Sedang Membaca
Sabilus Saikin (134): Pelopor dan Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah di Nusantara
Redaksi
Penulis Kolom

Redaksi Alif.ID - Berkeislaman dalam Kebudayaan

Sabilus Saikin (134): Pelopor dan Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah di Nusantara

Syiakh Yusuf Almakassari

Ajaran Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia pertama kali di perkenalkan oleh Syaikh Yusuf Al-Makassari (1626-1699). Syaikh Yusuf berasal dari Kerajaan Gowa Sulawesi. Seperti disebutkan dalam bukunya Safinah al-Najah ia telah mendapat ijazah dari Syaikh Naqsabandiyah yaitu Muhammad ’Abd al Baqi di Yaman dan mempelajari tarekat ini ketika berada di Madinah dibawah bimbingan Syaikh Ibrahim al-Kurani.

Pada tahun 1644, Syaikh Yusuf  pergi ke Yaman kemudian meneruskan lagi ke Makkah dan Madinah untuk menuntut ilmu dan naik haji. Karena kondisi politik saat itu, ia mengurungkan niatnya untuk pulang ke tanah kelahirannya di Makassar dan menetap di Jawa Barat Banten hingga menikah dengan putri Sultan Banten.

Kehadirannya di Banten membawa sumbangan besar dalam mengangkat nama Banten sebagai pusat pendidikan Islâm. Ia terkenal sebagai ulama Indonesia pertama yang menulis tentang tarekat ini.

Syaikh Yusuf telah menulis berbagai risalah mengenai Tasawuf dan menulis surah-surah tentang nasihat kerohanian untuk orang-orang penting. Kebanyakan risalah dan surah-surahnya ditulis dalam bahasa Arab dan Bugis, [Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan,1992), h. 53].

Di dalam tulisan-tulisannya, Syaikh Yusuf tetap konsisten pada paham Wahdatul Wujud dan menekankan akan pentingnya meditasi melalui seorang Syaikh (Tawassul) dan kewajiban sang murid untuk patuh tanpa banyak tanya kepada gurunya. Ia mengemukakan bahwa kepatuhan paripurna kepada syaikh merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi demi pencapaian spiritual, [ Ibid,.h. 42].

Baca juga:  Tingkatan Bersuci Menurut Imam Al-Ghazali

Tarekat Naqsabandiyah menyebar di nusantara berasal dari pusatnya di Makkah, yang dibawa oleh para pelajar Indonesia yang belajar disana dan oleh para jemaah haji Indonesia. Mereka ini kemudian memperluas dan menyebarkan tarekat ini ke seluruh pelosok nusantara.

Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah di Nusantara dapat dilihat dari para tokoh-tokoh tarekat ini yang mengambangkan ajaran Tarekat Naqsabandiyah di beberapa pelosok nusantara di antaranya adalah:

  1. Muhammad Yusuf adalah yang dipertuan muda di kepulauan Riau, beliau menjadi sultan di pulau tempat dia tinggal. Dan mempunyai istana di Penyengat dan di Lingga.
  2. Di Pontianak, sebelum perkembangannya telah ada Tarekat Naqsabandiyah Mazhariyah. Tarekat Naqsabandiyah mulai dikembangkan oleh Ismail Jabalyang merupakan teman dari Usman al-Puntani (“lamâ’ yang terkenal di Pontianak sebagai penganut Tasawuf dan penerjemah tak shufi).
  3. Di Madura, Tarekat Naqsabandiyah sudah hadir pada abad ke 11 hijriyah. Tarekat Naqsabandiyah Mazhariyah merupakan Tarekat yang paling berpengaruh di Madura dan juga di bebeRapa tempat lain yang banyak penduduknya bersal dari madura, seperti Surabaya, Jakarta, dan Kalimantan Barat.
  4. Di Dataran Tinggi Minangkabau Tarekat Naqsabandiyah adalah yang paling padat. Tokohnya adalah Jalaludindari Cangking, ’Abd al-Wahab, Tuanku Syaikh Labuan di Padang. Perkembangannya di Minangkabau sangat pesat hingga sampai ke silungkang, cangking, Singkarak dan Bonjol.
  5. Di Jawa Tengah berasal dari Muhammad Ilyasdari Sukaraja dan Muhammad Hadi dari Giri Kusumo. Popongan menjadi salah satu pusat utama Naqsabandiyah di Jawa Tengah.
Baca juga:  Sabilus Salikin (95): Ajaran dan Adab Murid Pengikut Tarekat Khalwatiyah

Perkembangan selanjutnya di Jawa antara lain di Rembang, Blora, Banyumas-Purwokerto, Cirebon, Jawa Timur bagian Utara, Kediri, dan Blitar.

