Suatu hari, Gus Dur melakukan perjalanan dari Demak, Jawa Tengah ke Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Perjalan tidak kurang dari 220 kilometer ditempuh dengan bus, malam hari. Sastro al-Ngatawi mendampinginya.
Sampai di Sragen, Jawa Tengah, bus yang ditumpangi keduanya tidak mau melanjutkan perjalanan, karena penumpangnya hanya mereka berdua.
“Tro, gimana ni?” tanya Gus Dur.
“Lah ya kita turun, Gus,” jawab Sastro.
Dengan berat hati, keduanya turun. Berdiri di pinggir jalan. Setelah lebih dari 30 menit mereka menunggu kendaraan, akhirnya ada mobil kijang tua menghampiri.
“Mau ke mana, Pak?” tanya supir. “Kediri Pak. Kalau bisa langsung ke Lirboyo,” Sastro menjawab
Setelah tawar-menawar, akhirnya Gus Dur dan Sastro naik, melanjutkan perjalanan menuju Lirboyo. Ditambah keduanya, mobil itu berisi 7 orang, lelaki semua. Mobil kijang itu rupanya kendaraan omprengan, istilah mobil pribadi berplat hitam, tapi untuk bawa penumpang.
Sampai di Nganjuk, Jawa Timur, mobil berhenti. Supir dan empat orang temannya turun semua, minta izin sebentar untuk kencing. lima orang laki-laki turun semua, dan mereka serempak berjajar menghadap ke sawah: kencing.
“Tro, itu liat, ada pentas seni,” kata Gus Dur.
“Hahaha…. Gus-gus, Sampean ini ada-ada saja, kencing bareng kok dibilang pentas seni,” timpal Sastro sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Suasana malam, di pinggir jalan, di tengah sawah, banyak nyamuk pastinya, ditambah habis diturunkan dari bus, tidak membuat Gus Dur kehilangan selera humor.