Nasruddin Hoja bukan saja terkenal sebagai ulama yang bijaksana, lucu dan banyak akal, tapi tak jarang juga perkataannya bernada sombong, bahkan menantang.
“Aku bisa melihat dalam gelap,” kata Nasruddin suatu hari sambil nyeruput kopi di warung.
Nasruddin berkata demikian karena di warung sedang ramai membicarakan tentang keampuhan ulama-ulama. “Ulama sakti, ampuh, atau punya daya linuih-lah,” kalau istilah orang kita.
Tentu saja pengakuan ini segera dibantah oleh pengunjung warung yang lain.
“Ah masak sih? Jika memang begitu, kok kita terkadang melihatmu membawa senter pas jalan di gang-gang sana?”
“Ohhh itu… Itu kan hanya untuk orang lain ndak tabrakan denganku saja.”
Mendengar jawaban Nasruddin Hoja, orang-orang yang mengelilinginya terbahak-bahak. Orang-orang itu tidak marah karena kesombongan Nasruddin. Justru, kesombongan seperti itulah yang mereka tunggu-tunggu. Dan mereka paham, jika Nasruddin Hoja datang ke warung kopi dengan kisah-kisahnya, itu tandanya sedang boke: ingin ditraktir.
(Diadaptasi dari The Pleasantries of the Incredible Mulla Nasrudin karya Idries Shah, edisi 2015)