Secara bentuk geografisnya, sungai Nile adalah sungai terpanjang dan terbesar di dunia. Tercatat sungai Nile memiliki panjang 6.650 Km/4.132 Mil. Ya’qut al-Hamawi (W.262 H) menyebutkan dalam kitab Mu’jam al-Buldan (vol.5 hal.334):
“Para pakar ilmuwan sepakat bahwa tidak ada sungai yang lebih panjang dari sungai Nile. Jarak tempuh menyusuri sungai Nile dapat ditempuh dengan waktu satu bulan di negara Mesir, dilanjutkan dengan dua bulan di negara bangsa Nubia (negara Sudan dan sekitarnya), dilanjutkan dengan empat bulan di daerah tandus, dan berakhir di daerah garis katulistiwa di negara Etiopia. Sungai Nile adalah satu-satunya sungai yang mengalir dari arah selatan ke arah utara. Sungai Nile mengungguli seluruh sungai di dunia dalam kesegaran airnya, luas jangkauanya, serta besar manfaatnya. Tidak ada satu pun sungai yang dapat menandingi sungai Nile dalam kesuburan tanah di sekitarnya.”
Dr. Shalih Budair dalam kitab an-Nile wa Mishr al-Qadimah (2006) menyebutkan “Besarnya kemanfaatan sungai Nile sejak dahulu telah dikenal oleh para raja mesir kuno. Para raja mesir kuno memuja dan mempersembahkan tumbal untuk sungai Nile. Mereka meyakini aliran sungai Nile dijaga dan diatur oleh dewa Habe yang digambarkan selalu membawa kemakmuran dan kebahagiaan.”
Dalam hal ini, Al-Qur’an juga telah mengabadikan kesombongan raja Fir’aun (Ramses II) dengan kebanggaannya kepada sungai Nile
وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الأنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلا تُبْصِرُونَ
Fir’aun berseru kepada rakyatnya “Wahai kaumku, bukankah kerajaan Mesir adalah milikku, dan sungai ini (sungai Nile) mengalir di bawahku, apakah kalian tidak melihatnya?”
Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsir al-Munir (vol.25 hal.166) menyebutkan “Ketika Fir’aun takut kaumnya codong kepada ajaran nabi Musa, maka Fir’aun menyeru kaumnya dengan segenap kesombongannya “Wahai kaumku, bukankah kerajaan mesir yang tak tertandingi selalu dalam kekuasaanku, aku lah yang memiliki kekuasaan secara mutlak. Dan lihatlah sungai Nile, ia mengalir di bawah kerajaanku dan dibawah kekuasaanku. Apakah kalian tidak melihat besarnya kekuasaanku dan melihat lemahnya Musa dan pengikutnya dihadapanku?”
Menurut para ulama ahli tafsir, kesombongan raja Fir’aun (Ramses II) atas sungai Nile didasari oleh keberhasilannya mendirikan kanal-kanal di sungai Nile yang mampu mengaliri seluruh rumah-rumah, istana dan persawahan negara Mesir. Dengan kemajuan teknologi saluran irigasi inilah, raja Fir’aun dapat mengatur jatah dan kebutuhan rakyatnya baik di musim dingin maupun musim panas dengan sangat baik.
Al-Quran menyebut sungai Nile sebagai sebuah karunia yang sangat agung yang mampu merubah daerah tandus menjadi kawasan yang subur. Sebagaimana yang telah digambarkan oleh ayat Al-Qur’an
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَسُوقُ الْمَاءَ إِلَى الأرْضِ الْجُرُزِ فَنُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا تَأْكُلُ مِنْهُ أَنْعَامُهُمْ وَأَنْفُسُهُمْ أَفَلا يُبْصِرُونَ
“Dan tidaklah mereka memperhatikan, bahwa Kami mengarahkan air (sungai Nile) ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan tanam-tanaman sehingga hewan ternak mereka dan mereka sendiri dapat makan darinya. Maka, mengapa mereka tidak memperhatikan?” (Qs as-Sajadah ayat 27)
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, air yang dimaksud dalam ayat ini adalah air sungai Nile. Hal ini berdasarkan fakta bahwa sungai Nile berasal dari limpahan hujan di negara Etiopia yang mengalir dari daerah-daerah yang sangat subur. Kemudian, dalam alirannya sungai Nile membawa kandungan tanah liat yang sangat subur. Dengan limpahan air yang segar dan tanah liat yang subur inilah sungai Nile mengalir menuju daerah yang gersang serta merubahnya yang semula berupa daerah-daerah yang sangat tandus dan berpasir menjadi kawasan yang hijau nan subur.
Al-Qur’an menyebut sungai Nile dengan nama al-Yamm, sebuah sebutan yang biasa dipakai bangsa arab untuk mendefinisikan sebuah lautan. Maka sungguh sebuah pengagungan yang sangat besar dimana sebuah sungai disebutkan Al-Qur’an setara dengan lautan. Lafadz al-Yamm disebutkan sebanyak enam kali (surat Thaha ayat 39 dan ayat 97, surat al-Qashash ayat 7 dan ayat 40, surat al-A’raf ayat 136, surat adz-Dzariyyat ayat 40) dan seluruhnya mengarah kepada sungai Nile.
Al-Qur’an mengabadikan sungai Nile sebagai penyelamat bagi nabi Musa di masa kecil sebagaimana dalam sebuah ayat
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلا تَخَافِي وَلا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Dan kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nile), dan janganlah engkau takut dan jangan pula engkau bersedih hati. Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah satu rasul” (Qs al-Qashash ayat 7)
Al-Qur’an mengabadikan sungai Nile sebagai penghancur kaum yang dimurkai Allah ,yaitu Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan dan pengikutnya sebagaimana dalam sebuah ayat
فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ
“Maka kami hukum sebagian diantara mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka di lautan (sungai Nile) karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan melalaikan ayat-ayat Kami” (Qs al-A’raf ayat 136)
Al-Qur’an mengabadikan sungai Nile sebagai tempat berakhirnya patung sesembahan yang dibuat oleh Samiri
قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا
Dia (Musa) berkata, “Pergilah kau! Maka sesungguhnya di dalam kehidupan (di dunia) engkau (hanya dapat) mengatakan, “Janganlah menyentuh aku”. Dan engkau pasti mendapatkan (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang tidak dapat engkau hindari, dan lihatlah tuhanmu itu yang engkau tetap menyembahnya. Kami pasti akan membakarnya, kemudian sungguh Kami akan menghamburkannya (abunya) ke dalam laut (sungai Nile) (Qs. Thaha ayat 97)
Maka cukuplah pujian shahabat Abdullah bin Amr bin Ash sebagai sebuah sanjungan bagi sungai Nile “Sungguh sungai Nile adalah raja seluruh sungai. Allah menundukkan seluruh sungai baik di timur maupun di barat kepadanya. Maka, ketika Allah berkehendak agar sungai Nile mengalir maka Allah menyuruh seluruh sungai untuk memberikan airnya. Dan Allah memancarkan sumber mata air dalam aliran sungai Nile. Maka, ketika sungai Nile telah sampai pada tempat yang Allah kehendaki Dia pun memerintahkan seluruh air untuk kembali ke sumbernya” (kitab Nujum az-Zahirah fi Muluk al-Mishr wal Qahirah vol.1 hal.33).