Sedang Membaca
Pemimpin Tuli
Husein Muhammad
Penulis Kolom

Pencinta kajian-kajian keislaman, utamanya di bidang ilmu fikih, tema-tema keperempuanan, dan ilmu tasawuf. Menulis beberapa buku, aktif di pelbagai forum kajian, baik nasional ataupun internasional. Tinggal di Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, Jawa Barat

Pemimpin Tuli

Suatu hari seorang “darwisy” atau seorang bijak bestari menemui Amirul Mukminin (pemimpin kaum muslimin) di istananya. Ia sengaja diundang untuk dimintai nasehatnya. Apa yang dikatgakan darwis pada rajanya?

“Wahai Amiral Mukminin, aku baru saja pulang dari mengembara dan mencari ilmu di negeri China, sebagaimana dianjurkan Nabi,” kata darwis.

Pemimpin negeri itu mengalami sakit pendengaran sehingga tuli. Ia tak bisa mendengar. Suatu hari aku mendengar dia menangis.

Ketika ditanya mengapa dia menangis, ia menjawab: “Demi Tuhan, aku tidak pernah menangisi ketulianku. Aku telah menerima keputusan Tuhan atas diriku ini. Tetapi aku menangis karena melihat di depan pintu istanaku ada rakyatku yang hatinya sakit, karena teraniaya hak-haknya. Dia tampaknya menjerit meminta tolong, tetapi aku tidak mendengarnya. Meskipun demikian aku bersyukur kepada Tuhan karena mataku masih bisa melihat dengan jelas. Sang Pemimpin China itu lalu memanggil pembantunya dan memintanya untuk mengumumkan kepada khalayak rakyat bahwa: “Siapa saja di antara rakyatku yang dizalimi agar mengenakan baju merah”.

Sang Pemimpin kemudian naik di atas punggung gajah dan berkeliling menyusuri jalan-jalan di pelosok-pelosok negeri itu (blusukan). Manakala matanya melihat orang berbaju merah dia memanggilnya dan memintanya menceritakan nasib dirinya. Ia kemudian memerintahkan para menterinya untuk segera memperhatikan pengaduannya dan menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang adil.

Baca juga:  Kisah Hamzah Fansuri yang Mengasingkan Diri karena Ajarannya Mengandung Kontroversi

Si Darwis itu mengatakan kepada sang raja:

”Lihatlah tuan Amiral Mukminin, betapa dia yang ‘kafir’ tu memberikan kasih sayang dan perhatiannya yang luar biasa kepada hamba-hamba Allah. Tuan adalah seorang yang beriman kepada-Nya, bahkan juga termasuk keturunan Nabi. Aku ingin melihat bagaimana tuan bisa bertindak terhadap rakyatmu dengan penuh kasih”.

Kisah ini diceritakan oleh Imam al-Ghazali dalam buku At-Tibrul Masbuk fi Nashihatil Muluk.

Sedikit catatan tentang “darwisy”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyerap kata tersebut ke dalam bahasa Indonesia dengan menulis “darwis”. Dalam KBBI, kata darwis dimaknai sebagai “penganut sufi yang sengaja hidup miskin, sebagai jalan untuk mencapai kesempurnaan jiwa”.

Salam dari Arjawinangun-Cirebon Paruh September 2018

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
0
Terinspirasi
0
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top