Sedang Membaca
Shalat Malam Nisfu Sya’ban Menurut Kacamata Sufi

Kandidat Doktor Ilmu Al Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya.

Shalat Malam Nisfu Sya’ban Menurut Kacamata Sufi

Bulan Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia. Bulan ini dinamakan dengan nama ini karena saat memasuki bulan ini, orang – orang arab yatasya’abun (berpencar) dari tempat satu ke tempat lain untuk mencari air. Ada pula yang berpendapat bahwa bulan (kedelapan) hijriyah ini dinamai dengan sebutan “Sya‘ban” karena terpencarnya berbagai keutamaan dan cabang-cabang kebaikan pada bulan ini. Karena itu, Rasul Saw menganjurkan para umatnya untuk memperbanyak ibadah dan amal – amal sholeh di bulan ini.

Di antara ibadah yang dapat dilakukan di bulan ini adalah shalat malam nisfu Sya’ban. Penjelasan mengenai shalat ini banyak diungkap oleh para ulama’ sufi, diantaranya adalah Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Dalam kitab tersebut beliau berpendapat bahwa shalat ini dilaksanakan pada malam kelima belas bulan Sya‘ban (malam nisfu Sya’ban). Shalat ini dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah al-Fatihah membaca surah al-Ikhlas sebanyak sebelas kali. Namun, menurut beliau, sholat ini bisa dilakukan sebanyak sepuluh rakaat. Setiap rakaat setelah al-Fatihah membaca surah al-Ikhlas sebanyak seratus kali.

Beliau menisbatkan pendapat ini pada riwayat yang menjelaskan tentang sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf. Shalat yang mereka lakukan ini sebut sebagai “shalat khair.” Pada bulan Sya’ban, mereka berkumpul untuk menunaikannya. Ada pula yang menunaikannya secara berjama’ah. Selain itu, Imam al Ghazali juga menisbatkan pendapatnya pada riwayat Hasan Basri. Riwayat tersebut adalah sebagai berikut:

روي عن الحسن أنه قال حدثني ثلاثون من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم إن من صلى هذه الصلاة في هذه الليلة نظر الله إليه سبعين نظرة وقضى له بكل نظرة سبعين حاجة أدناها المغفرة

“Diriwayatkan dari Al-Hasan (Hasan Basri) bahwa beliau berkata; “Telah meriwayatkan kepadaku tiga puluh sahabat Nabi Saw. Sungguh orang yang menunaikan shalat ini pada malam ini (nisfu Sya‘ban), maka Allah akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali dan setiap pandangan Dia (Allah) akan memenuhi tujuh puluh kebutuhan. Sekurang-kurangnya kebutuhan adalah ampunan (ampunan dosa dari Allah)”.

Baca juga:  Sufi Perempuan: Hukaymah dari Damaskus

Imam Murtadha al Zabidi dalam kitab Ittihaf Saadat al Muttaqin yang merupakan syarah dari kitab Ihya’ Ulumiddin memberikan tambahan penjelasan terkait dengan sholat ini. Menurut beliau, para ulama khalaf telah mewarisi para ulama salaf dalam menghidupkan malam nisfu Sya’ban dengan melakukan shalat enam rakaat setelah shalat maghrib, dengan perincian setiap dua rakaat satu kali salam. Setiap satu rakaat membaca surat al-Fatihah satu kali dan surah al-Ikhlas enam kali. Setelah menyelesaikan sholat, dianjurkan membaca surah Yasin satu kali dan berdoa dengan doa yang telah masyhur, yaitu doa malam nisfu Sya’ban dan berdoa memohon kepada Allah agar diberi keberkahan didalam umurnya, agar diberi keberkahan didalam rizkinya dan agar diberi keberkahan mendapat predikat husnul khatimah.

Para ulama’ berpendapat bahwa siapapun yang melaksanakan shalat seperti tata cara ini, maka ia akan diberi segala apa yang diinginkan.
Selanjutnya, Imam al Zabidi menyatakan bahwa tata cara shalat ini masyhur di dalam kitab-kitab ulama muta’akhkhirin yang diantaranya adalah para ulama’ sufi. Namun, beliau belum pernah melihat sandaran yang shahih dari hadis mengenai shalat ini dan doanya, hanya saja hal itu adalah termasuk dari amaliyah para masayikh.

Pada akhir penjelasan, beliau tidak menyatakan bahwa beliau mengingkari tata cara sholat dan doa ini.

Tata cara shalat ini juga dapat ditemukan dalam kitab Qutul Qulub Fi Mu’amalah al-Mahbub, karya Abu Thalib al Makki. Dalam kitab ini, Abu Thalib menyatakan bahwa shalat malam nisfu Sya’ban dinamai juga dengan “sholat khair”, karena berkah shalat ini diakui oleh para ulama’. Disamping itu, kitab ini populer di kalangan para ulama’ sufi sebagai kitab yang menjadi panduan bertarekat bagi para sufi. Kitab ini merupakan salah satu kitab yang menjadi rujukan Imam al Ghazali dalam menulis kitab Ihya’nya. Jadi, Imam al Ghazali merujuk tata cara sholat malam nisfu Sya’ban pada kitab ini.

