Gus Dur. Bersamaan itu Gus Zaim mengkonfirmasi kesediaan Gus Sholah, dijawab bersedia. Tentu Gus Sholah punya pertimbangan tersendiri demi kepentingan negara dan menginginkan perubahan nasib yang lebih baik bagi rakyat Indonesia.
Atas dasar perkembangan tersebut kemudian Gus Zaim sowan KH Abdullah Faqih Langitan melaporkan dinamika yang terjadi di tubuh NU dan politik tanah air. Ulama yang dikenal “kiai khos” yang berlandaskan pendapatnya pada kemurnian hati dan pikiran, fikih, dan spiritual tersebut menyampaikan nama Gus Sholah layak dimajukan.
Kemudian Gus Zaim juga meminta pendapat kiai sepuh lainnya, yaitu KH Sholeh Qashim Surabaya. Gus Zaim pun sowan, mendapat jawaban yang sama.
Tinggal satu ulama sepuh yang belum diminta pendapatnya, yaitu KH Nurul Huda Djazuli Pesantren Ploso Kediri kakak Gus Miek. Malah beliau dijawab, “loh kok sama dengan pikiran saya.”
Akhirnya ulama sepuh rapat di Pesantren Langitan untuk membahas bersama dan memutuskan siapa yang mendapat restu. Saat rapat di ruang dalam hanya ulama sepuh. Terdiri KH Abdullah Faqih, KH Sholeh Qashim, KH Nurul Huda Djazuli, dan lain-lain. Sedangkan kiai-kiai muda dan lainnya di luar menunggu keputusan, seperti Gus Zaim dan Khoirul Anam atau Cak Anam Surabaya.
Rapat ulama khos kemudian menyepakati Gus Sholah atau Ir. KH. Sholahuddin Wahid mendapat restu maju dalam Pilpres 2004. Berpasangan dengan Capres Jenderal (Purnawirawan) H.Wiranto, S.IP. Dengan demikian majunya Gus Sholah mendapat legitimasi moral. Kehidupan ini sekedar memerankan lakon, bahwa kemudian gagal atau berhasil tentu ada hikmahnya. Semoga beliau husnul khotimah. Amin…..Lahul fatihah
Lasem, 5 Februari 2020