Ghazwul Fikri atau perang pemikiran mungkin tidak asing lagi didengar oleh sebagian umat islam. Tetapi banyak juga umat muslim yang tidak tahu apa itu perang pemikiran atau ghazwul fikri itu sendiri.
Zaman yang semakin maju pada segala macam bidang, baik itu dari unsur ekonomi, agama, sosial, ilmu pengetahuan, dan terutama dalam bidang teknologi, membuat manusia berfikir cuma mengandalkan teknologi dan melupakan fungsi akalnya. Hal inilah yang justru membuat lemahnya pemikiran umat Islam bahwa mereka sudah terjurumus ke dalam perang pemikiran tanpa dia sadari.
Dalam ilmu filologi dikenal istilah ktitik teks, yaitu sebuah kegiatan yang dilakukan oleh seorang filolog dalam memurnikan teks dengan cara memberikan kritik, evaluasi, yang bertujuan dari hasil teks tersebut mendekati aslinya. Dalam naskah Tafsir ayat “Ya Ayyuhannas”, terdapat penjelasan bagaimana umat manusia itu khususnya umat Islam untuk selalu menggunakan akal sehat mereka dalam melakukan segala sesuatu. Hal ini justru tidak terlepas dari pedoman umat Islam itu sendiri, Al-qur’an dan Hadist.
Transiliterasi Naskah Tafsir Ayat “Ya Ayyuhannas”
Filologi adalah suatu bidang ilmu yang membahas atau meneliti masa kuno dengan mengkaji naskah-naskah kuno dari segi tata bahasa, gaya bahasa, sejarah dan penafsiran tentang pengarang, serta tradisi kritik yang dikaitkan dengan bahasa yang disampaikan dengan tujuan menemukan bentuk yang aslinya atau mendekati naskah yang asli.
Pada saat saya masih belajar di bangku kuliah Universitas Imam Bonjol Padang tahun 2019 silam, saya menerjemahkan bagaimana naskah yang bertulisan bahasa arab melayu ke dalam bahasa indonesia yang benar sesuai EYD. Terjemahan ini jika dikaitkan dengan ghazwul fikri telah menghasilkan bahwa umat Islam sudah benar-benar banyak keliru dan terkecoh seiring dengan perkembangan zaman.
Berikut terjemahannya:
Alhamdulillahi wahbah attiyah. Asyhaduallailahaillalah wahdah al hadi. Wa asyhaduanna muhammadar abduhu wa rosullahkafatannas. Washolatu wassallamu alla saidina Muhammad syadu al walinwal akhirin. Wa alaalihi at- thihiron. Wa shohabatihi alkromin. Sholatan wa salamaa aliyaumiddin.
Tinggal kita perhatikan penduduk alam yang telah diadakan Tuhan dengan berbagai bangsa, berlainan jenis, bermacam bentuk dan perawakan. Bangsa dari pada jenis lainnya. Maka di antara yang membagi bagi bangsa itulah dapat kita mengetahui kekuatan qodrat Allah dan irodatnya. Dengan ilmu dan hikmahnya, dapatkan suatu bangsa yang amat sempurna derajatnya dan pangkatnya, bentuk dan perawakannya. Sedang Tuhan Yang Maha Esa dan kuasa yang menjadikan ayat berikut, laqad khalaqnal insana fii ahsani taqwim (At-Tin ayat 4).
Demi sesungguhnya kami telah jadikan bangsa manusia (insan) itu pada sebaik bentuk pendirian dan kejadian. Di dalam suatu taubat dan sifat manusia itu melengkapi padanya. Sifat-sifat yang ada pada makhluk yang lainnya. Umpama keberanian, kejujuran, kekuatan, tenaga, hemat, cermat, hawa, nafsu, kamauan, kekerasan, mengalah, penakut, pemalu dan lain sebagainya, bila datang zaman tua zamanlah yang tidak bergaya lagi berkurang kuranglah pada pekerjaan seseorang maupun masa zaman kuat zaman remaja menjadilah manusia jatuh kepada kekurangan ketentuan dan kebahagiaan.
Hubungan Ghazwul Fikri dari terjemahan Tafsir “Ya Ayyuhannas”
Ghazwul fikri atau perang pemikiran berbeda dengan perang militer. Perang pemikiran lebih mudah, hemat waktu dan biaya bahkan lebih efektif dari perang fisik yang banyak menguras tenaga dan tentunya juga membutuhkan biaya yang sangat banyak. Ghazwul fikri itu sendiri sejatinya didatangkan dari kalangan dunia barat.
Pada zaman sekarang, dunia barat telah mampu mendorong umat muslim itu sendiri meniru kehidupan orang barat. Seperti pemikiran, kebudayaan, gaya hidup dan apa saja yang datang dari dunia barat. Hal ini sudah tidak asing lagi terlihat dimata kita. Orang yang mengaku Islam tetapi berperangai seperti orang barat.
Ghazwul fikri memang sudah masuk dalam berbagai saluran yang sering dinikmati masyarakat Islam setiap saat, baik melalui media cetak, elektronik maupun media-media lainnya dalam wujud fashion, fun, food, foundation, song, sinema, school, sex, dan sport. Untuk itu, perlu pemahaman yang cukup dan intens agat dapat memfilter itu semua sehingga tidak menjauhkan diri dari keyakinan. (Havis Aravik, 2020, p. 37)
Hal inilah sangat berkaitan dengan terjemahan tafsir Ya Ayyuhannas, dimana manusia harus menggunakan akal sehatnya dalam melakukan segala sesuatu supaya dapat menyaring apakah itu benar atau tidak, agar tidak tergoyahkan keyakinannya terhadap agama Islam.