Baca juga:  Fariduddin Attar dan Mantiqut Thair: Cermin Perjalanan Spiritual Manusia

Selain dalam kitab Qutul Qulub, tata cara shalat ini dapat ditemukan dalam kitab Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq ‘Azza wa Jalla, karya Shultan al Auliya’ Sykeh ‘Abd al Qadir al Jaylani. Dalam kitab ini beliau menambahkan keterangan bahwa sholat ini dengan tata cara yang sudah disebutkan juga dianjurkan untuk dilaksanakan pada empat balas malam, yaitu ; malam pertama bulan Muharram, malam ‘Ashura’, malam pertama bulan Rajab, malam pertengahan bulan Rajab, malam dua puluh tujuh bulan Rajab, malam pertengahan bulan Sya’ban (nisfu Sya’ban), malam hari ‘Arafah, dua malam hari Raya Idul Fitri dan Adha, dan lima malam ganjil pada sepuluh terkahir bulan Ramadhan (malam 21, 23, 25, 27 dan 29). Siapapun yang mengerjakan shalat ini, maka ia akan memperoleh pahala, kemuliaan dan keutamaan.

Penulis belum menemukan tata cara shalat malam nisfu sya’ban beserta riwayatnya dalam kitab – kitab fiqih, kecuali kitab I’anah al Thalibin yang ditulis oleh Syekh Abu Bakar Syatha. Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan tata cara shalat nisfu Sya’ban sama persis dengan penjelasan Imam al Ghazali. Beliau juga menukil riwayat dari Hasan al Basri seperti yang dilakukan oleh Imam al Ghazali. Selian itu, beliau juga menambahkan keterangan yang beliau nukil dari Imam al Kurdi bahwa para ulama’ berbeda pendapat terkait sholat nisfu Sya’ban ini.

Ada yang berpendapat bahwa shalat nisfu Sya’ban ini memiliki jalur periwayatan yang banyak, sehingga bisa dikategorikan sebagai bagian dari Fadha’il al A’mal (artinya siapapun yang melakukan sholat ini, maka ia akan mendapatkan fadhilah dari shalat ini). Ada pula yang berpendapat bahwa riwayat tentang sholat ini palsu. Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam al Nawawi.

Baca juga:  Kisah Sufi Unik (20): Benarkah Syah al-Kirmani Pernah Tidak Tidur Selama 40 Tahun?

Adapun keutamaan dan keistimewaan shalat malam nisfu Sya’ban sebagaimana riwayat yang dinukil oleh Isma’il Haqqi al-Khulwaty (salah satu ulama’ sufi yang aliran tasawufnya adalah aliran al-Khalwaty) dalam tafsirnya Ruh al-Bayan. Dalam tafsir ini, diceritakan bahwa saat khalifah Umar bin ‘Abd al Aziz mengangkat kepalanya setelah selesai melakukan shalat malam nisfu Sya’ban, ia melihat benda hijau yang cahayanya terhubung ke langit dan tertulis “hadzihi bara’ah min al nar min Mulk al ‘Aziz li ‘abdihi ‘Umar bin ‘Abd al Aziz” (ini adalah pembebasan dari neraka yang merupakan persembahan dari Allah Yang Maha Merajai dan Maha Perkasa untuk Umar bin Abdul Aziz). Tulisan tersebut mengisyaratkan bahwa khalifah Umar mendapatkan hadiah berupa bebas dari api neraka melalui perantara shalat malam nisfu Sya’ban.

Isma’il al Haqqi juga menukil riwayat yang menyatakan bahwa siapapun yang melakukan sholat pada malam nisfu Sya’ban ini sebanyak seratus raka’at, maka Allah akan mengirimkannya seratus malaikat; tiga puluh malaikat memberikan kabar gembira kepadanya tentang surga, tiga puluh malaikat menyelamatkannya dari siksa neraka, tiga puluh malaikat menyelamatkannya dari bencana dunia dan sepuluh malaikat menyelamatkannya dari gangguan/tipu daya para setan.

Meski terdapat beberapa ulama’ tidak sepakat dengan tata cara shalat nisfu Sya’ban beserta riwayatnya, tidak dapat dipungkiri bahwa praktek sholat ini merupakan amaliyah para masayikh dan beberapa ulama’ salaf (khususnya ulama’ sufi) yang notabenenya adalah orang – orang yang sangat alim dan disegani oleh para ulama’ lainnya. Selain itu, para ulama’ yang tidak sependapat dengan sholat ini tidak pernah mencela apalagi mengkafirkan para ulama’ yang sepakat dengan shalat ini. (Wallahu A’lam)

 

 

 

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
2
Senang
0
Terhibur
2
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top