Sedang Membaca
Epidemi Covid-19 sebagai Ancaman Keamanan “non-Tradisional”
Avatar
Penulis Kolom

Dosen di Departemen Sosilogi, UGM Jogjakarta. Pernah bekerja sebagai wartawan. Memperoleh gelar Ph.D di The Amsterdam Institute for Social science Research (AISR), University of Amsterdam, Belanda.

Epidemi Covid-19 sebagai Ancaman Keamanan “non-Tradisional”

Whatsapp Image 2020 03 17 At 8.02.17 Pm

Berbeda denga ancaman keamanan tradisional yang bercorak kemiliteran dan berbasis negara-bangsa, ancaman epidemi atau wabah, apalagi sudah ditetapkan sebagai pandemi, tak kalah membahayakan dan lazimnya lebih sulit ditangkal dan ditundukkan karena bersifat lintas-bangsa dan acap tidak kasat mata. Ia bisa berwujud cuaca, migrasi warga, degradasi ekologi, juga virus mematikan.

Karena merupakan ancaman ‘baru’, maka kita acap tergugup dan tergagap menghadapinya. Semula dianggap remeh sebagai “semacam flu yang bisa sembuh sendiri”, yang cukup ditangani secara teknokrasi medis, kini ia bersalin wajah menjadi sebentuk bencana kemanusiaan yang berpotensi mengancam berlaksa nyawa manusia.

Saya sungguh berharap di bawah komando Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo, mantan Danjen Kopassus yang dikenal memiliki pendekatan sosial yang bagus, Gugus Tugas Covid-19 bisa bekerja secara cepat, tangkas namun juga strategis. Selain mobilisasi berbagai sumberdaya pemerintahan, ikhtiar menangkal ledakan epidemi Covid-19 jelas memerlukan orkestrasi dengan beraneka kekuatan sosial, baik berbasis profesi, budaya, agama maupun dunia usaha.

Hari-hari ini ujian itu menyundul keras dg berlangsungnya Ijtima Dunia 2020 Zona Asia oleh Jamaah Tabligh di Gowa, Sulawesi Selatan. Berkumpulnya (puluhan?) ribuan aktivis Jamaah Tabligh yang bergaya hidup komunal tersebut berpotensi memantik ledakan besar epidemi Covid-19.

Baca juga:  Menonton (Lagi) "World War Z": Merebut Kembali Kemanusiaan di Tengah Wabah

Peristiwa serupa yang terjadi di Malaysia beberapa pekan lalu berbuntut diambilnya kebijakan lockdown di negeri jiran tersebut. Jika perhelatan di tanah Gowa dibiarkan berlangsung tanpa mitigasi epidemi secara tegas dan terukur, bukan mustahil drama kemanusiaan raksasa meletup dari ujung selatan pulau Sulawesi itu.

Menurut saya, perhelatan di Gowa tidak boleh dibiarkan menjadi urusan pemerintah lokal semata karena potensi dampaknya yang masif. Perlu diingat, Indonesia adalah negeri kepulauan dengan ribuan pulau berpencaran. Berbeda dengan China, Itali, dan Malaysia yang bercorak daratan. Jika wabah mengerikan ini terjadi berpencar di seantero kawasan, kita bakal menghadapi ‘kiamat kecil’ yang menggoncang dan menggoyahkan sendi-sendi keamanan dan nasib kemanusiaan di negara republik tercinta ini.

Saatnya “gerakan semesta” menjaga dan mempertahankan Nusantara dari ancaman virus mikrobiologis berjuluk ‘mahkota’ ini. Gulung jejak perseteruan politik yang sempat mengoyak dan membelah negeri tercinta.

Bismillah. Semoga Allah Swt melindungi kita semua. Amiin yaa mujibassailiin

Katalog Buku Alif.ID
Apa Reaksi Anda?
Bangga
0
Ingin Tahu
0
Senang
0
Terhibur
1
Terinspirasi
1
Terkejut
0
Lihat Komentar (0)

Komentari

Scroll To Top