Sedang Membaca
Pesantren dan Bangunan Bersejarahnya
Akhmad Taqiyuddin
Penulis Kolom

Nama lengkapnya Akhmad Taqiyuddin Mawardi. Lahir di Surabaya, 13 September 1988. Pendidik di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Mesantren di Pesantren Tambakberas Jombang dan Pesantren Ploso Kediri

Pesantren dan Bangunan Bersejarahnya

  • Pesantren tidak hanya menyimpan seribu kisa perjuangan ulama menempa para santri, tapi juga menyimpan kisah bangunan bersejarah, lengkap dengan keunikan arsitekturnya.

Pesantren Tambakberas yang berdiri sejak tahun 1825, pada masa awal dikenal dengan “pondok telu”. Karena memang bangunannya ada tiga. Di samping itu, pesantren yang didirikan oleh Kiai Abdussalam ini juga dikenal dengan istilah “pondok selawe”. Mengapa?

Karena santrinya yang berdatangan usai perang jawa saat itu, berjumlah dua puluh lima orang.

Pesantren-pesantren yang memiliki sejarah panjang, pasti memiliki bangunan tua yang dipertahankan. Di samping dari sisi fungsional bangunan tersebut masih bisa digunakan, bangunan yang ada merupakan saksi sejarah pesantren selama puluhan atau bahkan ratusan tahun.

Di masjid Pesantren Lirboyo Kediri, terdapat sebuah gerbang masuk ke arah masjid yang masih dipertahankan hingga saat ini. Begitu pula dengan struktur bangunan masjidnya yang bertiang empat sebagai penopang. Ditambah dengan pintu dan jendela dengan ukuran besar.

Khas arsitektur bangunan masjid sebelum kemerdekaan. Masjid bertiang empat bisa ditemui pula di pesantren Ploso Kediri dan Pesantren Tambakberas Jombang.

Di Ploso, selain masjid, terdapat pula bangunan masa lalu yang terus dipertahankan bentuk aslinya dan tetap difungsikan sebagai tempat mengaji.

Santri Ploso menyebutnya sebagai pendopo. Bangunan pendopo tersebut dulunya merupakan kantor kenaiban (KUA sekarang) era kolonial Belanda.

Di Pesantren Tambakberas. bentuk masjid pun masih dijaga keasliannya. Adanya menara masjid yang dibangun oleh Kiai Hamid Hasbullah, adik Kiai Wahab, menambah kuat aura bangunan masjid.

Baca juga:  Fenomena Suhita: Kebangkitan Sastra Pesantren?
Masjdi Pesantren Tambakberas tidak hanya tempat orang ngaji dan sembayang, tapi juga gairah kemerdekaan (Repro buku Masjid Abu Bakar Aceh)

Menara yang dibangun sekitar tahun 1950-an itu dibangun dengan jarak sekitaran 20 meter arah timur bangunan utama masjid. Persis menghadap kediaman Kiai Hasbullah, ayahanda kiai Wahab, kiai Hamid, Nyai Khodijah (istri Kiai Bisri Syansuri), Kiai Abdurrohim dan Nyai Fathimah.

Agaknya Kiai Hamid yang merupakan santri generasi pertama Kiai Munawir Krapyak ini, sudah mempredikisi bahwa suatu saat masjid pasti mengalami perluasan. Sehingga menara tidak dibangun menempel bangunan masjid.

Dan benar, beberapa tahun kemudian, kiai Wahab mengintruksikan pembangunan perluasan masjid. Yang lantainya bermotif catur dan tidak berubah hingga sekarang. Ndalem kasepuhan (kediaman) kiai Hasbullah yang diteruskan kiai hamid, ndalem kiai Wahab dan ndalem kiai Abdurrohim pun masih terjaga keasliannya hingga sekarang.

Bangunan pesantren Induk di Tambakberas pun tidak berubah sejak era kepengasuhan kiai Hasbullah. Di samping lumpang (batu) yang digunakan untuk menumbuk obat oleh mbah soihah (kiai Abdussalam), yang tetap ada hingga saat ini.

Kamar yang pernah ditempati Kiai Hasyim Asy’ari, kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Ahmad Dahlan (pendiri persarikatan Muhammadiyah) semasa mondok di pesantren Langitan Tuban, masih bisa dilihat dan dilestarikan hingga sekarang.

Bangunan masjid pesantren Tebuireng yang mengalami renovasi pada awal kepemimpinan Kiai Solahuddin Wahid, tetap mempertahankan bentuk bangunan utama masjid. Tempat di mana Kiai Hasyim, beserta putra dan menantu-menantunya, istikamah mengajar para santri. Bahkan Kiai Idris Kamali, menantu Hadratussyaikh asal Cirebon, sehari-hari waktunya dihabiskan di dalam masjid, mengajar para santri.

Baca juga:  Munas NU Ini Forum Ilmiah, Beda dengan Munajat 212

Gus Dur pernah membuat perumpamaan terkait bangunan di pesantren Denanyar. Di Denanyar, bangunan kamar santri putra berada di sebelah selatan, ndalem Kiai Bisri di sebelah utara dan masjid di tengah.

Empat huruf “keramat” di menara masjid Tambakberas (Elik Ragil/Alif)

Di depan masjid antara kamar santri dan ndalem kiai, terdapat halaman yang luas. Setting yang sama terdapat pula di pesantren Tambakberas. Tidak mengherankan, karena kedua pesantren ini memiliki ikatan kekerabatan yang sangat dekat.

Gus Dur mengibaratkan santri adalah orang yang berproses (salik) untuk menjadi insan yang lebih baik sebagaimana kiainya.

Sengaja kamar santri dibangun menghadap rumah kiai, agar tiap hari santri melihat perilaku sehari-hari kiainya. Sebagai keteladanan (role model) yang nyata. Kiai diibaratkan sebagai orang yang telah sampai (washil) dalam hal kedekatan pada Allah. Proses perubahan dari salik menjadi washil itu harus melewati medan hawa nafsu yang luas. Agar selamat, santri diharuskan tidak jauh-jauh dari masjid.

Pesantren-pesantren lain pastinya memiliki pula bangunan dengan nilai sejarah yang panjang. Sebagai saksi bisu perjuangan pesantren sejak era kolonial hingga era kemerdekaan.

Watak kemandirian dan kesederhanaan pesantren tercermin dari bangunan yang ada. Dengan memperhatikan sejarah pesantren, para santri dan masyarakat dapat mengambil pelajaran dari masa lalu sebagai pedoman melangkah untuk masa depan.

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top