Tarekat ini merupakan satu-satunya Tarekat yang terwakili di semua provinsi yang berpenduduk mayoritas muslim. Tarekat ini sudah tersebar hampir keseluruh provinsi yang ada di tanah air yakni sampai ke Jawa, Sulawesi Selatan, Lombok, Madura, Kalimantan Selatan, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan Barat, dan daerah-daerah lainnya.

Pengikutnya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dari yang berstatus sosial rendah sampai lapisan menengah dan lapisan yang lebih tinggi.

Ajaran Pokok Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah

  1. Berpegang teguh pada akidah-akidah ahlu as-sunnah yaitu orang-orang yang selamat
  2. Meninggalkan rukhsah
  3. Mengambil hukum-hukum yang berat
  4. Melanggengkan muraqabah
  5. Selalu menghadap kepada Tuhannya
  6. Berpaling dari hiruk pikuk dunia bahkan segala sesuatu selain Allah SWT. dan bisa menghasilkan hadirnya hati agar terbiasa sehingga menjadi watak
  7. Merasa sepi dalam keramaian, dan melakukan sesuatu yang bisa diambil manfaatnya dan atau memberi manfaat dalam ilmu agama.
  8. Berpakaian dengan pakaian orang-orang mukmin pada umumnya.
  9. Menyembunyikan zikir
  10. Menjaga nafas sekiranya nafas yang keluar masuk itu tanpa melupakan Allah SWT.
  11. Berakhlak dengan akhlak Nabi SAW. yang agung, (Risâlah al-Îdhah, halaman: 11-15).

Tata Krama Zikir Tarekat Naqsyabandiyah

Berikut ini adalah tata krama zikir tarekat Naqsyabandiyah (zikir ismudz dzat):

  1. Suci dari hadats dan najis (berwudu);
  2. Shalat dua rakaat;
  3. Menghadap kiblat pada tempat yang sepi
  4. Duduk dengan posisi kebalikan dari duduk tawarruk (duduk di antara dua sujud), karena posisi ini dapat paling cepat untuk menyatukan seluruh indrawi;
  5. Membaca istighfar 5 kali, atau 15 kali, atau 25 kali;
  6. Membaca al-Fatihah satu kali, Surat al-Ikhlas 3 kali dan menghadiahkan pahalanya kepada Rasulullah SAW., dan kepada silsilah Tarekat Naqsyabandiyah;
  7. Memejamkan mata, kedua bibir tertutup, dan lidah dilekatkan ke langit-langit mulut. Dengan kondisi seperti ini, salik yang berzikir mampu untuk khusyu’, dan seluruh getaran hatinya menjadi hilang;
  8. Rabitah kubur, yaitu seakan-akan seorang salik telah mati, dimandikan, dikafani, disholati, dimasukkan ke dalam kubur, dan ditinggalkan sendirian di sana. Tiada yang menemaninya kecuali amal ibadahnya;
  9. Rabitah mursyid, yaitu seorang salik menghadapkan hatinya dengan hati mursyid, seraya menjaga wajah mursyid ada dalam angan-angannya;
  10. Mengumpulkan seluruh indrawi, dan menghilangkan seluruh bisikan hatinya, serta menghadapkannya kepada Allah Swt., lalu membaca do’a:
Baca juga:  Sabilus Salikin (121): Kehidupan al-Syadzili di Mesir dan Perjalanannya

إِلَهِيْ أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَرِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ 3×

Setelah itu dia berzikir  Ismudz Dzat dengan hatinya yaitu dengan cara mengalirkan lafadz Allah dalam hatinya seraya memperhatikan makna bahwa Allah adalah dzat yang tidak ada yang menyamai-Nya, dan Allah adalah dzat yang hadir, melihat, dan menguasai dirinya.

  1. Sebelum mengakhiri zikir dan membuka mata, hendaknya salik menunggu perintah untuk berhenti, (Tanwîr al-Qulûb, halaman: 511-513).
Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
2
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
3
Terkejut
1
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top