Ilmu qira’at adalah salah satu ilmu yang sangat penting, karena ilmu ini berkaitan dengan tata cara membaca Al-Qur’an yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW, dan juga mempunyai hubungan erat dengan penafsiran Al-Qur’an. Adanya ilmu qira’at juga bukti bahwa Islam adalah agama yang luwes, bahwasanya dalam membaca Al-Qur’an sekalipun mempunyai banyak macam perbedaan antara satu dengan lainnya. Sehingga untuk mempermudah dalam memahami ilmu qira’at, para ulama memunculkan berbagai istilah penting yang harus diketahui bagi orang-orang yang ingin mengkaji ilmu qira’at. Hal tersebut dimaksudkan supaya tidak terjadi kesalahan ketika menjelaskan sebuah pembahasan yang berkaitan dengan ilmu qira’at.
Setidaknya para ulama dalam ilmu qira’at membagi menjadi dua mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam ilmu qira’at, yaitu istilah yang tidak terkait dengan bacaan qira’at dan istilah yang mempunyai kaitan dengan bacaan qira’at. Istilah yang tidak mempunyai kaitan dengan bacaan qira’at adalah istilah-istilah yang digunakan untuk mejelaskan perihal para tokoh dalam ilmu qira’at, silsilah sanad, para perawi dan sebagainya. Seperti istilah Imam, Rawi, Al-Ushul, Thariq, Farsy Al-Huruf, Al-Khilaf Wajib dan Al-Khilaf Jaiz.
Istilah imam sendiri dalam ilmu qira’at, digunakan untuk menyebut para tokoh besar dalam ilmu qira’at. Yang mana penggunaan kata imam biasanya digunakan untuk menyebut nama atau tokoh sentral dalam mazhab qira’at seperti Nafi’ al-Madani, Ibnu Katsir al-Makki, Abu Amr al-Bashri, Ibnu Amir asy-Syami, Ashim al-Kufi, Hamzah al-Kufi, Kisa’i al-Kufi. Nama-nama tersebut merupakan nama-nama besar dalam mazhab qira’at atau yang dikenal dengan sebutan qira’at sab’ah.
Adapaun istilah rawi, digunakan untuk menyebut seseorang yang telah belajar atau mengambil qira’at dari tujuh imam tersebut. Sedangkan materi yang diambil biasa disebut dengan riwayat, dalam artian bacaan yang dinisbatkan kepada orang yang mengambil atau meriwayatkan bacaan tersebut dari seorang imam. Contohnya misalnya riwayat al-Duuri yang banyak berkembang di Sudan, mengambil dari Abu Amr al-Bashri dan Al-Kisa’i, Al-Susi yang mengambil dari Imam Abu Amr al-Bashri dan lain sebagainya.
Adapun istilah thariq mempunyai arti mata rantai atau silsilah qira’at yang berada di bawah perawi. Sedangkan al-Ushul menurut KH. Akhsin Sakho dalam kitab Mamba’ul Barokat adalah kaidah umum yang bersifat menyeluruh, yang terdapat dalam setiap surah Al-Qur’an yang berisi perihal perbedaan qira’at dalam pengaplikasiannya. Kemudian ada istilah Farsy al-Huruf yang mempunyai pengertian mengenai perbedaan qira’at yang tidak bisa diqiyaskan.
Adapun al-Khilaf al-Wajib adalah perbedaan qira’at yang ada di antara para imam qira’at, rawi dan thariq. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Qira’at Al-Qur’aniyyah karya Abdul Halim bin Muhammad al-Hadi Qabah, bahwasanya bagi seorang qari’ hukumnya adalah wajib membaca hal tersebut ketika sedang berguru dengan gurunya, tujuannya adalah supaya tidak ada yang terlewatkan ketika dalam proses periwayatan Al-Qur’an. Sedangkan al-Khilaf al-Jaiz adalah perbedaan qira’at yang dapat dipilih oleh seorang qari’ untuk dibaca dan dipelajarinya.
Selain istilah-istilah tersebut, ada juga istilah-istilah lain dalam ilmu qira’at yang mempunyai hubungan langsung dengan bacaan dalam Al-Qur’an, seperti al-Waqfu, al-Washlu, al-Ibtida’, as-Saktah, Mim al-Jam’i dan as-Sukun.
Istilah-istilah tersebut tentu saja sangat penting dan harus dikuasai oleh para pengkaji ilmu qira’at, supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Misalnya menyebut al-Duuri dan al-Susi sebagai imam qira’at, padahal beliau adalah seorang perawi. Dengan adanya istilah-istilah tersebut, juga mempermudah untuk belajar ilmu qira’at karena akan lebih memahamkan apa yang dimaksud. Oleh karena itulah, istilah-istilah yang ada dalam disiplin sebuah keilmuan harus dikuasai karena hal tersebut adalah kunci untuk mempermudah dalam belajar disipiplin keilmuan yang akan dipelajari, termasuk dalam belajar ilmu qira’at.