Qazvin merupakan salah satu kota tua di Iran yang mempunyai sejarah panjang. Kota ini terletak di sebelah barat laut Tehran dan sekarang menjadi ibukota provinsi Qazvin. Jaraknya kurang lebih 150 km dari Tehran yang dapat ditempuh dalam waktu dua jam perjalanan dengan bus. Bus Tehran-Qazvin selalu tersedia setiap saat yang dapat ditemukan di terminal Ozodi di pusat kota Tehran.
Kebesaran masa lalu Qazvin terbukti dengan lahirnya seorang ulama besar dari kota ini yang karyanya diakui hingga saat ini. Beliau adalah Ibnu Majah al-Qazwaini, pengarang kitab Sunan Ibnu Majah. Kitab tersebut menjadi salah satu dari enam kitab pokok dalam kajian hadis di samping Bukhari-Muslim dan yang lainnya. Selain Ibnu Majah, Qazvin juga melahirkan Zakariya ibn Muhammad, seorang ahli fisika, geografi, dan astronomi. Beliau juga pengarang kitab Aja’ib al-Makhluqat wa Gharaib al-Maujudat, sebuah kitab yang membahas makhluk-makhluk aneh di bumi. Selain itu, di kota ini pula, adik Imam Ghazali yang bernama Ahmad al-Ghazali dikebumikan. Beliau adalah seorang sufi yang cukup disegani di zamannya.
Bergeser ke abad 16 M, Qazvin menjadi kota utama di daratan Persia, setelah dinasti Safawi menjadikan kota ini sebagai ibukota kerajaannya. Sebelum Qazvin, ibukota kerajaannya terletak di Tabriz yang kemudian dikuasai oleh pasukan Turki. Saat itu, raja Safawi yang menjadikan Qazvin sebagai ibukotanya adalah Shah Tahmasp 1 yang memerintah antara tahun 1524-1576. Kurang lebih selama 40 tahun, Qazvin menjadi ibukota dinasti Safawi sebelum dipindahkan ke Isfahan.
Walaupun dinasti Safawi telah runtuh, tetapi peninggalan-peninggalannya masih dapat dinikmati. Warisan tersebut tetap lestari karena mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Sampai saat ini, di sana kita bisa menyaksikan Chehel Sotoun, bazar, caravanserai, dan, masjid dengan arsitektur khas Persia.
Chehel Sotoun adalah sebuah pavilium yang berdiri di tengah-tengah taman yang indah. Dahulu bangunan ini merupakan tempat raja istirahat dan menikmati hari-harinya. Chehel Sotoun ini selain di Qazvin ada juga di Esfahan yang bentuknya hampir mirip. Sekarang Chehel Sotoun ini berubah fungsi menjadi sebuah museum yang menceritakan tentang dinasti Safawi dan yang terkait dengannya.
Chehel Sotoun ini memiliki dua lantai yang ruangannya berukuran 8,4×5,1 m. Di lantai bawah terdapat lukisan-lukisan indah yang menempel pada dinding-dindingnya. Jendelanya berwarna-warni yang jika terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi ke dalam ruangan. Sementara di bagian atas lebih mirip seperti sebuah hall yang dipenuhi oleh 32 tiang kayu. Di lantai atas juga terdapat lukisan yang menggambarkan perempuan harem dengan baju bergaya Eropa abad 16-17 M.
Tak jauh dari Chehel Sotoun, terdapat lorong-lorong tua seperti bekas bazar dan caravanserai. Lorong ini akan menumbuhkan imajinasi kita terhadap bazar-bazar tradisional di masa lalu. Lorong ini juga terhubung dengan masjid Nabi atau masjid Sultoni, salah satu masjid bersejarah di Qazvin. Masjid ini telah berusia ratusan tahun karena dibangun abad ke-16 M pada masa dinasti Qajar, tetapi ada juga sumber lain yang mengatakan berdiri pada masa dinasti Safawi. Walaupun sudah tidak digunakan, masjid ini masih dipelihara sebagai warisan sejarah Islam Persia.
Jika Anda menyukai ziarah, maka Iran adalah destinasi yang tepat. Hampir di semua kota di Iran terdapat makam-makam yang dihormati oleh masyarakat, tak terkecuali di Qazvin. Awalnya, saya ingin berziarah ke makam sang sufi Ahmad al-Ghazali yang menurut informasi berada di samping makam Imam zadeh Hossein. Dari masjid Nabi jaraknya lumayan jauh, tetapi kebersihan kota ini membuat saya memilih berjalan kaki untuk pergi ke sana sekaligus menikmati setiap sudut kota Qazvin.
Selang beberapa menit, saya tiba di makam Imamzade Hossein. Imam zadeh Hossein merupakan putra dari Imam Ali Ridho, Imam ke-8 dalam tradisi Syi’ah. Sudah menjadi hal biasa di Iran, jika anak-anak Imam mendapatkan penghormatan baik selama hidup ataupun setelah meninggal. Setiap makam Imamzade biasanya dibangun bersebelahan dengan masjid dan menjadi pusat ziarah. Makam Imamzade Hossein sendiri dibangun pada pertengahan abad ke 16 oleh Shah Tahmasp 1, penguasa dinasti Safawi.
Di sana, saya bertanya kepada petugas terkait keberadaan Syekh Ahmad al-Ghazali. Namun, mereka tidak mengetahui keberadaannya. Mereka mengatakan di sini hanya ada satu makam yaitu Imam zadeh dan tidak ada yang lain. Padahal, dari sebuah keterangan, makamnya berdampingan dengan Imam zadeh Hossein. Walaupun demikian, saya tetap melakukan ziarah.
Hari sudah menjelang sore dan saya harus segera pulang ke Tehran. Qazvin dengan sejarah panjang dan warisannya layak untuk dikunjungi. Kita akan melihat warisan sejarah Islam yang berada di kota ini sakaligus menyaksikan wajah Qazvin di masa sekarang.