(L. 30 Juni 1928)
Chalid Dachlan adalah tokoh Muhammadiyah Kalimantan Selatan. Ayahnya Dachlan Sa’al dan ibunya Hj. Siti Syamsiah. Putera kelahiran Alabio 30 Juni 1928 bersekolah di Sekolah Rakyat Amuntai dan tamat pada tahun 1942. Pendidikan MULO di Barabai, tamat tahun 1946. Pendidikan SMA Taman Siswa diiikutinya di Jakarta pada tahun 1951. Pernah ikut kuliah di Fakultas Hukum UI di Jakarta tahun 1952 dan mengikuti pendidikan kedinasan yakni sekolah Pimpinan Administrasi di Jakarta pada tahun 1980. Ketika masih remaja ia aktif sebagai Pandu HW (Hizbul Wathan).
Pengtalaman yang unik dialaminya ketika ia bersama para pelajar Futson Ccuu Gakko (Sekolah Jepang) yang seyogyanya sudah menamatkan sekolah, tapi oleh pemerintah NICA ijazah sekolah Jepang tidak diakui. Karenanya waktu belajar harus ditambah enam bulan lagi. Suatu perubahan drastis, pelajaran bahasa Jepang diganti bahasa Belanda Gouvernment Muloschool. MULO (Mear Uitgebreide Lager Orderwijs) artinya adalah Sekolah Rendah yang lebih dikembangkan.
Setamat sekolah ia ikut memperjuangkan kemerdekaan. Pada awal rahun 1947 banyak kawan-kawannya yang menyeberang ke pulau Jawa, bergabung dengan pejuang-pejuang mempertahankan proklamasi. Chalik ikut terpanggil. Pada pertengahan Juni 1947 ia berangkat ke Jakarta dengan kapal Tosari sebuaj kapal KPM milik Belanda. Dari Jakarta naik kereta api ke Malang dan bergabung dengan kawan-kawan yang sudah berangkat lebih dulu. Tak sampai sebulan di Malang, tepatnya tanggal 21 Juni 1947 Belanda melakukan penyerangan terhadap RI, terkenal dengan clash pertama. Kota Malang diduduki Belanda, ia dan kawan-kawan anggota IPK (Ikatam Perjuangan Kalimantan) mengungsi ke Kepanjen lebih kurang 50 kilometer dari kota Malang.
Selama di Kepanjen, ia dan kawan-kawan bergabung dengan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) yang ketika itu dipimpin Mas Isman. Setelah perjanjian Renville tahun 1948 banyak anggota tentara pelajar kembali ke sekolah dan Chalik diterima di SMA peralihan. Suatu sekolah negeri yang khusus menampung tentara pelajar di Yogyakarta. Sambil sekolah ia aktif di organisasi IPK sebagai sekretaris.
Pada tangggal 19 desember 1948 Belanda menyerang dan menduduki Yogyakarta. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditawan Belanda. Chalik tetap bertahan di Jogja. Pernah sekali waktu razia, ia ditangkap tentara Belanda. Alhamduliullah, sore hari dilepas kembali. Andaikata dilepas malam hari, pasti konyol, karena berlaku jam malam, yang kedapatan tentara Belanda pada malam hari di luar rumah Zonder Pardon ditembak mati.
Menjelang perjanjian Rum Royen, Juli 1949, Chalik berangkat ke Jakarta, ditampung oleh Ir. Pangeran Moh. Noor Gubernur Kalimantan pada waktu itu. Ia dipekerjakan di majalah “Mimbar Indonesia” sambil sekolah di perguruan Taman Siswa “Taman Madya” Kemayoran Jakarta sampai selesai ikut ujian SMA Negeri sebagai exrance bulan Juli 1951 dan alhamdulillah lulus dengan baik. Ia kemudian meneruskan ke perguruan tinggi Faclteit van Rechts en Sociale Wetnschap (Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat) sampai Candidat 1.
Perjalanan karier A. Chalik Dachlan dimulai saat diterima bekerja di lingkungan Departemen Agama sebagai Ajun Komis (1952). Empat bulan kemudian pindah ke Banjarmasin dan ditempatkan pada Kantor Pendidikan Agama Provinsi Kalimantan (1953). Setelah itu pindah ke Amuntai menjadi kepala kantor Pendidikan Agama propinsi Kalsel di Banjarmasin (1958). Pernah menjadi kepala sekretariat/Bendaharawan Kantor Inspeksi Pendidikan Agama Propinsi Kalimantan Selatan (1961). Beberapa jabatan lain yang pernah dipangkunya adalah Sekretaris Jawatan Pendidikan Agama Pop. Kalsel (1968), Kepala Bagian Bantuan Jawatan Pendidikan Agama Prop. Kalsel (1973), Pgs. Kabid. Pendidikan Agama Islam Kanwil. Depag Prop. Kalsel (1975), dan terakhir menjadi pejabat Kepala Kantor Wilayah Depag Prop. Kalsel (1983).
Sejak tahun 1953, Chalik Dachlan aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan diantaranya sebagai Ketua Yayasan R, S. Islam Banjarmasin, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan MUI Kalsel, Ketua dewan Masjid Indonesia Kalsel, Wakil Ketua BP. masjid Raya Sabilal Muhtadi Banjarmasin, Anggota Dewan Penasehat ICMI orwil Kalsel, Anggota Pengurus BAKOM PKB Kalsel, Anggota Dewan Pengurus Yayasan Khadimil Ummah Kalsel, Anggota DHD angkatan 45 Kalsel, Anggota Dewan Penyuluh Agam Utama Bimas Islam Kalsel.
Motto hidupnya adalah “teguh pada kebenaran apapun resikonya”. Motto ini berimplikasi pada perilakunya yang patut diteladani. Sewaktu menjadi Anggota DPRD Kotamadya Banjarmasin ia menolak undian Nasional Loterai (Nalo) karena dianggap mengotori (haram) pendapatan asli daerah Kotamadya Banjarmasin. Begitu juga ia berani menolak “sogok” dan menghadapi ancaman ketika menjadi Ketua Panitia penerimaan Siswa PGA Negeri Banjarmasin. Dalam suatu pemiliham Kepala Daerah, ia tegar mempertahankan sikap dan pendiriannya.
Karya munomental yang pernah dipersembahkannya ialah meprakarsai berdirinya R. S Islam dan Akper Muhammadiyah Banjarmasin, dan pembangunan kantor PW Muhammadiyah Kalsel di Banjarmasin. Kunjungan ke luar negeri yang pernah dilakukannya ke Saudi Arabia. Sepanjang hidupnya diabadikan pada pendidikan dan Muhammadiyah. Dihari tua ia berhasil meraih predikat Lansi teladan I Kota Banjarmasin.
Dari perkawinannya dengan Hj. Siti Muslimah, ia dikaruniai lima orang anak yakni H. Musphyanto CH, Hj. Musphyanti CH, S. Pd., H. Ir. Musphyadi CH, MSc., Dra. Musphyanida Safari, Chalisah Mupshyarita, SH.
Sumber Naskah: Tim Penulis LP2M UIN Antasari Banjarmasin dan MUI Provinsi Kalimantan Selatan.