Suatu hari Abu Nawas sedang perjalanan ke luar kota. Dia mulai merasa cemas dan bingung, karena kehabisan bekal untuk pulang. Namun Abu Nawas tak kehilangan akal. Demi mendapatkan uang sekedar untuk ongkos pulang dan membeli makanan dia terpaksa menyamar sebagai pengemis.
Singkat cerita Abu Nawas berada di depan rumah besar milik orang kaya raya di daerah itu. Namun rupanya nasib sial sedang memihak pada Abu Nawas, ternyata pemilik rumah itu terkenal sangat kikir.
“Wahai, Tuan” Abu Nawas memulai pembicaraan.
“Ada apa?” tanya si kaya yang kikir itu.
“Mungkin tuan ada uang recehan,” kata Abu Nawas.
“Tidak punya,” jawab si kikir dengan sinis.
“Mungkin sisa nasi atau roti, Tuan,” pinta Abu Nawas sekali lagi.
“Tidak ada,” jawab si kikir dengan nada yang bertambah sinis.
“Mungkin sisa-sisa makanan apa saja,” Abu Nawas kembali meminta.
“Tidak punya,” jawab si kikir, kali ini dengan nada yang agak kesal.
“Baiklah, kalau begitu tolong beri aku segelas air putih saja,” Abu Nawas mendesak lagi, dan lagi.
“Juga tidak punya Wahai Pengemis,” kali ini si kikir semakin kesal.
Melihat pola si kikir, akhirnya Abu Nawas menyerah dan mulai jengkel. Lantas Abu Nawas mulai menggerutu dan berkata, “Kalau apa-apa tidak punya, sepertinya lebih baik Tuan ikut bersama saya saja.”
“Ikut ke mana?” Tanya si kikir penasaran.
“Ya, ikut mengemis,” jawab Abu Nawas sambil beranjak pergi.
“Sialan,” Gumam si kikir.
(Disadur dari: “Kumpulan Kisah Abu Nawas Paling Menggelikan”, Surabaya: Pustaka Agung Harapan)